Bidayatul Hidayah: Panduan Tasawuf Keseharian Karya Al-Ghazali
Senin, 5 Februari 2024 | 11:00 WIB
Ilustrasi: Bidayatul Hidayah, Kitab Tasawuf Keseharian Karya Imam Al-Ghazali. (NU Online - Ahmad Muntaha AM)
Shofi Mustajibullah
Kolomnis
Islam memiliki tiga unsur fundamental yang harus dipenuhi pemeluknya, yakni Iman, Islam, Ihsan. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, agar orang dapat menjadi Muslim yang sempurna. Mungkin sebagian orang masih kurang memperhatikan salah satu dari tiga unsur fundamental, khususnya unsur Ihsan atau tasawuf.
Di Dalam literatur Islam, tasawuf menjadi disiplin ilmu yang menarik untuk dikaji, sehingga banyak sekali aliran-aliran tasawuf yang tentu bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Tasawuf menjadi pedoman umat Islam dalam berinteraksi terhadap Allah dan sesama. Para ulama bersepakat, bahwa tasawuf adalah perangkat yang dapat mendekatkan hamba kepada Allah dengan pendekatan yang sangat harmonis.
Salah satu kitab yang menjelaskan secara eksplisit perihal tasawuf adalah Bidayatul Hidayah. Kitab ini sering dikaji di berbagai pesantren lantaran ditujukan kepada orang awam sampai para Ulama. Bahkan masyarakat awam yang notabene non-pesantren mengenali karya Imam Al-Ghazali yang satu ini.
Imam Al-Ghazali, sebagai penulis Bidayatul Hidayah sudah sangat familiar di kalangan Nahdliyin. Di dalam aspek tasawuf, Nahdlatul Ulama merujuk pada dua Imam yaitu Imam Junaid Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali. Beliau juga dikenal sebagai Hujjatul Islam, dengan arti orang yang menguasai banyak sekali hadits kemudian memfatwakannya dengan mudah. (Nawawi Al-Jawi, Maraqil Ubudiyah, [Indonesia, Darul Ihya], halaman 2).
Selama perjalanan hidupnya, Algazel (sapaan orang barat terhadap Imam Al-Ghazali) memiliki karir akademik yang cemerlang. Ulama terkemuka kelahiran Khurasan, tepatnya tanah Thus, 405 H pernah menjadi guru besar di Madrasah Nizamiyah kota Baghdad. Sebuah madrasah yang pada zaman itu sangat bergengsi di dunia internasional. Selain prestasi beliau sebagai guru besar, Imam Al-Ghazali juga memiliki majelis ilmu yang cukup populer dengan julukan Majelis 300 Sorban Besar. Dialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi Asy-Syafi'i.
Secara garis besar, kitab Bidayatul Hidayah memiliki dua komponen. Komponen pertama mencakup ketaatan (ibadah fi'liyyah), sedangkan komponen kedua mencakup langkah menjauhi maksiat (ibadah tarkiyyah). Kitab Bidayatul Hidayah juga dikenal sebagai catatan inti dari maha karya Imam Al-Ghazali yaitu Ihya Ulumiddin, sebab di beberapa penjelasan, penulis acapkali menyematkan redaksi agar pembaca merujuk pada kitab induk Ihya Ulumiddin.
Sebelum mengulas isi kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali menyematkan hamdalah dan basmalah, ayat suci Al-Quran dan beberapa hadits, kemudian menyinggung beberapa hal seperti ulama su’ yang hatinya terlena dengan hal-hal duniawi lebih buruk daripada kehadiran Dajjal serta klasifikasi pencari ilmu sesuai orientasinya. Di penutup mukadimah, beliau menekankan pada pembaca agar senantiasa bertaqwa kepada Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Komponen pertama berisikan etika serta doa dalam kegiatan sehari-hari. Seperti etika ketika bangun tidur, masuk kamar mandi, berwudhu, berjalan menuju masjid, masuk ke dalam masjid, keluar dari masjid, berpuasa, bertayamum dan mandi besar, hari Jumat, hingga etika serta doa saat tidur kembali. Di komponen ini, Imam Al-Ghazali berpesan kepada para pembaca, supaya tetap bersabar dalam menjalankan rutinitas etika dan doa seperti yang sudah tertera dalam komponen awal.
فإن شقت عليك المداومة فاصبر صبر المريض على مرارة الدواء
Artinya, "Apabila dalam melanggengkan kandungan isi (dalam komponen pertama) terasa susah, maka bersabarlah seperti sabarnya seorang penderita penyakit yang harus sabar konsisten dalam mengkonsumsi obat-obatan. (Abu Hamid Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Kairo, Maktabah Madbuli: 1993], halaman 46).
Lalu di komponen kedua, Imam Al-Ghazali membagi lagi menjadi dua sub komponen. Sub komponen pertama membahas mengenai langkah menjauhi kemaksiatan.
Di awal sub komponen pertama, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa menjauhi maksiat justru lebih sulit daripada menjalani ketaatan. Kemudian beliau memaparkan secara detail anggota tubuh yang berpotensi melakukan maksiat mulai dari mata dengan pandangannya, telinga dengan pendengarannya, mulut dengan ucapannya, perut dengan hasratnya, kemaluan dengan syahwatnya, tangan dengan genggamannya, dan kaki dengan langkahnya. Ketujuh anggota tubuh tersebut dapat menjerumuskan seseorang menuju neraka jahanam jika tidak dijaga secara benar.
Pada sub komponen kedua, Imam Al-Ghazali menerangkan perihal etika berinteraksi terhadap Khaliq (vertikal) dan etika berinteraksi terhadap makhluk (horizontal). Menurutnya, sahabat yang tak akan pernah berpaling terhadap seseorang di saat dia bepergian, hidup, mati hanyalah Allah. Karenanya Imam Al-Ghazali mengajak agar orang mampu mengelola mayoritas waktunya untuk berinteraksi secara intens terhadap sahabat sejati, yakni Allah. Beberapa etika seperti berdoa dengan suara yang tenang dan tidak menggebu-gebu dalam meminta kepada-Nya, termasuk etika dalam berinteraksi kepada Sang Khaliq.
Selain etika terhadap Allah, Imam Al-Ghazali menjelaskan bagaimana seyogyanya seseorang berinteraksi terhadap sesama. Bagaimana seseorang berinteraksi dengan ulama, bagaimana seseorang berinteraksi kepada pemerintah, bagaimana seseorang berinteraksi terhadap sebaya. Kemudian bagaimana seseorang harus bersikap ketika berada dalam satu majelis dengan orang yang bodoh misalnya.
Sebelum menutup kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali memberikan angin segar bagi siapa saja yang condong terhadap seluruh isi kandungan kitab ini serta mengamalkannya, karena Allah akan memberikan sinar iman yang terang benderang bagi siapapun yang mengamalkannya. Ucapan hamdalah, kalimat thayyibah, serta shalawat menjadi pamungkas kitab ini.
Identitas Kitab
Judul: Bidayatul Hidayah
Penulis: Abu Hamid Al-Ghazali
Tebal: 84 Halaman
Penerbit: Maktabah Madbuli
Terbit: 1993
ISBN: 0123307
Ustadz Shofi Mustajibullah, Mahasantri Pesantren Kampus Ainul Yaqin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua