Pernyataan Lengkap Ketum PBNU kepada Para Pemred Media Nasional tentang R20
Jumat, 14 Oktober 2022 | 06:00 WIB
R20 merupakan Ikhtiar untuk Mencari Solusi Masalah Global yang Pelik
Pernyataan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf kepada para Pemimpin Redaksi Media Nasional di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022)
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sudah mempersiapkan segala keperluan teknis penyelenggaraan R20 yang akan digelar pada 2 dan 3 November di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali. Kegiatan tersebut disambung dengan program tiga hari di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 4, 5, dan 6 November.
Acara di Bali akan diisi diskusi di antara para pemimpin agama dari seluruh dunia. Kemudian, kami mengajak para partisipan ke Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk memberikan sekilas pengalaman kepada mereka tentang mengapa kita, orang Indonesia, punya inisiatif seperti ini. Kami juga mengajak mereka untuk bertemu Sultan Hamengkubuwana X sembari melihat Keraton Yogyakarta lalu dilanjutkan mengunjungi Candi Borobudur.
Kami mengajak para partisipan ke Candi Borobudur untuk memperlihatkan kepada mereka bagaimana komunitas Muslim merawat, menjaga, dan memelihara sebuah situs Buddha. Bahkan, umat Islam mendukung penahbisan candi itu sebagai pusat peribadatan umat Buddha. Begitu pula dengan Candi Prambanan.
Lalu, kami akan mengajak mereka ke Perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, sebuah perpustakaan yang sangat unik. Dunia perlu tahu soal ini. Ketika UII hendak membangun kompleks kampus yang baru dan mulai mengerjakan konstruksinya pada 2009, tiba-tiba di situ ditemukan situs candi Hindu. Akhirnya, rencana konstruksi dan rencana arsitektur dari bangunan itu langsung diubah.
Dan sekarang candi itu ada di tengah-tengah kampus UII. Sesuatu yang buat kita biasa-biasa saja, tapi mungkin akan meninggalkan kesan yang tidak biasa-biasa saja bagi orang Arab, orang Eropa, atau orang India. Mereka harus tahu ini supaya mereka dapat memahami mengapa kita menggagas hubungan harmonis antaragama.
***
Hingga saat ini, kami sudah mengantongi lebih dari 150 partisipan internasional yang telah mengonfirmasi keikutsertaan mereka dalam forum R20, termasuk 40 orang pembicara. Di antara yang sudah mengonfirmasi adalah Profesor Marry Ann Glendon dari Harvard University, Amerika Serikat dan Archbishop Thomas Schirrmaker dari World Evangelical Alliance, Jerman. Kami mendapat konfirmasi kehadiran juga dari Dr. Hamdan Musallam Al-Mazrouei dari Abudhabi. Tentu saja Dr. Muhammad bin Abdul Karim Al-Issa hadir pula karena beliau merupakan Sekjen Rabithah al-‘Alam al-Islami (Liga Muslim Dunia) yang akan menjadi co-host dari R20.
Mungkin masih ada yang bertanya, mengapa Rabithah al-‘Alam al-Islami terlibat dalam R20?
Saya perlu menceritakan latar belakangnya. Gagasan kami untuk menyelenggarakan forum internasional pemimpin-pemimpin agama seluruh dunia memang sudah ada sejak lama. Sesudah Muktamar ke-34 NU di Lampung akhir bulan Desember 2021, saya langsung melakukan konsolidasi untuk mengerjakan konseptualisasi dari gagasan itu. Pada saat itulah saya menyadari bahwa di tahun 2022 ada forum G20 yang dituanrumahi oleh Indonesia sebagai pemegang presidensinya.
Maka pada Maret 2021, saya menghadap Presiden Joko Widodo dan mohon izin kepadanya untuk nebeng forum G20. Bahasa saya persis “nebeng”. Saya jelaskan kepada Presiden secara garis besar mengenai gagasan itu dan beliau setuju. Kemudian kita namai Religion of 20 atau R20. Dari situlah kami mulai mengerjakan secara lebih spesifik dalam konteks G20. Kami menjalin komunikasi dengan berbagai pihak sedemikian rupa. Kami mendapatkan tanggal pelaksanaan juga dari Presiden, yaitu tanggal 2 dan 3 November 2022.
Setelah menunaikan ibadah haji, yaitu pada 12 Juli 2022, saya diundang oleh Rabithah untuk datang ke kantor pusat mereka di Makkah untuk bertemu dengan Dr. Muhammad bin Abdul Karim Al-Issa. Sejak awal, saya memang berniat mengundang Syekh Al-Issa hadir dalam forum R20. Maka saya jelaskan kepada beliau gagasan forum ini dan ternyata Rabithah tertarik untuk terlibat dalam kerja sama penyelenggaraan.
Sambutan itu tentu saja sangat menggembirakan buat kami. Lalu, kami segera menindaklanjutinya. Ini melibatkan negosiasi yang lumayan ketat dengan Rabithah. Sampai kemudian, pada 14 Agustus 2022, sebulan sesudah bertemu Syekh Al-Issa, saya, atas nama PBNU, dengan Syekh Al-Issa, atas nama Rabithah, menandatangani memorandum of understanding antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Rabithah al-‘Alam al-Islami. Untuk penyelenggaraannya, sebagai host ada dua pihak, yakni PBNU dan Rabithah.
***
Kami mendapat konfirmasi bahwa Paus Fransiskus akan mengirimkan pidato terekam untuk disampaikan dalam forum R20. Banyak tokoh internasional lain yang sudah memberikan konfirmasi untuk hadir dan ada beberapa yang masih kami tunggu.
Dari daftar partisipan yang sudah memberi konfirmasi itu, kami sangat percaya forum R20 bisa menjadi event yang dianggap sangat signifikan, bukan hanya dalam konteks keagamaan, tapi juga dalam konteks geopolitik. Tokoh-tokoh yang akan hadir adalah mereka yang punya leverage, punya reputasi dunia, dan punya kedudukan geopolitik yang sangat kuat.
Karena keterbatasan peserta, mungkin hanya akan ada sekitar 400 orang yang hadir. Dari jumlah tersebut, 170-an peserta berasal dari luar negeri. Selebihnya adalah peserta dalam negeri dari kalangan pemuka agama.
Kami juga sudah mendapatkan informasi dari Presiden bahwa beliau akan hadir untuk memberikan pidato pembukaan R20 pada 2 November 2022. Disusul oleh Syekh Al-Issa dan Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.
Sekarang ini, R20 telah resmi dinyatakan oleh pemerintah Indonesia sebagai official engagement group dalam G20. Karena itu, R20 dicanangkan sebagai agenda tahunan yang menyertai G20.
Kami telah menjalin kontak dengan beberapa pemimpin agama di India. Bukan hanya dari kalangan Hindu, tapi juga dari kalangan Muslim dan Kristen. Mereka sudah mengonfirmasi akan meneruskan pelaksanaan R20 di India tahun depan karena India akan mendapat giliran presidensi G20. Nanti akan ada serah terima antara Indonesia, dalam hal ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dengan India.
Kami juga sudah melakukan pembicaraan dengan berbagai pihak di Brazil yang akan menjadi penyelenggara G20 tahun 2024. Setelah Brazil, presidensi G20 dipegang Afrika Selatan dan seterusnya sehingga R20 akan menjadi agenda tahunan pada setiap penyelenggaraan G20.
Kami menginginkan supaya R20 bukan sekadar forum kumpul-kumpul, bukan hanya forum dengan peserta yang datang dan pulang tanpa ada konteks strategisnya. Kami berkehendak agar seluruh rangkaian R20 dari tahun ke tahun merumuskan strategi global untuk mendorong apa yang diinginkan bersama oleh komunitas-komunitas agama di seluruh dunia, yaitu suasana global yang lebih adil dan lebih harmonis yang diilhami oleh nilai-nilai mulia dan nilai-nilai rohaniah dari agama-agama.
Jadi, apa yang nanti dibicarakan di India merupakan kelanjutan dari apa yang didiskusikan di Bali, begitu seterusnya di Brazil dan di Afrika Selatan. Karena itu, dibentuklah markas permanen untuk R20. Dalam kaitan ini, PBNU menjalin kerja sama dengan sebuah organisasi di Amerika Serikat, namanya CSCV (Center for Shared Civilizational Values). Organisasi ini berbasis di North Carolina dengan pendirinya adalah KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus). Saya, atas nama PBNU, dengan Gus Mus, atas nama CSCV, sudah menandatangani MoU pada Mei lalu di Jakarta. Maka, yang akan bertindak sebagai sekretariat permanen R20—di samping sekretariat panitia dari masing-masing negara penyelenggara—adalah CSCV.
Ada sejumlah tokoh internasional yang berperan dalam sekretariat permanen tersebut. Di sana ada C. Holland Taylor, ahli diplomasi publik yang sudah bekerja sejak bersama Gus Dur kemudian dilanjutkan bekerja dengan Gus Mus dan sekarang membantu kami. Ada lagi Timothy Samuel Shah, doktor dari Harvard. Dia adalah ahli dalam hubungan antaragama. Kemudian di sana juga ada Robert W. Hefner, ahli Islam Indonesia sekaligus presiden asosiasi indonesianis internasional. Ada pula Imam Yahya Pallavicini, orang Italia yang sudah Muslim dari generasi kedua keluarganya dan menjadi pemimpin komunitas Muslim di negaranya.
Kita juga mendapatkan konfirmasi dari Yang Mulia Swami Govind Dev Giri Maharaj, pendiri Gita Pariwar, organisasi Hindu di India, dan Yang Mulia Yoshinobu Miyake, ketua International Shinto Association dari Jepang.
***
Pada hari ke-1 R20, kami menyuguhkan dua panel besar dengan para pembicara yang datang dari berbagai negara. Panel pertama bertajuk ‘identifying and embracing values shared by the world’s major religions and civilizations’. Ada Profesor Marry Ann Glendon yang menjadi keynote speaker dalam panel ini. Sedangkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas akan menyampaikan uraian tentang Pancasila. Kemudian ada Profesor Alberto Melloni dari Italia, Andres Prastana Arango dari Kolombia, dan Peter Berkowitz dari Hoover Institution, AS.
Panel kedua mengambil tema ‘historical grievances, truth-telling, reconciliation, and forgiveness’. Panel ini mengungkap kenyataan pengalaman kita selama ini tentang hubungan antaragama dan bagaimana kita memperbaiki relasi tersebut. Dalam panel ini, yang akan menyampaikan pidato utama adalah Bashar Matti Warda, Uskup Agung Gereja Katolik Kaldea dari Irbil, Irak.
Mengapa Uskup Agung Bashar yang kami angkat sebagai pembicara kunci? Di Irak, populasi Kristen mulanya berjumlah tidak kurang dari 3,5 juta. Sekarang, hampir 20 tahun setelah Perang Irak, populasi mereka tinggal kira-kira 200.000 orang. Kita bisa bayangkan apa yang mereka alami kala berhadapan dengan ISIS, berapa orang yang terbantai, berapa orang yang lari, dan berapa orang yang tidak jelas keberadaannya.
Kemudian, pada hari ke-2, ada tiga panel besar yang kami suguhkan. Panel pertama bertajuk ‘what values do our respective traditions need to relinquish, to ensure, that religion functions as a source of genuine solutions, and not problems, in the 21st century?’ Dalam panel ini, pembicara kuncinya adalah Rabi Alan Brill dari Seton Hall University, AS yang memaparkan tentang rekontekstualisasi ajaran-ajaran agama yang usang dan problematis. Masing-masing agama sebetulnya punya elemen-elemen yang bermasalah dalam ajarannya. Dalam Islam, misalnya, ada nilai lama tentang orang kafir halal darahnya, agama lain juga memiliki masalah serupa. Hal-hal inilah yang hendak disampaikan Rabi Alan Brill untuk mengetahui apa saja ajaran-ajaran problematis dalam agama supaya agama tidak lagi dianggap sebagai sumber masalah.
