Oleh Iip Yahya
Berkah itu kadang tak terduga. Para santri menyebutnya ngalapberkah atau berharap atas perolehan berkah itu. Ada, tapi tidak bisa dipastikan. Dan kalau mendapatkannya, limpahan efek positifnya sering tak terduga, mengalir di luar dugaan.
Berkah itu dirasakan oleh Tim Media Munas dan Konbes NU 2019 yang di lapangan, digawangi oleh Achmad Mukafi Niam. Sejak koordinasi awal, fokus perhatian Niam dan tim adalah membuat hajatan PBNU ini menarik untuk media di luar NU.
“Untuk pembukaan dan penutupan, kita tak terlalu khawatir, karena Presiden dan Wakil Presiden sudah membawa wartawan istana,” ujar Niam dalam pertemuan koordinasi tim media di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, 5 Januari 2019. “Kerja keras kita adalah di hari kedua, saat peserta Munas dan Konbes melaksanakan bahtsul masail,” lanjutnya.
Hasil pemberitaan dari hajatan NU sebelumnya lalu dievaluasi satu per satu, khususnya Munas dan Konbes NU 2017 di Lombok, NTB. Hari kedua Munas dan Konbes menjadi perhatian, karena awak media seolah kehilangan sumber berita.
Persiapan tim juga intensif dilakukan di markas besar NU Online di lantai 5 Gedung PBNU di Jakarta.
“Isu apa yang kira-kira bisa menarik untuk diangkat kali ini?” tanya seorang anggota tim media.
“Ada isu sampah plastik, MLM, penguatan Islam Nusantara ...” jawab anggota lain.
“Nanti akan dibuatkan meme yang menjelaskan isu apa saja yang dibahas dalam Munas. Tim medsos nanti yang bertugas menyebarnya di medsos NU Online,” tegas Niam.
“Nanti akan ada sekitar 20-an calon repoter yang tugasnya memandu tim Jakarta di lapangan,” ujar saya menimpali. “Mereka aktivis muda NU dari seputar Banjar yang ingin ikut memeriahkan Munas.”
Dua hari sebelum pembukaan, tim media sudah standby di Citangkolo. Selain briefing akhir dengan repoter lokal, juga untuk memastikan kesiapan Media Center dan jaringan wifi. 15 PC untuk memudahkan mengirim laporan ikut disiapkan pula.
Mendekati waktu pembukaan, jumlah wartawan media nasional dan lokal yang meminta ID Card terus bertambah. Ahmad Muhafid, koordinator tim media lokal, yang paling sibuk mengurusi ID Card yang harus dicap oleh Kodim ini. Alumni NU Online ini sekarang bekerja di sebuah koran terbitan Kota Banjar dan tekun memperdalam fotografi.
Munas dan Konbes pun dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Semua berjalan lancar. Tak ada insiden apa pun kecuali sejumlah pengunjung yang kehilangan HP saat pembukaan, karena berjubelnya jamaah yang hadir.
Sampai penutupan, pemberitaan tentang Munas dan Konbes ini cukup banyak dan informatif. Lalu muncullah polemik soal kata “kafir” yang diganti “non-muslim” dalam konteks negara bangsa yang merupakan bagian dari keputusan bahtsul masail komisi maudlu’iyah (tematik).
Para penanggap yang tidak membaca utuh proses pembahasan soal ini, menyerang secara membabi buta. Di antara yang paling fatal adalah tudingan bahwa keputusan ini menganulir surat Al-Kafirun. Bahkan ada sejarawan senior yang dengan entengnya menuding keputusan ini berharga milyaran rupiah. Semua penanggap ini bisa dipastikan tidak ikut hadir di Citangkolo, Kota Banjar, dan hanya memberikan respon atas pemberitaaan media. Dan tak ada upaya tabayun, konfirmasi, sebuah etika dasar bagi seorang muslim ketika ada persoalan yang tidak dipahaminya.
Kata KH. Afifuddin Muhajir, salah seorang perumus komisi ini, “Perlu diketahui bahwa persoalan serumit ini tidak mungkin dipahami oleh orang yang pengetahuan agamanya rendah. Orang yang ngajinya bertahun-tahun sekalipun barangkali masih sulit untuk memahami persoalan ini. Apalagi mereka yang tidak pernah ngaji.”
Inilah Munas dan Konbes NU yang pemberitaannya paling panjang. Pemberitaan lanjutan yang menjelaskan berbagai sisi pembahasan masalah ini, ditunjang pula oleh status para seleb medsos, membuat perhelatan ini lebih berwarna dan meninggalkan kesan yang mendalam. Kekhawatiran awal bahwa hajatan ini akan terseret pemberitaan yang politis menjelang pilpres, ternyata tidak terjadi. Berbagai sisi Munas dan Konbes pun ditelisik dan menjadi penting.
Penjelasan soal Munas bahkan merambah hal-hal yang tak terbayangkan sebelumnya. Penulis Kholil Kholil misalnya, menelisik sosok peserta bahtsul masail bernama Hamim Hudlori (Gus Hamim) dalam artikel, “Ada Kiai Muda di Balik Munas NU” yang dimuat dalam situs alif.id. Sosok muda inilah yang ikut menjadikan forum bahtsul masail lebih dinamis. Kedalaman ilmunya tak kalah dengan para doktor lulusan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.
Ala kulli hal, bagi tim media, pemberitaan yang panjang dan menghasilkan sekumpulan berita ini patut disyukuri. Keputusan bahtsul masail NU masih diminati dan diperhitungkan. Selama tradisi ilmiah ini ada, maka NU akan tetap dirasakan adanya.
Penulis adalah anggota tim media Munas dan Konbes NU 2019; pemred nujabar.or.id