Syifa Arrahmah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) mengadakan konsultasi yang dilaksanakan secara daring 13 Maret lalu dengan mengundang perwakilan ulama perempuan dan perempuan ulama se-Pulau Jawa. Meskipun diadakan secara daring mengingat situasi masih pandemi, keterlibatan para partisipan dalam konsultasi tersebut berjalan secara aktif dan komunikatif sehingga menghasilkan gagasan-gagasan inspiratif dan inovatif bagi KUPI jelang Kongres II tahun 2022 mendatang.
Nyai Najhah Barnamij, salah seorang peserta Dawrah Kader Ulama Perempuan (DKUP) Muda 2021. Dalam catatannya, ia mengangkat tema Pesantren, Ibu Nyai, dan Kesetaraan Gender.
Nyai Najhah menyebut, pesantren menjadi lembaga pendidikan tertua yang lahir dari peradaban yang dibangun oleh kaum santri. Dahulu pesantren hanya dipersepsikan untuk menimba ilmu agama saja.
Namun, kini pesantren menjelma menjadi lembaga multiperan. Bukan hanya ilmu keagamaan, tetapi juga ilmu kebudayaan, kesenian, kewirausahaan, sosial, dan pemberdayaan masyarakat secara luas. Peran-peran tersebut tetap dalam ruh tafaqquh fiddin.
"Pesantren yang seluruh santrinya diasramakan merupakan potensi besar untuk membangun kesadaran gender sehingga ke depannya mereka dapat menjadi pribadi yang kuat dalam beragama, juga memiliki pemahaman yang baik baik dalam memandang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan," ujar Nyai Najhah.
Kepala Bidang Ekonomi Pondok Pesantren KHAS Kempek menerangkan, pentingnya peran ibu nyai di lingkungan pesantren dalam mengelola urusan-urusan yang bersifat domestik hingga beberapa hal lainnya. Seperti ketika seorang santri tidak berani berdawuh langsung kepada pak kiai, tak jarang sosok Ibu Nyai di sini hadir menjadi fasilitator pengantar pesan yang hendak disampaikan kepada pak kiai.
"Wejangan-wejangan yang disampaikan ibu nyai merupakan hal yang ditunggu oleh para santrinya. Karena bagi mereka, itu merupakan sangu urip (bekal hidup). Sebab itu, seorang ibu nyai harus memiliki kesadaran gender dan berperan sebagai penegak keadilan yang mampu memberikan pengaruh dan doktrin terhadap santri-santrinya," tuturnya.
Nyai Najhah juga menyampaikan, sosok Bu Nyai inspiratif adalah yang mampu membawa coming out pasangannya agar dapat membumikan nilai-nilai adil gender sebagai upaya mewujudkan pesantren yang menjunjung tinggi kesetaraan, sehingga dapat memberikan ruang seluas-luasnya bagi laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan potensi juga kemampuannya.
"Seorang Nyai harus membekali dirinya dengan pemahaman yang luas tentang keagamaan, serta penguasaan agama yang dibalut konsepsi Islam yang kontekstual, bukan tekstual. Memandang setiap hal dengan ainurrahmah (pandangan kasih sayang) baik itu yang terjadi kepada laki-laki atau pun perempuan," kata perempuan yang kini menjabat sebagai Bendahara Umum Bank Wakaf Mikro KHAS Kempek ini.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua