Opini ESAI RAMADHAN

Ramadhan di Pesantren

Kamis, 23 Maret 2023 | 13:00 WIB

Ramadhan di Pesantren

Ramadhan di pesantren adalah Ramadhan yang sarat aktivitas ibadah, ilmu, dan sambung sanad. (Foto: NU Online/Dok. PP Sirojuth Tholibin Brabo)

Ramadhan bulan bahagia bagi santri kelana. Setelah sekitar sepuluh bulan (dari Syawal hingga Sya’ban atau Rajab) mereka harus tinggal di pesantren asalnya masing-masing, maka di bulan Ramadhan para santri diperkenankan untuk melancong dan belajar ke pesantren-pesantren lain yang ditujunya masing-masing. Santri pesantren asal kota A bisa saja melancong ke kota B atau C untuk mengaji kitab-kitab tertentu selama bulan Ramadhan. 


Para santri sejak sebelum Ramadhan biasanya sudah membuat rencana di mana ia akan tinggal selama bulan Ramadhan. Biasanya para santri akan memilih pesantren-pesantren yang masih diasuh oleh pengasuh sepuh yang kharismatik. Tujuannya bukan hanya ingin Ramadhan-an di pesantren tersebut, melainkan juga ber-tabarruk (mencari berkah) kepada pengasuhnya dan mengaji sejumlah kitab kepada kiai tersebut agar memiliki sanad keilmuan yang terhubung dengannya. 


Di beberapa daerah seperti Jawa Barat, terutama wilayah Sunda, sejumlah pesantren dari dulu hingga sekarang memiliki spesialisasi (takhassus) disiplin ilmu tertentu yang menjadi ciri khas pesantrennya masing-masing. Ada pesantren takhassus fiqih dengan kitab Fath al-Mu’in sebagai bahan utama pengajiannya. Ada pesantren takhassus Alfiyyah ibn Malik. Ada pesantren yang takhassus kitab Ummul Barahin, dan lain sebagainya. 


Ngaji Pasaran

Pengembaraan santri di bulan Ramadhan seperti ini biasa disebut ngaji pasaran/pasanan/posonan atau juga ngaji kilatan. Istilah pasaran/pasanan/posonan merujuk pada kata “pasa/poso” alias puasa. Maksudnya pengajian yang dilakukan selama bulan puasa. Sedangkan “kilatan” merujuk pada model pembacaan kitab yang dilakukan selama pengajian berlangsung: kilat alias secepat kilat. Cara membacanya cepat dan karenanya cepat pula dalam segi mengkhatamkan kitab yang dibacanya. 


Kitab-kitab yang dibaca dalam ngaji kilatan ini akan dapat dikhatamkan dalam waktu yang relatif singkat. Biasanya cukup memakan waktu lima belas hari sampai dua puluh hari di bulan Ramadhan. Waktu pengajiannya cukup padat. Biasanya dimulai selepas shalat Subuh hingga Dhuhur. Kemudian dilanjutkan lagi setelah shalat Dhuhur hingga Asar. Seusai shalat Asar dilanjut hingga jelang Maghrib. Lalu setelah shalat tarawih hingga tengah malam. 


Model atau sistem pengajian dalam Ngaji Pasaran ini adalah bandongan. Yaitu, sistem pengajian yang bertumpu pada kiai sebagai pembaca teks kitab dan santri hanya menyimak bacaan serta membubuhkan makna atas teks yang dibaca di kitabnya masing-masing. Biasanya kiai tidak memberikan komentar atau penjelasan yang rinci. Jika pun ada dan butuh penjelasan maka akan diulas secara singkat dan padat.  


Ramadhan menjadi bulan menambah ilmu

Ada beragam cara yang dapat kita lakukan untuk memuliakan bulan Ramadhan. Beberapa di antaranya adalah dengan cara memperbanyak ibadah, bersedekah, dan beragam ibadah-ibadah lainnya yang dianjurkan oleh agama seperti menambah ilmu pengetahuan. Mengikuti pengajian baik secara tatap muka maupun pengajian secara online juga termasuk dalam bagian memuliakan bulan suci Ramadhan.  


Di tengah kian majunya perkembangan teknologi dan keterbukaan banyak kiai dan pesantren atasnya, sejumlah saluran pengajian-pengajian yang dilakukan oleh para kiai di sebuah daerah bisa dinikmati oleh umat Muslim di manapun berada. Pengajian-pengajian pasaran juga kini bisa disaksikan melalui saluran internet dari berbagai platform media sosial. 


Kecanggihan teknologi yang dibarengi dengan keterbukaan para pemangku pesantren untuk dapat menggunakan serta memanfaatkannya dapat memudahkan pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Dalam konteks bulan Ramadhan ini, pengajian-pengajian pasaran tidak hanya menjadi milik para santri yang datang ke pesantren langsung, melainkan juga bagi siapa pun yang ingin mengikutinya. Mungkin, dan semoga, dengan mengikuti pengajian baik secara langsung maupun tidak langsung, menjadi salah satu wasilah bagi kita semua untuk dapat merengkuh keberkahan di bulan mulia ini. Aamiin. 


Waryono Abdul Ghofur, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI