Nasional JELANG MUNAS-KONBES

NU Ingin Kembalikan Kedaulatan Petani

Senin, 3 September 2012 | 08:09 WIB

Makassar, NU Online
Musyawarah nasional (Munas) dan Konferensi besar (Konbes) NU yang akan berlangsung pada 14-17 September di pesantren Kempek Cirebon di antaranya akan mengagendakan mengembalikan kedaulatan petani.<>

Dalam rangka mencari masukan mengenai masalah pertanian dan pangan, PBNU menggelar sebuah seminar pra munas bertema “Dampak Liberalisasi di Sektor Pertanian dan Pangan” di Makassar, Senin, 3 September 2012.

“NU ingin mengembalikan kedaulatan petani. Kalau tidak, negara akan kualat dan rakyat jadi melarat,” kata Hilmi Muhammadiyah, ketua PBNU yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Acara sengaja digelar di Makassar mengingat daerah ini menjadi salah satu basis warga NU dan pertanian merupakan salah satu sektor penting di Sulawesi Selatan.

Prof Dr Muhammad Yunus yang menjadi pembicara dalam pertemuan tersebut mengatakan, perdagangan bebas merupakan upaya menurunkan hambatan dalam perdagangan internasional antar negara. Pertanian juga salah satu sektor yang mengalami liberalisasi. Dengan liberalisasi, maka akan terjadi persaingan yang menyebabkan hanya produsen yang paling efisien yang bisa bertahan.

“Kalau petani kecil diperlakukan sama seperti itu, maka bisa kolaps,” paparnya.

Bukan berarti ia menolak adanya liberalisasi. Hal tersebut boleh dilakukan secara selektif apabila masyarakat sudah siap dan mampu mengikuti standar harga internasional. Kebenaran ilmiah bahwa liberalisasi menguntungkan semua pihak ternyata memiliki fakta yang berbeda dengan yang ada di lapangan.

Sementara itu Tedjo Pramono, dari La via Campesina menegaskan liberalisasi telah menjadi mesin pembunuh bagi para petani yang menyebabkan mereka tidak berdaulat atas dirinya. Mereka sama sekali tidak memiliki bargaining position di tingkat internasional. Maraknya industri kepala sawit di Indonesia ternyata telah menyebabkan penderitaan jutaan petani kelapa biasa di India dan petani soya di Eropa.

Ia tidak setuju dengan model pertanian terspesialisasi di area lahan tertentu karena menyebabkan musnahnya keanekaragaman hayati di lahan tersebut. Menurutnya, pertanian cukup memanen dari proses metabolisme alam, sementara proses spesialisasi menyebabkan diperlukannya pupuk, insektisida pembunuh serangga yang menyebabkan rusaknya tanah dan hancurnya biodiversitas.

“Sejak tahun 2008 telah terjadi serangan hama werang akibat pemakaian pestisida yang berkepanjangan. 

Revitalisasi pertanian model Amerika dan Eropa menurutnya tidak pas karena akan menjerumuskan Indonesia dalam kehancuran.

“Kita harus keluar dari model yang ada, yang menyebabkan petani kecil tetap kecil dan terjadi akumulasi kapital pada pemilik modal untuk kemewahan dan hedonisme, tetapi menyebabkan terjadinya krisis kemanusiaa disisi lain,” paparnya.

Ia sangat berharap Munas NU di Cirebon ini mampu menyelamatkan para petani. Terdapat tiga pilar pertanian untuk kehidupan, pertama reforma agraria, yaitu mencegah spekulasi dan akumulasi tanah pada sekelompok kecil orang, sementara banyak orang lain memerlukan untuk hidup.

Selanjutnya adalah agro ekonologi, yaitu  bertani semata memaneh dari mekanisme alam dan terakhir adalah kedaulatan pangan, berani menolak impor pangan dengan menyediakan lumbung pangan, pangan untuk kehidupan dan pemulihan ekologi. Dalam hal ini, pertanian keluarga harus menjadi sistem pertanian yang terbesar, sementara usaha industri cukup menjadi bagian yang kecil. 

Hadir pada acara tersebut, pengurus wilayah NU, badan otonom, lembaga NU serta para pemerhati masalah pertanian di Sulawesi Selatan.


Penulis: Mukafi Niam