Menikmati Memek di Bulan Ramadhan, Kuliner Khas Aceh yang Jadi Warisan Budaya Takbenda
Selasa, 25 Maret 2025 | 12:00 WIB

Memek, kuliner khas Aceh yang ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda pada tahun 2019. (Foto: Helmi Abu Bakar)
Helmi Abu Bakar
Kontributor
Simeulue, NU Online
Kabupaten Simeulue, sebuah pulau eksotis di barat Aceh, menawarkan lebih dari sekadar panorama laut biru dan ombak yang menggoda para peselancar. Di balik keelokan alamnya, tersimpan warisan kuliner yang kini menjadi primadona, terutama menjelang berbuka puasa, yakni memek.
Meski namanya terdengar unik dan terkadang mengundang senyum, memek adalah bukti hidup ketahanan budaya dan semangat kebersamaan masyarakat Simeulue. Bahkan Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2019 menetapkan kuliner ini sebagai warisan budaya tak benda. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 362/M/2019 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2019 yang ditandatangani pada 24 September 2019.
Penghargaan tersebut menjadi bukti bahwa memek bukan sekadar makanan, melainkan representasi dari kearifan lokal, kreativitas, dan kekuatan kolektif masyarakat Simeulue dalam menjaga tradisi. Pasalnya, Kemendikbud juga memasukkan memek dalam domain kemahiran dan kerajinan tradisional.
Azwar A Gani, Ketua PW Ansor Aceh yang akrab disapa Baginda, mengungkapkan kebanggaannya atas pengakuan tersebut. “Ini adalah momentum bagi kita untuk lebih mengenalkan memek ke kancah nasional, bahkan internasional. Apalagi saat Ramadhan, ketika banyak wisatawan lokal dan mancanegara datang ke Aceh untuk menikmati kuliner khas,” ujarnya.
Baginda juga mengapresiasi antusiasme generasi muda yang mulai melirik kuliner tradisional. “Ketika anak muda mau mengenal dan melestarikan kuliner warisan, itu artinya budaya kita akan terus hidup. Ini yang harus kita dukung,” tegasnya.
Senada, tokoh agama dari Pantai Barat Selatan Khairul Huda menyebut memek bukan sekadar makanan, melainkan simbol ketahanan dan kreativitas masyarakat dalam menghadapi masa sulit.
"Menurut cerita orang tua kami, saat penjajahan Jepang, warga menyembunyikan beras dari tentara penjajah. Mereka mengolah beras ketan dengan cara dikunyah bersama pisang sebagai sumber energi. Dari situlah lahir istilah 'mamemek', yang artinya mengunyah," ujarnya, kepada NU Online pada JUmat (21/3/2025).
Seiring waktu, tradisi ini berkembang. Beras ketan disangrai, dicampur dengan pisang tumbuk kasar, lalu dimasak bersama santan dan gula, menciptakan harmoni rasa manis, gurih, dan sedikit asin dari sejumput garam.
Bagi generasi muda Simeulue, Aceh dan seluruh Nusantara, menurutnya, mencicipi memek bukan hanya menikmati sensasi rasa yang unik, melainkan juga menyelami sejarah yang berdenyut di setiap suapan.
"Di tengah arus globalisasi yang kian deras, memek menjadi pengingat bahwa identitas dan warisan budaya adalah harta yang harus dijaga, diwariskan, dan dirayakan bersama," katanya.
Kuliner sederhana ini menjadi magnet baru bagi generasi muda, khususnya menjelang Ramadhan. Haris Munandar alias Atok, pemuda asal Bireuen yang dikenal hobi menjelajah kuliner Aceh, mengaku jatuh cinta pada memek saat pertama kali mencicipinya di sebuah acara kenduri.
“Rasanya unik. Tekstur beras ketan yang masih sedikit kasar ketemu lembutnya pisang, plus aroma khas dari beras yang disangrai bikin ketagihan. Apalagi kalau disajikan dingin, cocok banget buat berbuka puasa,” ujarnya bersemangat.
Haris bercerita, saat Ramadhan, banyak pemuda sepertinya rela menempuh perjalanan jauh ke Simeulue hanya demi berburu memek yang otentik. Kuliner ini biasanya disajikan saat acara buka puasa bersama atau dijual di pasar takjil dadakan.
“Sekarang banyak yang bikin versi kekinian. Ada yang tambahin nangka, cokelat, sampai sirup pandan. Tapi buat saya, yang original tetap juara,” tambahnya sambil tersenyum.
Lebih dari sekadar makanan, memek juga memiliki peran sosial yang kuat. Ia menjadi sajian wajib saat kenduri, simbol kebersamaan dalam acara gotong royong, dan ekspresi rasa syukur saat panen melimpah. Ketika Ramadhan tiba, memek hadir sebagai pemanis.
“Kalau di Simeulue, buka puasa rasanya kurang lengkap tanpa memek. Ini semacam makanan yang mengikat rasa kekeluargaan. Biasanya kami makan bareng di balai-balai bambu, sambil cerita-cerita tentang masa lalu,” kata Khairul Huda mengenang.
Tradisi ini, meskipun sederhana, menjadi salah satu cara masyarakat Simeulue mempertahankan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang semakin langka di era modern.
Menjaga Warisan, merawat identitas
Era digital dengan perubahan disegala lin dan derasnya popularitas yang kian meningkat, ada tantangan besar yang harus dihadapi: keberlanjutan tradisi. Proses pembuatan memek yang memakan waktu, serta ketahanannya yang singkat karena menggunakan santan segar, menjadi kendala tersendiri dalam memperluas distribusi kuliner ini.
Baginda menambahkan berdasarkan informasi bahwa masyarakat setempat, komunitas pemuda dan Pemkab mulai menginisiasi pelatihan membuat memek bagi generasi muda. Mereka juga mengembangkan inovasi pengemasan vakum agar memek bisa bertahan lebih lama dan dijual sebagai oleh-oleh khas Simeulue.
“Kami ingin memek bisa dikenal luas, tapi tetap menjaga keaslian rasanya. Jangan sampai demi mengejar tren, nilai sejarah dan filosofi di baliknya malah terlupakan,” tegasnya.
Memek bukan sekadar kuliner biasa. Ia adalah potret keteguhan masyarakat Simeulue, yang mampu mengubah keterbatasan menjadi kekayaan budaya. Setiap butir beras ketan yang mengeras dalam kunyahan, setiap serat pisang yang melumer dalam santan, adalah saksi bisu perjalanan panjang sebuah masyarakat yang gigih mempertahankan jati dirinya.
Terpopuler
1
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Kembali Suci dengan Ampunan Ilahi dan Silaturahmi
2
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Istri, Anak, Keluarga, hingga Orang Lain, Dilengkapi Latin dan Terjemah
3
Habis RUU TNI Terbitlah RUU Polri, Gerakan Rakyat Diprediksi akan Makin Masif
4
Fatwa Larangan Buku Ahmet T. Kuru di Malaysia, Bukti Nyata Otoritarianisme Ulama-Negara?
5
Kultum Ramadhan: Mari Perbanyak Istighfar dan Memohon Ampun
6
Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil
Terkini
Lihat Semua