Oleh Nur Lodzi Hady
"Pa’ Tani itoelah penolong negeri apabila keperloean menghendakinja dan di waktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean negeri, jaitoe diwaktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan."
Demikian Hadhratusyekh KH Hasyim Asy'ari dalam sebuah tulisan beliau Keoetamaan Bertjotjok Tanam dan Bertani yang dimuat majalah Soeara Moeslimin Indonesia pada 15 Januari 1944 M. Dalam tulisan tersebut Mbah Hasyim menekankan pentingnya peran dan posisi petani dalam menjaga kelangsungan sebuah bangsa. Bahkan tak tanggung-tanggung beliau juga seperti memaparkan keyakinan beliau bahwa petani adalah salah satu benteng terakhir pertahanan negeri.
Bisa dipahami karenanya jika jam'iyah Nahdlatul Ulama yang beliau dirikan bersama para ulama lain itu salah satu tujuannya adalah untuk melindungi kaum tani di Indonesia ”Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan, dan persahabatan, yang tiada dilarang syara’ agama Islam.”
Petani dan Kemenangan
Dalam bahasa arab Al-fallah ( الفلاّح ) yang berarti "petani" memiliki keterkaitan erat dengan al-falah ( الفلاح ) sebagaimana terdapat dalam seruan adzan حي على الفلاح (mari menuju kemenangan/keberuntungan/kesejahteraan).
Falah di dalam azan ini memang sedikit saja memiliki perbedaan karena tidak adanya tanda saddah ( ّ ) atau bunyi "lam" ganda, yang memiliki arti fortune, glory dan juga prosperity; kemenangan, keberuntungan dan kesejahteraan. Berbeda dengan fallah yang ber-saddah, berbunyi "lam" ganda, yang mempunya arti "petani". Meski berbeda arti cukup jauh tapi kedua kata tersebut sejatinya bersumber dari akar kata yang sama.
Dalam surat Al-Muminun [23] : 1 kata aflaha ( أفلح ) terambil dari kata al-falh ( الفلح ) yang berarti membelah atau membalik tanah. Dari sini petani dinamai al-fallah ( الفلاّح ) karena dia mencangkul untuk membelah atau membalik tanah dan lantas menaburinya benih.
Benih yang ditanam petani itu selanjutnya dirawat, diberikan saluran irigasi dan pupuk yang memadai untuk menumbuhkan hasil yang diharapkan. Dari sini agaknya titik yang dapat menjelaskan hubungan al-fallah (petani) tersebut dengan al-falah (kemenangan, keberuntungan, kesejahteraan).
Selanjutnya bisa dirujuk pula QS. Al-Hajj [22]: 77 untuk memperoleh informasi tambahan. Dalam surat ini terdapat bunyi ayat la’allakum tuflihun لعلكم تفلحون (semoga engkau sekalian mendapatkan kemenangan).
Bunyi ayat ini mengandung isyarat bahwa amal-amal yang diperintahkan itu hendaknya dilakukan dengan harapan memperoleh al-falah atau keberuntungan, yakni apa yang diharapkan di dunia dan di akhirat. Kata la'alla - لعلّ yang berarti "semoga", yang ditujukan kepada para pelaksana kebaikan tersebut, memberi kesan bahwa bukan amal-amal kebajikan itu sendiri yang sebetulnya menjamin diperolehnya harapan dan keberuntungan atau surga, tetapi semua sejatinya adalah atas anugerah Allah dan atas izin-Nya semata.
Kata tuflihun ( تفلحون ) di atas terambil dari kata dasar falaha ( فلح ) yang juga digunakan dalam pengertian bertani, bercocok tanam. Maka fallah ( فلاّح ) adalah petani, para pembelah, pembalik tanah untuk bercocok tanam.
Penggunaan kata itu memberi penjelasan bahwa seorang yang melakukan kebaikan hendaknya tidak segera mengharapkan tercapainya hasil dalam waktu yang singkat, instan. Ia harus mengasosiasikan diri dan merasakan dirinya sebagai petani yang harus bersusah payah membajak tanah, menanam benih, mengendalikan hama dan mengairi tanamannya.
Lalu ia harus pula menunggu hingga masa panen itu tiba. Dan termasuk dari usaha-usaha petani tersebut dalam konteks sekarang adalah juga berjuang agar berbagai kebijakan di sektor pertanian, baik yang bersifat on-farm maupun off-farm, kebijakan harga (HPP) maupun nonharga (benih, pupuk, alsintan) dapat benar-benar berpihak kepada petani demi menjadikan mereka tersebut memperoleh keuntungan, kemenangan dari apa yang mereka usahakan.
Demikian pula kebijakan-kebijakan lintas sektoral yang mempengaruhi bidang kerja pertanian seperti reforma agraria, sistem budidaya tanaman, lingkungan hingga pula sistem perdagangan yang adil di segala level, juga merupakan wilayah perjuangan kaum tani (فلاّح) agar benar-benar mencapai cita-cita kesejahteraannya, cita-cita yang tidak saja berdampak memberi kesejahteraan dan martabat bagi petani dan keluarganya, namun juga kesejahteraan, keamanan pangan, ekonomi dan kemandirian bangsanya: تفلحون.
Selamat Hari Tani 24 September 2018.
Penulis adalah Pengurus Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia PBNU