Nasional MUNAS-KONBES NU 2012

Koruptor harus Dihukum Mati

Ahad, 16 September 2012 | 10:06 WIB

Kempek, NU Online
Koruptor boleh dan harus dihukum mati jika telah diadili dan pengadilan mempertimbangkan kesalahannya. Syarat untuk diterapkkannya hukuman mati ini adalah jika pelaku korupsi telah diberi sanksi namun tidak jera. Adapun teknis pembunuhan atas terpidana koruptor diserahkan kepada pihak yang berwenang. Boleh dengan diracun, dipancung, digantung, disuntik mati atau ditembak. <>

Hal itu menjadi salah satu keputusan sidang Komisi A Bidang Diniyyah Waqiiyyah dalam Bahsul Masail (pembahasan masalah-masalah agama dalam perspektif hukum Islam) di forum Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan Cirebon.

Ketua sidang Komisi A, KH Saifuddin Amsir MA menyatakan, apabila tidak ada cara lain untuk membuat jera koruptor, maka hukuman mati harus diterapkan sebagai satu-satunya metode untuk menghentikan kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan tersebut.  Para ulama, khususnya peserta sidang Komisi A, sepakat bahwa koruptor merusak sendi-sendi negara dan membunuh rakyat banyak secara sistematis. Jadi hukuman terhadapnya harus tegas dan keras. Namun tetap melalui proses persidangan dan pengadilan yang fair. 

"Korupsi itu sangat merusak. Tidak bisa diatasi selain dengan hukuman mati," tegasnya didampingi ketua tim perumus, KH Arwani. 

Dalam musyawarah, para peserta sidang Komisi A sempat berdebat tentang definisi korupsi, berapa nilai batas korupsi yang bisa dihukum mati, dan bagaimana cara menghukumnya. Seperti biasa, setiap delegasi yang mewakili propinsi, menyertakan argumennya berdasar dalil Al-Qur'an hadis Nabi maupun ta'bir dari kitab-kitab fiqih. Dinamis sekali para juru bicara PWNU tiap propinsi menyampaikan usulan atau jawaban. 

Meski namanya Munas Alim Ulama, peserta musyawarah ini banyak kyai-kyai muda atau gus-gus. Para juru bicara delegasi justru didominasi santri-santri muda usia 2-an tahun. Pandai sekali mereka memaparkan argumen, baik dengan Bahasa Arab maupun Indonesia. Sementara Rais Syuriyah yang menjadi pemimpin delegasi, biasanya cukup membisikkan saja apa yang perlu ditambahkan dalam argumen sang juru bicara. 

Lebih dari itu, berbeda dari Bahsul Masail model lama yang meja sidangnya dipenuhi ratusan kitab tebal-tebal, di forum ini kitab fisik hampir tidak disentuh, karena semua delegasi membawa kitab dalam bentuk digital. Yakni sebuah laptop atau netbook yang berisi bukan hanya ratusan kitab. Melainkan ribuan kitab yang untuk mencari isinya sangat cepat. Tidak perlu membolak-balik halaman kertas, melainkan cukup mengetikkan kata kunci di kolom, langsung tertampil isi bab yang dimaksud. Lengkap dengan keterangan nama kitabnya, nama pengarangnya, serta di halaman berapa dan terbit tahun berapa di kota mana. 

Salah satu juru bicara delegasi menyampaikan, "korupsi itu lebih seksi dari Lady Gaga dan lebih besar bahayanya bagi aqidah dan akhlak umat. Sebab kalau Lady Gaga hanya mengundang syahwat, koruptor merusak sistem dan tatanan dunia akhirat," ujar si jubir disahut tawa hadirin. Sontak suasana jadi cair. 

"Dok! dok! dok!.Alfaaatihah!,"  pemimpin sidang mengetuk palu tanda usai sidang dan mengajak baca ummul kitab. 

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan beberapa unsur syuriyyah PBNU sempat menunggui perdebatan yang menarik tersebut sebelum kemudian dia dan rombongan meninjau lokasi sidang komisi-komisi lain. Ulama utusan dari Aljazair juga sempat datang serta menyampaikan pidato singkat di sela pembahasan soal hukuman mati ini. 

Prof Dr syaikh Abdurrozzaq Qosum, Presiden of Algerian Muslims Scholars Association dalam sambutannya menyampaikan, setiap negara harus menjaga kemaslahatan rakyatnya. Dan ulama perlu menjaga kehidupan baik para umatnya. Hukuman mati itu sesuai dengan ajaran Islam yang disampaikan Allah dalam Al-Qur'an. Dia lantas mengutip ayat tentang hukuman qisos. 


Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: Ichwan