Nasional

Habib Syech: Cium Tangan dengan Hidung, Bukan dengan Pipi

Rabu, 8 Juli 2020 | 05:30 WIB

Habib Syech: Cium Tangan dengan Hidung, Bukan dengan Pipi

Habib Syech dan cucunya, Habib Muhammad Hadi Assegaf. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Bersalaman dan mencium tangan para kiai dan orang tua adalah hal yang sering kita jumpai. Mencium tangan mereka bukan berarti mengkultuskannya. Akan tetapi, lebih karena menghormati kealiman, kezuhudan, dan ke-wara’-annya. 


Namun, dalam praktiknya masih banyak masyarakat yang tidak benar dalam bersalaman dan mencium tangan. Sebagian mereka, bersalaman dengan tidak mencium tangan namun menempelkan pipi ke tangan.


Terkadang juga ada yang malah mencium tangannya sendiri saat bersalaman dengan orang tua. Kebiasan yang tidak tepat ini juga dianggap hal yang biasa saja, sehingga anak-anak pun dididik dengan cara bersalaman dengan menempelkan pipi. Bukan mencium dengan hidung.


Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf dalam sebuah video mempraktikkan bagaimana cara bersalaman dengan baik dan benar. Ia mempraktikkannya bersama cucu tercinta, Muhammad Hadi Assegaf.


"Sekarang banyak orang yang salaman keliru. Masa salaman pakai pipi. Itu bukan mencium. Tapi menempelkan tangan ke pipi. Kalau mencium ya pakai hidung," jelas Habib Syech seraya mempraktikkannya.


Dalam video tersebut, Habib Muhammad Hadi mempraktikkan salaman dengan memegang erat tangan Habib Syech kemudian menundukkan kepala dan mencium tangan kakeknya penuh takdzim. "Barakallahu fik," ucap Habib Syech seusai bersalaman, Rabu (8/7).


Bersalaman dengan mencium tangan juga pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi. Ibnu Umar RA, misalnya, dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud pernah ikut dalam salah satu pasukan infanteri Rasulullah SAW.


Lalu, Ibnu Umar menuturkan sebuah kisah dan berkata: “Kemudian kami mendekati Nabi SAW dan mengecup tangannya”.


Para ulama dari empat madzhab sendiri tidak ada yang menghukumi bersalaman dengan mencium tangan hukumnya haram. Ulama mazhab Syafi’i menghukuminya sunnah. Ulama mazhab Hanafi dan Hanbali menghukuminya mubah.


Sementara ulama mazhab Maliki menghukuminya makruh jika tujuannya untuk kesombongan. Namun, jika tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan didasari agama, ilmu, atau kemuliaan pemilik tangan, maka hukumnya mubah. 


Mencium tangan lebih tepat diartikan sebagai penghormatan kepada orang yang dicium atas dasar ilmu dan kemuliaan yang Allah SWT titipkan kepadanya. Karena itu, para sahabat dahulu terbiasa mencium tangan Rasulullah SAW.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori