Nasional

Kitab Kuning, Literasi Pesantren yang Kaya Kandungan Keilmuan

Rabu, 12 Juli 2023 | 18:00 WIB

Kitab Kuning, Literasi Pesantren yang Kaya Kandungan Keilmuan

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Prof Machasin saat mengisi Halaqah Ulama Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) bekerja sama dengan Kementerian Agama di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Rabu (12/7/2023). (Foto: Humas Pendis)

Lamongan, NU Online

Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Machasin mengatakan bahwa kitab kuning merupakan khazanah Islam, di mana di dalamnya mengandung banyak hal.


“Kitab Kuning mengandung banyak hal, pusaka khazanah Islam yang isinya macam-macam. Ihya (Ulumiddin) itu ringkasan Al-Qur’an dalam hal tasawuf, sementara Syamsul Maarif ringkasan Al-Qur'an dalam hal suwuk,” ujarnya pada pada Halaqah Ulama Nasional dengan tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning kerja sama antara RMI-PBNU dengan Kemenag di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu (12/7/2023).


Ia menegaskan bahwa kitab kuning yang isinya bermacam-macam. Kitab ini banyak ditulis di masa lampau. “Kitab kuning itu banyak ditulis di masa lampau, apakah masa lampau yang dekat seperti Syekh Sholeh Darat tahun 1819 M, atau yang lebih lama lagi Abdurrauf Singkil, meninggal 1693 di Aceh. Keduanya sama-sama belajar di Makkah, cuman beda jarak tahunnya yaitu 3 Abad," katanya.


Machasin menjelaskan bahwa di era sekarang, kitab kuning ini memiliki pesaing yang banyak, yaitu kitab putih yang ditulis oleh ulama-ulama modern. Kitab ini banyak di antaranya bertentangan dengan apa yang dianut oleh penulis kitab kuning.


Lebih lanjut, ia menceritakan bahwa kitab kuning sangat membantu dirinya ketika kuliah dulu semasa menempuh studi sarjana Sastra Arab. Jurumiyah dan Imriti yang ia pelajari semasa di pondok pesantren membantu dirinya memahami pelajaran yang diberikan oleh dosen.


“Isi kitab kuning selain tasawuf dan suwuk (obat), ada aqidah, ada fiqih, tafsir Qur’an, bahkan ada lain-lain yang dipelajari, seperti fiqih. Bekal yang saya peroleh dari Kitab Jurumiyah dan Imriti sangat membantu, kalau saya tidak tahu itu saya tidak paham apa yang disampaikan oleh dosen saya dulu,” terangya. 


Menurut Machasin, media sosial juga merupakan pesaing kitab kuning. Sebab, hal tersebut membuat orang lebih tidak sabar. “Kemudian pesaing yang sangat penting adalah media sosial yang itu menyebabkan orang tidak sabar membaca tetapi lebih mudah melihat gambar, lebih mudah dicerna gambar.”


Ia berpesan bahwa kitab kuning merupakan khazanah yang seharusnya dipelihara, memelihara bukan berarti menerima saja, tetapi mengembangkannya dan memupuknya. 


Kontributor: Malik Ibnu Zaman