Pembicara lain di antaranya Rabi Silvina Chemen dari Argentina dan Uskup Matthew Hassan Kukah dari Nigeria. Kita tahu, sudah sekian lama pemeluk Kristen di Nigeria mengalami persekusi luar biasa oleh Boko Haram. Hassan Kukah adalah uskup Katolik yang sangat kuat menyuarakan penderitaan umat Kristiani di sana. Kami kirimkan pula perwakilan dari NU, Kiai Ulil Abshar Abdalla, untuk berbicara tentang gagasan pengembangan fikih peradaban. Kami juga mengundang Profesor Amin Abdullah dari Muhammadiyah dan Profesor Rudiger Lohlker dari Austria.
Panel ke-2 mengangkat tema ‘what values do we need to develop to ensure peaceful co-existence and why?’ Panel ini mendiskusikan tentang apa yang harus kita bangun bersama supaya kita bisa hidup berdampingan secara damai. Ada Pendeta Thomas K. Johnson dari World Evangelical Alliance dan Romo Paolo Benanti dari Pontifical Academy for Life, Vatikan. Ada pula Kotapitiye Rahula Thera dari Sri Lanka. Beliau adalah ahli tentang Pancasila. Beliau akan kami minta berbicara soal Pancasila sebagai kunci untuk membangun kualitas kehidupan publik. Kami juga mengundang Ketua Kamar Dagang Indonesia, Arsjad Rasjid, untuk berbicara tentang bagaimana memasukkan nilai-nilai agama ke dalam bisnis supaya bisnis tidak lagi sekadar mencari untung dan mengumpulkan uang, tapi di dalamnya ada nilai-nilai spiritual dan kemuliaan.
Kemudian ada Dr. Marcella Szymanski dari Meksiko. Beliau akan memaparkan bagaimana lembaga-lembaga masyarakat, termasuk pemerintah, bisa menyusun kebijakan yang tidak meninggalkan nilai-nilai moral dan spiritual dari agama.
Pada panel ke-3 atau yang terakhir, kami membuka diskusi tentang ekologi spiritual. Kami mengaitkan tema panel ke-3 dengan gagasan tentang alam, harmoni manusia dengan alam, dan ekologi.
Pembicara kunci panel ini, Imam Yahya Pallavicini, membicarakan perihal Islam rahmatan lil 'alamin. Dalam hal ini adalah bagaimana Islam betul-betul dihadirkan sebagai sumber kasih sayang atau rahmat universal. Kami juga akan meminta pandangan dari kalangan non-Muslim. Ada Swami Mitrananda dari India yang berbicara tentang cosmic order dari sudut pandang Hindu. Ada juga Bhante Sri Pannavaro dari Candi Mendut, Wakil Presiden World Theravada Sangha di Indonesia, dan Rabi Arthur Green dari AS.
Hingga hari ini, agenda-agenda di atas sebetulnya sudah relatif final. Tapi kami tetap membuka ruang untuk perubahan-perubahan minor, mengingat hari-hari ini dunia ini sedang dalam situasi yang sangat dinamis sekaligus tidak menentu.
Selama 7 bulan terakhir, kami memang melakukan pekerjaan yang bisa disebut “gila-gilaan”; ke sana-ke mari bukan hanya di level domestik, tapi juga internasional. Ini kami lakukan tidak lain karena ingin memberikan kontribusi dalam perjuangan bersama seluruh umat manusia untuk mencari jalan keluar dari berbagai masalah global yang pelik, rumit, sekaligus luar biasa berbahaya. ***
R20 digagas pada Januari 2022 oleh KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan diketuai secara bersama oleh PBNU dengan Liga Muslim Dunia, organisasi yang berbasis di Makkah. Misi utama R20 adalah mewujudkan kerja sama semua agama dan bangsa di dunia untuk mendorong terciptanya struktur politik dan ekonomi global yang selaras dengan nilai-nilai luhur setiap agama.
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
3
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
4
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
5
Fikih Perempuan: Keadilan dan Kesetaraan dalam Islam
6
Pencak Silat Pagar Nusa Jadi Mata Kuliah Ko-Kurikuler di Universitas Islam Makassar
Terkini
Lihat Semua