Makna Strategis Muktamar Ke-34, NU Harus Dikelola Sebaik-baiknya
Selasa, 21 Desember 2021 | 09:00 WIB
Ketua Steering Committee (Panitia Pengarah) Muktamar Ke-34 NU Prof Muhammad Nuh (Foto: dok NU Online)
Malik Ibnu Zaman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Muktamar Ke-34 yang akan dilangsungkan di Lampung, 22-24 Desember 2021 memiliki makna yang strategis karena berada di penghujung 100 tahun pertama. Ini juga berarti NU harus menyiapkan 100 tahun kedua yang harus dikelola sebaik-baiknya.
"Jangan sampai justru di ujungnya ini itu menampakkan kegaduhan, menampakkan ketidakmampuan mengelola warisan yang begitu dahsyat. Lah ini tantangan yang terus terang yang paling berat begitu, terlepas dari dinamika ini dan seterusnya," kata Ketua PBNU Prof Muhammad Nuh pada tayangan Road to Muktamar Ke-34 NU Seri 8: Nahdlatul Ulama dan Tantangan Perguruan Tinggi diakses Selasa (21/12/2021) pagi.
Prof NU menegaskan warisan NU jangan sampai amburadul, harus dimatangkan, disiapkan dengan baik. "Makna strategisnya sekali lagi itu menyiapkan fondasi karena kita mau naik keseratustahun berikutnya, dan masa depan, serta program kerja lima tahun mendatang ini makna strategisnya," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Institusi tertinggi muktamar ini jangan direduksi sekedar memilih Rais 'Aam dan Ketua Umum. Tetapi keputusan-keputusan strategis yang luar biasa itu harus dihasilkan dalam Muktamar Ke-34 ini. "Bagi organisasi yang cerdas itu semakin banyak, semakin cerdas semakin banyak alternatif yang ditawarkan. Tapi bagi organisasi yang tidak cerdas, termasuk orang yang tidak cerdas itu orang yang ndak punya pilihan," jelas Ketua Steering Committee (Panitia Pengarah) Muktamar Ke-34 NU itu.
Ia mengatakan bahwa alternatif itu sebagai bagian dari ikhtiar untuk meneruskan NU di 100 tahun kedua. Prof Muhammad Nuh mengatakan bahwa kita ber-NU itu dalam rangka khidmat.
"Khidmat itu tadi dipakai untuk membangun peradaban, sehingga tema besarnya kemampuan yang harus kita arah NU ke depan itu bukan lagi mengerjakan sesuatu yang mungkin. Tetapi NU ke depan itu mengambil wilayah kemungkinan yang tidak mungkin," jelasnya.
Menurutnya kalau pengurus NU mengerjakan wilayah mungkin gampang, karena sudah mungkin. Padahal wilayah yang tidak mungkin jauh lebih luas dibanding dengan wilayah yang mungkin.
"Lah wilayah yang tidak mungkin itu memiliki nilai yang sangat luar biasa, di situlah yang namanya inovasi. Inovasi itu pada dasarnya adalah memungkinkan yang tidak mungkin, karena kalau itu wilayah kemungkinan itu continus improvement, perbaikan secara berkala. Itu kerjanya di wilayah mungkin. Tapi kalau inovasi itu kerjanya di wilayah nggak mungkin, tidak ada menjadi sesuatu yang ada," pungkas Nuh dalam serial web yang diadakan oleh NU Online bekerja sama dengan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua