Bandung, NU Online
Meningkatkan kualitas pendidikan keagamaan adalah salah satu misi Kementerian Agama. Dari garba lembaga pendidikan keagamaan, diharapkan akan lahir calon pemimpin dan tokoh agama yang unggul, serta profesional yang mumpuni.
“UIN sedang dipersiapkan untuk memproduksi ulama unggul yang tak hanya menguasai ilmu-ilmu keislaman melainkan juga sains dan teknologi. Ulama yang tak hanya mengerti soal-soal fikih yang bertumpu pada Al-Qur’an dan hadits tetapi juga menguasai teori-teori sains yang berbasis pada kerangka etik agama,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan orasi ilmiah pada Dies Natalis ke-48 Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung, di Aula Kampus, Jumat (08/04) seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.
”Di tangan ulama yang demikian itulah, corak peradaban di Nusantara akan ditentukan,” tambahnya di hadapan Dewan Senat, Dosen, Civitas Akademika, dan mahasiswa UIN SGD.
Dies Natalis ke-48 ini mengusung tema “Inovasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Untuk Peradaban Baru Islam”. Menurut Menag, perubahan IAIN ke UIN menjadi kehendak dan tuntutan zaman bahwa IAIN harus mulai melebarkan mandat akademisnya. Jika IAIN hanya berorientasi pada pengembangan ilmu-ilmu keislaman tradisional, maka lebih dari itu, UIN harus dapat berperan dalam pengembangan sains dan teknologi.
Sehubungan itu, lanjut Menag, UIN sebagaimana universitas lainnya, tidak hanya dituntut mampu mengembangkan ilmu-ilmu sosial-humaniora seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan politik, tetapi juga sains, seperti: kedokteran, kesehatan, dan MIPA. Perbedaan antara UIN dan universitas lain terletak pada komitmen UIN untuk terus mengembangkan fakultas agama yang memang menjadi trade mark UIN sejak menjadi IAIN dan STAIN. “Inilah tantangan sekaligus peluang dari UIN untuk membangun peradaban di masa depan,” kata Menag.
Untuk peran besar itu, UIN harus mampu mendesain kurikulum dengan baik sehingga porsi mata kuliah agama di fakultas umum dan mata kuliah umum di fakultas agama menjadi proporsional. Selain itu, UIN juga dituntut mampu membangun tradisi akademik yang baik, tidak hanya di ruang perkuliahan, tapi juga di luar kelas kuliah.
Menurut Menag, tradisi riset sebagai penanda kemajuan sebuah perguruan tinggi harus lebih dikembangkan. Menag akui, di banding universitas lain, UIN masih menempati papan bawah dalam aspek kemajuan dan keunggulan. “Ini saya kira salah satunya karena belum kuatnya tradisi riset-penelitian di UIN,” tandas Menag.
UIN juga harus mampu memadukan ilmu dengan amal sehingga pembelajarannya tidak terjebak pada aspek kognisi semata. Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, UIN harus mampu membangun budi pekerti luhur dan akhlak mulia. “Kejujuran tak cukup diajarkan melainkan juga harus dicontohkan. Kita sesungguhnya tidak sedang defisit mau`idhah hasanah tapi kita ini sedang krisis uswah hasanah,” tandasnya.
“Ke depan, Indonesia tidak hanya maju dari sudut ilmu pengetahuan, melainkan juga unggul dari sudut akhlak dan budi pekerti. Dan itu semuanya, dimulai dari UIN,” tambahnya.
Sebelumnya, rektor UIN SGD Mahmud mengajak segenap civitas akademika UIN SGD untuk bekerja sama dalam mewujudkan inovasi UIN untuk peradaban baru Islam. Mahmud berharap, dari rahim UIN akan terlahir sosok ilmuwan yang selain berkepribadian muslim, tetapi juga profesional sehingga bisa berkontribusi kepada umat. Red Mukafi Niam