Nasional

Hindari Menjelekkan Kandidat Lain di Media Sosial

Kamis, 20 September 2018 | 14:10 WIB

Jakarta, NU Online

Jelang pesta demokrasi tanah air pada April 2019 mendatang, media sosial mulai ‘menghangat’ dengan ramainya propaganda para pendukung. Tak jarang konten media sosial tak hanya berupa kampanye positif semata, namun juga berupa ujaran kebencian, berita hoaks hingga fitnah.

Kondisi itu oleh pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio dianggap berpotensi memicu masalah yang lebih nyata di dalam kehidupan masyarakat umum seperti Pilpres tahun 2014 lalu dan Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. 

“Bila hal ini terjadi, ancaman yang lebih besar yaitu perpecahan bangsa bisa berada di depan mata, seperti Pilpres dan Pilkada DKI sebelumnya,” ujar Hendri Satrio, Rabu (20/9).

Untuk menghidari kejadian buruk itu terulang lagi, ia meminta kampanye di media sosial lebih menitikberatkan pada promosi keunggulan masing-masing calon, tanpa menjelekkan calon yang lain. “Jadi cukup mempromosikan kebaikan dan kelebihan calon yang didukung,” katanya. 

Menurutnya, masyarakat harus belajar bertanggungjawab dalam mengelola akun media sosialnya dengan menyampaikan informasi yang benar dan menyejukkan. Sebab tantangan politik di media sosial lebih berat dari pada di dunia nyata. Apalagi saat ini setiap orang dapat memproduksi konten media sosial secara langsung. 

Dalam kondisi demikian, lanjutnya, perbedaan ekspresi politik di media sosial kerap ditanggapi dengan berlebihan misalnya dengan caci dan bully, dari pada penghargaan terhadap perbedaan tersebut.

Oleh karena itu, ia mengingatkan pada semua kalangan untuk melakukan kampanye dengan mempromosikan kelebihan calon yang didukung tanpa membuat fitnah dan ujaran kebencian di media sosial. (Ahmad Rozali)