Nasional

Sinar Mas Diminta Hentikan Penggusuran Warga Padang Halaban dan Tarik Mundur Aparat

Selasa, 4 Maret 2025 | 17:30 WIB

Sinar Mas Diminta Hentikan Penggusuran Warga Padang Halaban dan Tarik Mundur Aparat

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari 148 organisasi masyarakat sipil dan 154 perorangan mengecam keras upaya penggusuran penduduk yang dilakukan oleh PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology (PT. SMART) di Perkebunan Padang Halaban, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. (Foto: NU Online/Suci)

Jakarta, NU Online

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari 148 organisasi masyarakat sipil dan 154 perorangan mengecam keras upaya penggusuran penduduk yang dilakukan oleh PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology (PT. SMART) di Perkebunan Padang Halaban, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. 


Mulanya, penggusuran akan dilakukan sehari sebelum Ramadan atau Jumat, 28 Februari 2025 namun batal. Pada Kamis malam, 27 Februari 2025, perwakilan Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya (KTPHS) mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Malamnya, Komisi tersebut langsung bersurat meminta penundaan penggusuran.


Sehari kemudian, Pengadilan Negeri Rantau Prapat mengumumkan penundaan eksekusi lahan Padang Halaban lewat surat nomor 555/PAN.PN/W2.U13/HK2.4/II/2025. "Bersama ini, kami beritahukan bahwa pelaksanaan eksekusi tersebut ditunda, dan dijadwalkan kembali pada Kamis, 6 Maret 2025," dikutip dari salinan surat yang diterima NU Online.


Oleh karena itu, Koalisi masyarakat meminta PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology (PT. SMART) agar menghentikan seluruh proses penggusuran di Perkebunan Padang Halaban, terlebih lagi waktu yang bertepatan dengan  bulan suci Ramadhan.


"Kedua, Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia menarik mundur pasukan yang sudah diterjunkan di Perkebunan Padang Halaban," ujar tulisnya.


Ketiga, meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memberi perlindungan terhadap hak atas lahan warga Padang Halaban serta mencabut izin Hak Guna Usaha (HGU) yang telah diberikan kepada PT SMART.


"Keempat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan pemantauan dan menjamin perlindungan HAM kepada warga Perkebunan Padang Halaban, serta meminta pihak Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia menarik pasukannya dari Padang Halaban," jelasnya.


Seperti diketahui, Perjuangan warga di Perkebunan Padang Halaban, khususnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya (KTPH-S) ini sudah berlangsung sejak lama. 


Warga di Perkebunan Padang Halaban yang terdiri dari enam desa merupakan korban pengusiran orang secara paksa (penggusuran) yang terjadi pada tahun 1969-1970, yaitu Desa Sidomulyo, Desa Karang Anyar, Desa Sidodadi/Aek Korsik, Desa Purworejo/Aek Ledong, Desa Kartosentono/Brussel, dan Desa Sukadame/Panigoran. Luas keseluruhan dari desa tersebut lebih kurang adalah 3000 hektar. 


Warga telah menempati dan bermukim di wilayah ini sejak masa Pendudukan Jepang. Wilayah yang pada mulanya merupakan area perkebunan sawit dan karet milik perusahaan asal Belanda-Belgia selama periode penjajahan Belanda, secara perlahan berubah menjadi dusun-dusun dan area pertanian rakyat.


Akan tetapi, pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan lebih berpihak kepada kepentingan kapital daripada kepentingan rakyat malah menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) yang mencakup area pemukiman dan pertanian rakyat di Perkebunan Padang Halaban. 


Sejak tahun 1970, berbagai upaya untuk mendapatkan keadilan telah dilakukan oleh warga Perkebunan Padang Halaban, namun tetap tanah yang diperjuangkan tidak kunjung dikembalikan. Akibat kebuntuan proses dan tidak mendapatkan kepastian, hingga pada tahun 2009, secara kolektif perwakilan dari enam desa warga perkebunan Padang Halaban menduduki (reclaiming) area yang merupakan bekas desa mereka seluas 83,5 hektar dari keseluruhan 3000 hektar yang saat itu telah menjadi HGU dari PT. SMART.


Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat pada tahun 2014 yang diperkuat dengan Putusan Pengadilan Tinggi Medan pada tahun 2015 dan Putusan Mahkamah Agung pada tahun 2016 telah membuat warga Perkebunan Padang Halaban sebagai korban pengusiran secara paksa menjadi kehilangan harapan atas sejarah yang pernah mereka miliki. 


Pengadilan telah menjatuhkan putusan No. 488/PAN.PN/W2.U13/HK2/II/2025 untuk melakukan eksekusi penggusuran atas lahan yang telah mereka tempati pada Jumat, 28 Februari 2025. Selama dalam penguasaan, lahan tersebut menjadi tempat pemukiman serta lahan yang dimanfaatkan untuk menghasilkan tanaman pangan sebagai upaya bertahan hidup. 


Warga Perkebunan Padang Halaban hanya butuh penghidupan untuk masa depan anak cucu mereka sehingga penting bagi mereka untuk mempertahankan tanah tersebut sebagai identitas yang melekat pada jati diri mereka. Terlebih lagi mereka merupakan korban pelanggaran berat HAM masa lalu, yaitu kejahatan tahun 1965-1966.


Penggusuran yang dilakukan PT. SMART menambah catatan hitam operasi perkebunan besar di Indonesia, terutama perkebunan sawit. 


Dalam sepuluh tahun terakhir (2015-2024), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat operasi industri perkebunan besar di Indonesia telah menyebabkan 1.243 letusan konflik agraria di atas tanah seluas 2,8 juta hektar dan berdampak pada 431 ribu keluarga di berbagai daerah. Sementara perkebunan sawit menyebabkan 488 letusan konflik dengan luas mencapai 1,2 juta hektar dengan  (satu) juta hektar dengan korban terdampak 200 ribu keluarga (2018-2024). 


Seperti yang terjadi saat ini. Aparat kepolisian dan tentara serta alat berat telah ditempatkan di area pemukiman warga perkebunan Padang Halaban. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut bersolidaritas dan menekan sejumlah lembaga pemerintahan agar tidak melakukan penggusuran di perkebunan Padang Halaban dan agar menarik seluruh aparat kepolisian dan tentara dari area tersebut. 


"Apabila tindakan ini tidak dilakukan, kami khawatir akan terjadi kekerasan yang sangat masif dan terjadi kembali pelanggaran berat HAM di perkebunan Padang Halaban untuk kesekian kalinya," pungkasnya.