Program Micro-Credential Bangun Jembatan Peradaban Indonesia-Amerika untuk Masa Depan Lebih Baik
Rabu, 25 Desember 2024 | 16:00 WIB
20 pengajar pesantren yang mengikuti program Micro-Credential di Chicago selama dua bulan, Oktober-Desember 2024. (Foto: dok. istimewa)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Direktur Hassan Institute for Interfaith Encounter American Islamic College (AIC) Romana Manzoor menyebut bahwa kehadiran 20 pengajar pesantren ke kampusnya dalam program Micro-Credential untuk Interfaith memberikan kebahagiaan sendiri.
Ia meyakini bahwa program tersebut telah meningkatkan interaksi antarkomunitas agama dalam membangun perdamaian. Hal tersebut, menurutnya, sangatlah penting dalam konteks global.
“Kita perlu bekerja dan melanjutkan kerja bersama satu sama lain dengan merayakan perbedaan dengan kesamaan nilai ini. Dengan begitu, insyaallah kita akan membangun suatu masa depan yang lebih baik,” katanya sebagaimana diunggah akun Instagram Micro Credential, pada Selasa (24/12/2024).
Senada, Rektor AIC Timothy J Gianotti juga menyampaikan bahwa kehadiran 20 pengajar pesantren Indonesia ke kampusnya merupakan satu langkah untuk menjembatani hubungan Chicago dan Indonesia.
“Betapa bahagianya kami bisa mengenal, belajar dengan dan bersama kalian. Kami sangat merasa berkah, bahwa delegasi Indonesia membawa begitu banyak penerangan, kenikmatan, pembelajaran, tawa,” katanya.
“Sekarang kita punya ‘jembatan hidup’ yang dapat menghubungkan Chicago dan Indonesia. Setelah saudara-saudari Indonesia datang ke kami, kami pun akan mengirim saudara-saudari Amerika kepada kalian (Indonesia) insyaallah,” lanjut akademisi pengkaji Imam Ghazali itu.
Sementara itu, Wakil Rektor AIC Mahan Mirza menyebut bahwa memang Micro-Credential ini didesain untuk menghubungkan para pendidik pesantren Indonesia dengan komunitas agama di Chicago, baik Muslim maupun agama-agama lainnya. Bukan hanya dengan penyampaian materi literasi, tetapi juga narasi empati.
Dosen di Universitas Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat itu juga menegaskan bahwa memang sebagai manusia, diciptakan berbeda-beda dan berbicara dengan keragaman bahasa.
Namun, sebagai umat manusia dan umat Islam, perlu untuk bertemu satu sama lain. Pertemuan tidak sekadar melalui buku atau dalam konferensi saja, tetapi lebih dalam dari itu.
Senada, Direktur Komunikasi AIC Nazhah Khawaja juga menyampaikan bahwa para peserta Micro-Credential dan sivitas akademika AIC datang dari beragam suku dan negara. Perkenalan secara personal satu sama lain merupakan langkah positif untuk membangun hubungan bersama di antara perbedaan komunitas agama.
Hal itu, menurutnya, dapat memperkaya pengetahuan dan pengalaman, mengingatkan diri sendiri bahwa mempunyai tanggung jawab dengan mereka yang beragam. Pertemuan antarkomunitas ini dapat memberikan kesempatan bagi masing-masing untuk membawa nilai, pikiran, dan budaya masing-masing untuk membangun kehidupan yang harmonis ke depan.
“Terima kasih kepada delegasi Indonesia yang telah membantu kami. Alhamdulillah, kita bisa membangun ini,” lanjutnya.
Kehadiran 20 peserta Micro-Credential juga memberikan pengalaman tersendiri bagi Mark Swanson, pengajar di Lutheran School of Theology at Chicago (LSTC). Pasalnya, ia bisa berdialog secara intensif dengan mereka, khususnya dalam membincangkan teks suci Al-Qur’an dan Bibel. Pun pertemuan informal di luar kelas juga menciptakan pengalaman dialog tentang kehidupan masing-masing.
“Berkah sekali menerima 20 peserta ini,” ujar pria yang pernah beberapa kali berkunjung ke Indonesia itu.
Senada, Direktur Civic Christian Muslim Engagement LSTC Sarra Trumm juga menyampaikan bahwa pengalaman terbaik diperolehnya secara personal dalam berinteraksi langsung dengan 20 peserta Micro Credential. Hal itu dilakukan dengan beragam aktivitas, mulai dari kelas, kegiatan sosial, perayaan liburan dan thanks giving, hingga mengenal lebih jauh tentang pesantren itu seperti apa.
Sementara itu, PIC Micro Credential Ratnasari menyampaikan bahwa program ini dirancang untuk membuka pandangan santri dan pengelola pesantren tentang cara toleransi dengan komunitas agama satu sama lain.
“Alhamdulillah selama program ini berjalan di American Islamic College, peserta sangat terbantu dan bermanfaat,” katanya.
Ia berharap bahwa ini merupakan program awal yang bisa dilanjutkan Kemenag agar kehidupan harmonis dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia bisa terwujud. Hal ini disebabkan dengan transfer pengetahuan dari para peserta ke segenap santri dan lingkungan pesantrennya.
“Semoga bisa menularkan toleransi antarumat beragama, bisa menyampaikan kepada para santrinya di pesantren, mengembangkan diri membuka jejaring terhadap agama-agama lain sehingga kita bisa melaksanakan interfaith dengan baik,” katanya.
Sebelumnya, peserta Micro-Credential bersama perwakilan Kementerian Agama juga mengunjungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington DC pada Senin (16/12/2024). Dalam kesempatan tersebut, KBRI menyampaikan keterbukaannya untuk berkerja sama dalam menjadi perantara untuk pertukaran pengajar, baik pengajar agama di Amerika maupun pengiriman pengajar bahasa Inggris native ke pesantren.
Sebagaimana diketahui, program Micro Credential ini diikuti oleh 20 pengajar dan santri pesantren seluruh Indonesia atas beasiswa Dana Abadi Pesantren Kementerian Agama dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Mereka mengikuti program tersebut selama dua bulan, sejak 18 Oktober 2024 hingga 20 Desember 2024. Program ini digelar di American Islamic College bekerja sama dengan Lutheran School of Theology at Chicago.
Terpopuler
1
Rais 'Ali JATMAN KH Achmad Chalwani Siap Rangkul Pengurus Era Habib Luthfi
2
Kabar Duka: KHR Mahfudz Hamid Pengurus LD PBNU dan Ketua PP MDS Rijalul Ansor Wafat
3
PBNU Tegaskan PCNU dan PWNU Seluruh Indonesia Tolak MLB
4
GP Ansor Kutuk Arogansi Anggota Polisi Banting Warga di Pelabuhan Ambon
5
Dinamika Pilpres 2024: Pelanggaran Etik Berat, Koalisi Gemuk, hingga Penurunan Jumlah Pemilih
6
Khutbah Jumat: Muhasabah Akhir 2024, Momentum Tobat dan Memperbaiki Kualitas Ibadah
Terkini
Lihat Semua