Pakar Tanggapi Dampak Pemangkasan Anggaran Kementerian untuk Program MBG
Ahad, 16 Februari 2025 | 13:49 WIB

Uji coba makan bergizi gratis di SDN 04 Cipayung, Jakarta Timur, Senin (26/8/2024). (Foto: dok Pemprov DKI)
Ayu Lestari
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pakar kebijakan publik, Athor Subroto menanggapi polemik pemangkasan anggaran Kementerian untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) terhadap anak-anak dan ibu hamil.
Hal ini relevan dengan adanya efisiensi anggaran belanja APBN dan APBD 2025 dari penghematan anggaran dari Kementerian atau lembaga seharga Rp256,1 Triliun, dan penghematan anggaran Transfer ke daerah Rp50,5 Triliun. Alhasil anggaran yang semula berkisar Rp 100 Triliun menjadi Rp 306,7 Triliun.
Kendati begitu, Athor tak memungkiri kekhawatiran pemangkasan anggaran kementerian untuk Makan Bergizi Gratis dapat memicu kemacetan birokrasi dan pelayanan masyarakat. "Saya rasa tidak. Walaupun memang kemungkinan itu bisa terjadi sewaktu-waktu. Karena kiranya penghematan ini disasar untuk penghematan dari Kementerian dan lembaga yang kepentingannya bersifat sekunder maupun tersier," kata Athor dalam wawancara dengan NU Online, Selasa (11/2/2025)
"Kalau untuk dialokasikan MBG itu pas, tentu saja bagus menjamin adanya government spending. Tantangan spending government terencana dan terealisasi dengan baik. Berharap kondisi yang baik, perencanaan lebih detail jadi program MBg bisa terpenuhi," jawab Athor.
Athor mengatakan bahwa penangkasan ini kejadian yang lumrah sebab untuk menjaga kelangsungan program prioritas bisa dilakukan baik dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
"Poin yang perlu diperhatikan semestinya yakni kebutuhan selama menjalankan program makan bergizi gratis, seperti biaya perjalanan, kebutuhan alat tulis, perjalanan dinas, sewa mobil dan gedung, serta acara seremonial, rapat dan lain-lain. Kalau untuk jangka pendek ini perlu diantisipasi, walaupun sebenarnya itu akan dikompensasi pemerintahan yang lalu melalui makan bergizi gratis," tandasnya.
Seperti halnya di dalam sektor pertanian. Athor mengatakan alangkah lebih baik jika pemangkasan anggaran juga diimbangi dengan supporting yang lebih lama.
"Jadinya efek pemangkasan ini saya kira agak cukup panjang hasilnya, dan pasti perlu pertimbangkan oleh pemerintah," terangnya.
Tak hanya itu, Athor mengatakan Pemerintah memiliki alasan mendasar atas keputusannya dalam pemangkasan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG), "Sebenarnya tidak masalah mau dipangkas berapa saja, namun yang saya khawatirkan apabila terjadi pemangkasan namun dalam pelaksanaannya tidak berjalan dengan optimal. Maka dari itu pemerintah perlu mempersiapkan jangka panjang dari program ini," sambung Athor.
Kendati demikian, Athor mengklasifikasi dari salah satu program unggulan presiden ini dalam memperoleh target berdasarkan waktunya.
"Target utama dalam beberapa jangka pendek tentu pemenuhan janji politik pak Prabowo. Untuk jangka menengahnya untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, jadi kita bisa menginventarisir apa saja yang harus dicukupi, lalu jangka panjangnya dapat mempengaruhi kualitas asupan gizi nasional, serta kondisi kesehatan bagi anak-anak dan ibu hamil," tegasnya.
Menurut Athor, adanya Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi shock therapy bagi publik supaya kebutuhan pangan perlu dipenuhi. "Saya kira, kebijakan knk patut diupayakan dan harus segera mungkin dimulai. Jangan hanya di beberapa kawasan kota saja," lanjut Athor Subroto.
Tentu saja program Makan Bergizi Gratis ini memerlukan instensitas yang lama guna melihat progres dan dampak baik yang dirasakan anak-anak dan ibu hamil, "Maksimal 10 tahun. Walaupun pada akhirnya suatu saat presidennya berganti, setidaknya program MBG memiliki dampak yang jelas," jelasnya.
Walaupun begitu, pemangkasan anggaran dana bagi Makan Bergizi Gratis ini cukup krusial jika dilihat dari indeks kebutuhan gizi anak dan ibu hamil hanya Rp10 ribu per hari. "Kalau dipikir-pikir secara umum 10 ribu itu hanya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya saja. Tidak bisa secara kompleks. Apalagi kebutuhan setiap anak itu berbeda-beda," tutur Athor.
Lantaran kondisi geografis sangat berbeda, tentunya pemerintah dapat menganalisis lebih lanjut. Salah satunya berkaitan dengan melibatkan sumber-sumber panganan lokal. "Paling tidak melibatkan UMKM, peternak lokal, pedagang sayur organik, dan lain sebagainya. Disamping itu, perlu identifikasi sumber-sumber apa saja yang bisa didistribusikan," ungkapnya.
Apalagi program sebesar ini rawan dengan tindakan korupsi yang sering terjadi di Indonesia. Bagi Athor, korupsi tentu menjadi penghambat utama. Perlu dilakukan transparansi setiap lini MBG rawan dikorupsi tanpa pengawasan dari publik yang terlibat akan menggangu proses penerapan MBG, "Memang perlu kewaspadaan ekstra, supaya kejadian-kejadian tak diinginkan tidak terjadi, apalagi jika merusak bahan baku untuk program MBG. Jadi perlu sekali ada laporan dan controlling per hari di setiap daerah," pungkasnya.
Terpopuler
1
KH Bisri Syansuri (1): Nasab dan Sanad Keilmuan
2
Reshuffle Perdana Kabinet Merah Putih: Brian Yuliarto Jadi Mendiktisaintek Gantikan Satryo Brodjonegoro
3
Tak Ada Respons Istana, Massa Aksi Bertahan hingga Malam
4
Cara Gus Baha Sambut Ramadhan: Perbanyak Ngaji
5
Khutbah Jumat: Marhaban Ramadhan, Raih Maghfirah dan Keberkahan
6
Ribuan Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Gelap di Patung Kuda
Terkini
Lihat Semua