Jakarta, NU Online
PBNU meminta Badan Usaha Milik Negara dikelola dengan transparan sesuai dengan UU No 19 2003. Pasal 1 UU itu menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara adalah seluruh atau sebagian besar sahamnya milik negara, tujuannya bagi perekonomian nasional.
Hal itu mengemuka pada diskusi terbatas yang digelar Economic Center Nahdlatul Ulama di lantai lima Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (25/1) dengan tema "Penguatan BUMN dalam Menghadapi Globalisasi".
Koordinator Pelaksana Economic Center Nahdlatul Ulama Choirul Shaleh Rasyid menjelaskan, BUMN pertambangan yaitu PT Inalum, PT Antam, PT Bukit Asam, PT Timah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serentak pada 29 No Desember .
Keempat PT itu, kata dia, bersepakat menggabungkan diri dengan konsekuensi mengubah status, AD/ART masing-masing, sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
“Pada 29 Desember mereka melakukan merger dalam holding company BUMN pertambangan. Disepakati induknya PT Inalum. Pertimbangannya karena saat ini saham Inalum 100 persen milik negara,” terang salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama itu.
Menurut dia, niat penggabungan BUMN itu sangat baik sebagai respon terhadap pasar global yang makin bersaing. Mereka ingin menyusul Pertamina, satu-satunya BUMN yang masuk 500 perusahaan besar dunia.
“Niatnya baik, tapi proses dan pengelolaannya harus transparan,” tegas lulusan Jurusan Ekonomi Universitas Jember dan Universitas Nasional itu.
Hadir pada diskusi tersebut anggota Komisi VII DPR RI Andi Jamaro Dulung dan Deputi Menteri Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN Irnanda Laksanawan.
Economic Center Nahdlatul Ulama adalah kelompok kajian ekonomi yang mengadakan diskusi tiap bulan di bawah Ketua PBNU Bidang Ekonomi H. Umarsyah. (Abdullah Alawi)