Pustaka Upaya Menuju Bisnis yang etis

Etika Bisnis dalam Al-Qur'an

Sabtu, 17 Juni 2006 | 10:44 WIB

Penulis : R. Lukman Fauroni

Oleh: Syaiful Bari*
 
Wajah dunia bisnis di era neoliberalisme ini tiba-tiba sangat menakutkan. Menakutkan karena ia hanya memperjuangkan keuntungan finansial semata dengan berpijak pada konsep seleksi alam Darwin, survival of the fittest (siapa yang kuat, dialah yang menang). Hampir tidak ditemukan adanya keadilan dan keseimbangan sosial dalam dunia bisnis yang berwatak kapitalis itu.

Mansour Fakih (alm) dalam buku Bebas dari Neoliberalisme (2004) secara kritis mengeksplorasi karakter neoliberalisme. Menurutnya, neoliberalisme hanya dan akan terus memperjuangkan leissez faire (kompetisi bebas). Penganut paham inilah yang akhirnya mengampanyekan bahwa dunia bisnis sama sekali tidak ada kaitannya dengan etika. De George menyebut pandangan ini sebagai "mitos bisnis amoral."

Buku Etika Bisnis dalam Al-Qur'an ini hadir untuk meng-counter pandanga<>n semacam itu. R. Lukman Fauroni, penulisnya, menegaskan bahwa antara bisnis dan etika tidak bisa dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan bangunan yang saling melengkapi. Usaha Lukman Fauroni dalam mengintegrasikan bisnis dan etika ini berada dalam frame Islam. Jadi, bisnis dan etika yang digagaspun berpijak pada nilai-nilai Al-Qur'an.

Kalau bisnis tanpa etika didasarkan pada prinsip homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesamanya), maka bisnis yang beretika selalu dipijakkan pada prinsip homo homini socius (manusia adalah kawan bagi sesamanya). Ini berawal dari tesis Drijarkara mengenai manusia dan sesamanya yang terangkum dalam homo homini socius itu. Artinya, dalam hubungan apapun, termasuk bisnis, jangan sampai yang terjadi adalah hukum rimba.

Munculnya wacana integrasi etika ke dalam bisnis sesungguhnya berawal dari carut marutnya dunia bisnis modern yang menegasikan moralitas dan spiritualitas. Kompetisi dalam dunia bisnis modern hanya berkutat pada lingkaran kekuatan modal saja. Pelaku bisnis dengan modal besar berusaha memperbesar jangkauan bisnisnya, sehingga pengusaha kecil makin terseret dan terpinggirkan. Adanya praktik monopoli dan korupsi kian memperparah kondisi tersebut.

Etika bisnis Islami dianggap urgen untuk mengembalikan moralitas dan spiritualitas ke dalam dunia bisnis. Menurut A. Hanafi dan Hamid Salam, etika bisnis Islami merupakan nilai-nilai etika Islam dalam aktivitas bisnis yang telah disajikan dari perspektif Al-Qur'an dan Hadits, yang bertumpu pada enam prisip, terdiri dari kebenaran, kepercayaan, ketulusan, persaudaraan, pengetahuan, dan keadilan.

Mahmud Muhammad Babily dalam buku al-Ushul al-Fikriyyah wa al-'Amaliyyah li al-Iqtishadial-Islam juga menguraikan dasar-dasar pijakan bisnis Islami. Menurut Babily, Islam selalu mengajak untuk mengatur masalah muamalah di antara sesama manusia atas dasar amanat, kejujuran, memenuhi janji, melarang tipu daya dalam berdagang, melarang jual-beli gharar dan lainnya. Praktik-praktik bisnis yang dilakukan dengan segala cara jelas harus ditinggalkan.

Menurut R. Lukman Fauroni, bisnis sesunguhnya bukanlah profesi kotor. Hanya saja, ia menolak tegas berjalannya praktik mal-bisnis. Mal-bisnis sendiri mencakup semua perbuatan bisnis yang terlarang, berwatak jahat, membawa akibat kerugian bagi pihak lain, maupun yang meliputi aspek hukum (pidana) yang disebut business crimes atau business tort.

Business crimes adalah tindak pidana dalam bisnis, yaitu perbuatan-perbuatan tercela yang dilakukan oleh businessman, baik untuk keuntungan bisnisnya sendiri maupun yang merugikan bisnis orang lain. Adapun business tort merupakan perbuatan tidak terpuji usahawan yang termasuk pelanggaran terhadap pengusaha lainnya. Di Indonesia, keduanya dianggap sebagai kejahatan bisnis.

Al-Qur'an sendiri sebagai sumber nilai tentunya memberikan prinsip-prinsip dasar untuk mengenali perilaku-perilaku yang berseberangan dengan nilai-nilai fundamental Islam, dalam hal ini adalah praktik mal-bisnis. Untuk keperluan itu, Lukman Fauroni mengasumsikan terma al-bathil, al-fasad, dan azh-zhalim sebagai landasan atau muara perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan nilai yang dianjurkan Al-Qur'an, khususnya dalam dunia bisnis (hlm. 97).

Lebih lanjut, Lukman Fauroni, memetakan dua tugas etika bisnis Islami. Pertama, tugas etika bisnis ini dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis suatu bisnis atau perusahaan dengan tuntutan moralitas dan spiritualitas. Penyelarasan ini diimplementasikan dengan menjadikan bisnis sebagai media usaha yang bersifat etis. Bukan destruktif.

Kedua, etika bisnis bertugas melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman atau cara pandang baru, yaitu bisnis yang tidak terpisah dari etika. Bisnis merupakan aktivitas manusia secara keseluruhan dalam upaya mempertahan hidup (survive), memenuhi kebutuhan sosial dan aktualisasi diri yang pa