Nasional

Madrasah Diniyah Harus Berperan Aktif Atasi Radikalisasi Agama

Kamis, 7 April 2016 | 14:56 WIB

Surabaya, NU Online
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen meminta  Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT)  turut serta dan berperan aktif dalam penanganan radikalisasi pemahaman dan gerakan keagamaan yang berkembang di masyarakat. Sebab, menurut Mohsen, sebagai lembaga pendidikan keagamaan, MDT sangat strategis dalam penanaman faham keagamaan Islam rahmatan lil alamin.

Hal ini disampaikan Mohsen saat membuka acara Workshop Model Pembelajaran di MDT,  Surabaya, Rabu (06/04). Workhsop ini diikuti oleh Bidang Pontren Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), serta Madrasah Diniyah Takmiliyah utusan provinsi se-Indonesia. Demikian dikutip dari laman kemenag.go.id.

Dikatakan Mohsen yang juga mantan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Tengah, kemajuan teknologi dan informasi menjadikan keran impor pemahaman dan gerakan keagamaan dari luar sangat tidak bisa dibendung. Pada titik tertentu, pemahaman dan gerakan keagamaan impor itu mendegradasi karakteristik keagamaan khas Indonesia bahkan sekaligus mengancam eksistensi NKRI. 

“MDT harus memiliki komitmen terhadap NKRI dan pemahaman Islam yang rahmatan lil’alamin. Kurikulum MDT harus didorong untuk menciptakan alumni atau peserta didik yang nasionalis dan juru damai, bukan juru caci maki atau hina-menghina,” jelasnya. 

“Demikian juga, pejabat Kementerian Agama, kepala dan guru MDT harus “suci” dari pengaruh pemahaman atau gerakan keagamaan radikal itu,” tambahnya.

Posisi strategis MDT tidak berbanding lurus dengan minat belajar para siswa di lembaga pendidikan keagamaan ini. Karenanya, Mohsen memandang perlu adanya upaya perluasan akses penyelenggaraan MDT. Menurutnya, selama ini, MDT lebih banyak diselenggarakan masyarakat dengan jumlah santri yang masih sedikit, kurang 10% dari seluruh jumlah siswa sekolah umum. “Perlu ada terobosan baru. Baik di sekolah, perguruan tinggi, pondok pesantren, bahkan Rutan/LP perlu diadakan MDT, baik melalui pendidikan satuan pendidikan MDT maupun program pendidikan MDT,” jelasnya.

Ke depan, Kemenag akan mengajak Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) dan forum-forum Pendidikan Al-Qur’an untuk memperkuat peran masing-masing dalam penguatan pemahaman ekagamaan. Selain itu, diskusi perlu dilakukan  untuk  memperjelas diferensiasi antara MDT dengan Lembaga Pendidikan Al-Quran seperti TPQ, TPA, TQA. Selama ini, keduanya praksis Nampak memiliki sejumlah kemiripan, baik pada sasaran santri maupun kurikulum yang dikembangkannya. 

Mohsen mengaku khawatir  ketika ada Peraturan Daerah tentang Wajib Belajar MDT, misalnya, maka TPQ/TPA/TQA itu menjadi lenyap. “Saya ingin keduanya tetap dipertahankan,” tuturnya. Red: Mukafi Niam