Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Penulis Buku Sekolahlah Tinggi-Tinggi, Lailatul Fitriyah menyampaikan bahwa feminisme dalam perspektif agama Islam merupakan bentuk keadilan dan kesetaraan bagi kaum perempuan.
Ia menyampaikan bahwa feminisme dalam ajaran Islam bukan berarti menentang norma-norma agama dan struktur masyarakat, tetapi fokus pada penegakan hak-hak perempuan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang adil bagi semua.
“Islam sudah jauh lebih dulu mengajarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam Al-Qur’an juga banyak ayat yang menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan setara, keduanya memiliki hak yang sama di hadapan Allah swt,” ujar Laily dalam Webinar Diskusi Serial Ramadhan Belajar Konsep bagi Pemula dengan tema Feminisme Islam pada Kamis (13/3/2025) malam.
Laily menyampaikan bahwa pemahaman terhadap feminisme dalam ajaran Islam seharusnya tidak dipandang sebagai sesuatu hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Prinsip feminisme yang sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam, seperti keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak asasi perempuan.
“Penting untuk memahami bahwa Islam mengajarkan kesetaraan dalam hak dan kewajiban, meskipun ada perbedaan dalam pembagian peran berdasarkan fitrah dan kebutuhan masing-masing,” katanya.
Menurutnya, tantangan utama dalam memahami feminisme dalam Islam yaitu pada interpretasi teks-teks agama yang sering kali dipengaruhi oleh budaya patriarki. Karenanya, penting bagi umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis, serta menafsirkan dengan pendekatan yang relevan dengan kondisi saat ini.
“Feminisme dalam Islam bukanlah tentang perlawanan terhadap laki-laki, melainkan tentang memperjuangkan hak-hak perempuan yang telah diberikan oleh Allah swt,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa terdapat tokoh perempuan di dunia yang memperjuangkan feminisme Islam, seperti dalam yurisprudensi terdapat Kecia Ali, Hina Azam, dan Ayesha Chaudhry. Feminisme Islam dalam Tasfir Al-Qur’an terdapat Amina Wadud, Aisha H., Asma Barlas, dan Nur Rofi’ah.
“Tokoh lainnya juga ada dalam aspek teologis ada Jerusha Lamptey, Marcia Hermansen, Mahjabeen Dhala. Dalam aspek sejarah ada Leila Ahmed, Fatima Mernissi. Kalau dalam sosial dan politik ada yang kita kenal Julianne Hammer, Azizah Al-Hibri,” katanya.
Alumnus University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat itu menyampaikan bahwa tokoh perempuan tersebut muncul pada abad pertengahan ke-19 sampai abad awal ke-20 pada daerah Mesir, Turki, Iran, dan Siria.
“Awal abad ke-20 sampai akhir itu fokus perempuan-perempuan tadi ada rekonstruksi sejarah Isalam dan tafsir ayat-ayat Al-Qur’an. Pada abad ke-21 fokus mereka ke global,” katanya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Ini Amal dengan Pahala Terbaik bagi Orang Puasa Ramadhan
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
3
Presiden Prabowo Tanda Tangani PP Nomor 11 2025 tentang Pencairan THR dan Gaji Ke-13 ASN
4
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
5
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
6
Khutbah Jumat: Melihat Tabiat Buruk Manusia dalam Al-Quran
Terkini
Lihat Semua