Nasional

Gus Yahya Dorong Islah Demi Keutuhan Jamiyah, Serukan Warga NU Tetap Jaga Persatuan

NU Online  ·  Sabtu, 13 Desember 2025 | 11:00 WIB

Gus Yahya Dorong Islah Demi Keutuhan Jamiyah, Serukan Warga NU Tetap Jaga Persatuan

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. (Foto: NU Online/Aceng Darta)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan pernyataan sikap terkait dinamika internal yang berkembang di tubuh PBNU melalui surat pernyataan Nomor: 4811/PB.23/A.II.07.08/99/12/2025 pada Sabtu (13/12/2025) di Jakarta. Ia menegaskan komitmennya untuk menjaga martabat organisasi serta mengedepankan persatuan warga Nahdlatul Ulama.


Pernyataan tersebut disampaikan menyusul Rapat Pleno yang diinisiasi Rais Aam PBNU pada 9 Desember 2025, yang memutuskan pemberhentian dirinya sebagai Ketua Umum PBNU dan menunjuk KH Zulfa Mustofa sebagai Pejabat Ketua Umum.


Menanggapi keputusan itu, Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya bersama Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar merupakan pemegang mandat sah hasil Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung pada 2021. Mandat tersebut, menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, berlaku selama lima tahun hingga muktamar berikutnya.


“Mekanisme pemberhentian pimpinan di tengah masa jabatan hanya dapat dilakukan melalui forum tertinggi, yakni Muktamar Luar Biasa, dan harus didasari pelanggaran berat yang terbukti,” tegas Gus Yahya, Sabtu (13/12/2025) dalam surat pernyataannya.


Ia menyatakan bahwa keputusan pemberhentian yang didasarkan pada Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 tidak memiliki landasan hukum yang sah menurut AD/ART NU. Oleh karena itu, seluruh keputusan turunan dari proses tersebut, termasuk penunjukan Pejabat Ketua Umum PBNU, dinilai tidak sah.


Gus Yahya juga menegaskan bahwa hingga saat ini dirinya masih tercatat sebagai Ketua Umum PBNU yang sah secara hukum, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.


Meski demikian, ia menyampaikan keinginan kuat untuk menempuh jalan islah atau rekonsiliasi demi keutuhan jamiyah. Langkah ini, menurutnya, sejalan dengan nasihat para sesepuh NU yang disampaikan dalam pertemuan di Pondok Pesantren Ploso, Kediri, dan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.


“Saya membuka diri seluas-luasnya untuk setiap nasihat, saran, dan gagasan konstruktif demi menemukan solusi terbaik bagi NU,” ujarnya.


Dialog Jalan Terhormat

Terkait opsi penyelesaian melalui Majelis Tahkim PBNU, Gus Yahya berpandangan bahwa mekanisme tersebut berpotensi menghadapi persoalan objektivitas karena adanya benturan kepentingan. Ia menilai dialog yang tulus dan terbuka menjadi jalan paling terhormat untuk menyelesaikan perbedaan.


Dalam pernyataannya, Gus Yahya juga mengimbau seluruh jajaran pengurus NU di semua tingkatan, mulai dari Pengurus Wilayah hingga Anak Ranting, serta seluruh warga Nahdliyin, untuk tetap tenang, menjaga persatuan, dan mempererat silaturahmi.


Ia meminta agar untuk sementara waktu seluruh pengurus dan warga NU tidak mengindahkan instruksi yang mengatasnamakan Pejabat Ketua Umum PBNU, guna menghindari kebingungan serta menjaga keutuhan organisasi hingga tercapainya islah.


Selain itu, ia mengimbau Pemerintah Republik Indonesia beserta seluruh lembaga dan pemangku kepentingan terkait agar tidak menindaklanjuti kebijakan yang berasal dari pihak yang tidak memiliki kewenangan sah, karena berpotensi mengandung cacat hukum.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang