Opini MUNAS KONBES NU 2019

Munas NU: Tentang Masalah Sosial dan Ajang Silaturrahmi Warga NU

Ahad, 24 Februari 2019 | 11:25 WIB

Munas NU: Tentang Masalah Sosial dan Ajang Silaturrahmi Warga NU

Kegiatan Pramunas di Tangerang

Oleh Ahmad Rozali

Beberapa waktu lalu, Kiai Said Aqil Siraj, Ketum PBNU menegaskan bahwa acara Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) 2019 yang akan digelar di Kota Banjar beberapa hari mendatang (27 Februari -1 Maret 2019) tidak terkait dengan situsi politik baik Pilpres maupun Pileg.

"Jadi (Munas-Konbes NU) tidak ada kaitannya dengan Pilpres. Tidak sama sekali," kata Kiai Said Kamis (21/2) lalu. Apa yang dikatakan Kiai Said bukan tak berdasar. Jika ditengok dari ‘menu’ yang akan dibahas selama Munas 27 Februari -1 Maret 2019 mendatang tak ada satu forum pun yang akan membahas masalah politik, apalagi sampai menentukan sesuatu yang bertentangan dengan Khittah NU sebagai sebuah organisasi yang tidak berpolitik praktis.

Masalah kontemporer, hukum negara hingga rancangan undang-undang

Alih-alih NU membahas masalah lima tahunan, NU lebih tertarik membahas setumpuk masalah yang dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah, baik dari aspek sosial, ekonomi, hingga keagamaan. Sehingga selama tiga hari mendatang para ulama dan warga NU akan membahas kepentingan bangsa dan negara. Berikut daftar pembahasan dalam Munas: 

  1. Bahaya sampah plastik
  2. Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menyebabkan sumur warga kering
  3. Masalah niaga perkapalan
  4. Bisnis money game (seperti MLM)
  5. Legalitas syariat bagi peran pemerintah
  6. Perniagaan Online yang tidak membayar pajak
  7. Negara, kewarganegaraan, dan hukum negara
  8. Konsep Islam Nusantara
  9. RUU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
  10. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual 

Tentang Munas dan warga NU yang doyan silaturrahmi

Dasar penyelenggaraan Munas juga tidak berhubungan dengan agenda politik nasional. Dasar pelaksanaannya tertuang dalam AD/ART NU Pasal 74; Munas merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar.

Pasal itu juga mengatur bahwa Munas membicarakan masalah-masalah keagamaan yang menyangkut kehidupan umat dan bangsa. Peserta Munas terdiri dari alim ulama, pengasuh pondok pesantren dan tenaga ahli, baik dari dalam maupun dari luar pengurus Nahdlatul Ulama sebagai peserta.

Oleh karenanya, biasanya dalam Munas seperti ini warga NU yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang-bidang yang dibahas akan hadir untuk urun sumbang pemikiran.

Ambil saja contoh pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan. Dalam pembahasan ini, warga NU yang menjadi aktivis perempuan dan HAM, baik dalam organisasi non-pemerintahan maupun pemerintah akan terlibat dalam pembahasan sejak awal pembahasan hingga acara Pra-Munas beberapa waktu lalu. Sebut saja aktivis Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Fatayat, Muslimat, Lakpesdam NU, dan yang lain.  Demikian juga warga NU yang memiliki perhatian dalam masalah lain yang akan dibahas dalam forum tersebut.

Oleh karena itu, forum ini selain menjadi ajang pembahasan masalah kebangsaan, bagi kalangan keluarga besar NU, forum semacam ini akan dimaknai sebagai forum silaturrahmi yang akan menyedot ribuan warga NU baik untuk ikut pembahasan atau hanya sekedar temu kangen. Tapi yang jelas, forum ini tidak akan melahirkan rekomendasi atau keputusan politik praktis seperti forum ulama yang lain. 

Penulis adalah Redaktur NU Online