KH Miftachul Akhyar Jelaskan Sosok Ibnu Abbad, Ulama yang Dikenal Tawadhu dan Pemalu
Jumat, 3 Maret 2023 | 20:00 WIB
Malik Ibnu Zaman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Imam Ibnu Abbad An-Nafazi Ar-Randi merupakan Pensyarah Kitab Al-Hikam. Beliau memiliki nama lengkap Muhammad bin Ibrahim bin Abi Bakar bin Abdillah bin Malik bin Ibrahim bin Muhammad bin Ibrahim bin Yahya. Nama kinayahnya adalah Abu Bakar Abdullah An-Nafazi, dikenal dengan Ibnu Abbad.
Ibnu Abbad yang berasal dari Kabilah Himyar lahir di Ronda, sebuah kota di puncak bukit di Provinsi Malaga, Spanyol pada tahun 733 H/1322 M. Beliau wafat di Kota Fes, Maroko pada tahun 792 H/1389 M.
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar pada tayangan Ngaji Syarah Al-Hikam Pertemuan ke 1 di Channel YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar diakses oleh NU Online, Jumat (3/3/2023) mengungkapkan bahwa Ibnu Abbad merupakan ulama yang dikenal tawadhu dan pemalu.
"Beliau dikenal dengan tawadhunya, yang mana tawadhu ini merupakan modal dasar keutamaan, dan pemalu. Sehingga pernah pada suatu ketika santrinya minta didoakan. Begitu dia mendengar ada permintaan doa dari santri, langsung wajahnya memerah malu, sangat malu sekali, dan di hadapan Allah merasa tidak pantas untuk berdoa," ujarnya.
Kiai Miftach menjelaskan bahwa tawadhunya itulah yang menjadi dasar Imam Ibnu Abbad menjadi pemimpin dalam bidang tasawuf, dan juga ilmu-ilmu yang lain "Mazhab beliau adalah Maliki sama dengan mazhabnya Ibnu As-Sakandari pengarang Al-Hikam. Itu Maliki juga. Tapi tasawufnya diikuti oleh semuanya, semuanya mengikuti."
"Keutamaan beliau tiada lain merupakan tawadhu. Lah wong ulama besar, terkenal kitabnya sudah ke seantero jagad. Kalau dimintai doa malah ketakutan, dimintai doa langsung wajahnya memerah, dan takut. Dan itulah sebuah konsep, baik dari Imam Ghazali, Syekh Abdul Qodir Jailani," terangnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut mengungkapkan saking tawadhunya Ibnu Abbad, ia sampai mengatakan "Kalau kalian ketemu seseorang, maka jangan sampai engkau menganggap orang yang baru ketemu itu lebih rendah daripada engkau. Tetapi anggaplah dia punya kelebihan yang kamu tidak tahu."
Lebih lanjut Kiai Miftach berpesan untuk meneladani Ibnu Abbad yaitu tidak menyepelekan orang lain, tetapi anggaplah orang tersebut punya kelebihan yang tidak kita miliki.
"Itu yang menjadi dasar. Kekeramatan, keutamaan, akan dicapai kalau kita ini modal dasarnya tawadhu. Tidak suka merendahkan orang, tidak suka menganggap orang lain lebih rendah daripada dirinya, husnudzon saja. Ini modal kemuliaan," pungkasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
LAZISNU Gelar Lomba dengan Total Hadiah Rp69 Juta, Ini Link Pendaftarannya
2
Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh
3
Kolaborasi LD PBNU dan LTM PBNU Gelar Standardisasi Imam dan Khatib Jumat Angkatan Ke-4
4
UI Minta Maaf soal Disertasi Bahlil Lahadalia, Kelulusan Ditangguhkan, Moratorium SKSG
5
Besok Sunnah Puasa Ayyamul Bidh Jumadal Ula 1446 H, Berikut Niat dan Keutamaannya
6
Sosiolog Sebut Sikap Pamer dan Gaya Hidup Penyebab Maraknya Judi Online
Terkini
Lihat Semua