Dewasa ini kelompok-kelompok baru dalam Islam khususnya di Indonesia banyak bermunculan. Beragam bentuk dan aksi ditampilkan sehingga menambah deretan panjang firqah-firqah Islam yang sudah ada. Umat pun menjadi berpetak-petak, begitulah pemandangan yang dapat kita lihat. Diantara beberapa kelompok, ada yang berlebihan dalam meyakini jalan yang dibina oleh kelompoknya, sehingga cenderung mengkafirkan kelompok lain yang tidak sepaham dengannya. <>Seolah kalau bukan kelompoknya bukan kawan. Kawan hanya dalam kelompoknya. Beberapa kelompok itu biasanya selalu bersikukuh mempertahankan pendapatnya sendiri walaupun pendapatnya itu keliru.
Tiap-tiap kelompok sebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mencari kebenaran dalam hidup beragama. Hanya saja metode berpikir mereka yang salah. Hal inilah yang mengakibatkan mereka meleset dari makna kebenaran agama dan cenderung tersesat dan menyesatkan. Mereka terlalu mengandalkan rasionya dan dangkal dalam menafsirkan suatu Al-Qur’an dan Hadits.
Keadaan yang seperti ini ternyata membuat ulama Nahdlatul Ulama (NU) risau dan gelisah. Paham yang sudah dibina mulai dari puluhan tahun yang lalu, kini selalu disalahkan oleh kelompok yang tidak sepaham dengan NU. Warganya terus digoda dan dirayu supaya mengikuti paham kelompok-kelompok itu. Para ulama NU terus dirundung kekhawatiran. Sayang bagi warga NU kalau mengikuti jejak mereka itu.
Dan, akhirnya dari kekhawatiran, gelisahan, dan kerisauan itu, Nur Hidayat Muhammad tergerak untuk melawan dan membantengi warga NU dengan menerbitkan buku yang berjudul Siapakah Pengikut Salafus Shaleh? (Memahami Pola Keberagaman NU, Salafi Wahabi, HTI, MTA, dan LDII). Buku itu berisi perlawanan atas pernyataan kelompok-kelompok itu yang cenderung menyalahkan cara atau metode NU dalam beragama.
Misalnya tentang taqlid dan ittiba’. Salafi Wahabi menyatakan bahwa taqlid adalah sesuatu yang tercela, sedangkan ittiba’ adalah sesuatu yang terpuji. Namun pernyataan ini dijawab oleh Nur Hidayat Muhammad dalam bukunya itu, pertama secara mayoritas ulama ushul tidak pernah membedakan antara taqlid dan ittiba’. Kedua dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memuji ittiba’ dan mencela ittiba’. Yang mencela ittiba’ terdapat dalam surah Al-Baqarah: 166-167. Adapun yang memuji ittiba’ terdapat dalam surah Yusuf: 108.
Dari ayat-ayat itu mempertegas bahwa ittiba’ tidak hanya hanya berlaku perilaku yang terpuji saja, tetapi perilaku buruk dan tercela juga kadang disebut ittiba’. (hal 57-58) Intinya, pernyataan Salafi Wahabi yang membedakan kedua istilah tersebut, dipertanyakan dalil-dalilnya dalam buku yang ditulis oleh pengurus forum ustadz dalam wadah Forum Komunikasi Islam (FKI) di wilayah Solo itu.
Secara bahasa, buku itu mudah dimengerti oleh setiap kalangan masyarakat. Membacanya mudah menemukan titik-titik kontroversial antara Ahlusunnah wal Jam’ah dan kelompok-kelompok, meminjam bahasa Nur Hidayat, sempalan”, seperti Salafi Wahabi dan saudara-saudaranya, MTA, LDII, dan Tarbiyyah.
Bid’ah yang menuai pemahaman yang kontroversial dikalangan ulama juga ada di dalam buku itu. Buku itu menjelaskan tentang bid’ah menurut pandangan ulama Ahlusunnah wal Jama’ah dan pandangan kelompok lain itu. (hal 29-38)
Lain dari pada itu, buku yang setebal 159 halaman itu menyajikan bagaimana metode pemikiran ulama Ahlusunnah wal Jama’ah dalam menyikapi setiap dinamika kehidupan yang seirama dengan agama. Kita diajak kembali bagaimana berpikir seperti ulama Ahlusunnah wal Jama’ah yang tidak mengandalkan nafsu dan jauh dari kepentingan apapun dalam setiap memutuskan suatu problematika hukum dan menafsirkan suatu ayat dan Hadits.
Dengan kehadiran buku itu sebenarnya bagi mereka yang cenderung melihat pendapatnya sendiri yang paling benar seolah pendapatnya orang lain salah, perlu kerendahan hatinya ditingkatkan untuk menerima kehadirannya. Buku itu jangan diibaratkan simbol teriakan permusuhan. Buatlah buku itu untuk mengintrospeksi diri dan Anggaplah buku itu petunjuk untuk memulai langkah ke jalan yang benar. Walhasil, buku itu sangat baik dibaca oleh siapa saja. Wallahu a’lam.
Data Buku
Judul : Siapakah Pengikut Salafus Shaleh? (Memahami Pola Keberagaman NU, Salafi Wahabi, HTI, MTA, dan LDII)
Penulis : Nur Hidayat Muhammad
Penerbit : Muara Progresif Surabaya
Cetakan : I, Mei 2014
Tebal : xvi + 159 hal. 14,5 x 21 cm
Peresensi : Moh. Sardiyono, pelajar alumni PP. Nasyiatul Muta’allimin Gapura Sumenep Madura dan Mahasiswa di UIN Sunan Ampel Surabaya
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Tingkatkan Pengangguran dan Kolapsnya UMKM
3
Kisah Inspiratif Endah Priyati, Guru Sejarah yang Gunakan Komik sebagai Media Belajar
4
Ketum PBNU Respons Veto AS yang Bikin Gencatan Senjata di Gaza Kembali Batal
5
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
6
Menag Penuhi Undangan Arab Saudi untuk Bahas Operasional Haji 2025
Terkini
Lihat Semua