Pustaka

Perbandingan Politik NU dan Muhammadiyah

Senin, 2 November 2009 | 05:13 WIB

Judul Buku : Nalar Politik NU dan Muhammadiyah; Over Crossing Jawa Sentris
Penulis : Dr. Suaidi Asyari, MA, Ph.D
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, April 2009
Tebal : xxiv + 448 halaman
Peresensi : Fikrul Umam MS


NU, Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial-keagamaan (jamiyyah diniyyah-ijtimaiyyah) terbesar di negeri ini yang sebenarnya lebih fokus pada persoalan-persoalan kehidupan sosial-keagamaan para warganya. Pada orde lama NU menjadi sebuah partai politik dan mewarnai kehidupan politik bangsa Indonesia , karena merasa kecewa oleh kelompok modernis yang mendominasi Masyumi. Pada Muktamar Situbondo NU kembali ke khittahnya menjadi organisasi sosial-keagamaan dan terjun langsung ke masalah-masalah ke-umat-an.<>

NU memiliki peran yang sangat vital dan penting dalam proses demokrasi di Indonesia, berbagai sikap, pandangan, dan kebijakan organisasi yang diambil oleh NU terbukti mampu mewarnai kehidupan politik mulai semenjak Orde Baru hingga saat ini. Pada tahun 1999 NU menjembatani berdirinya partai politik yang secara khusus menampung aspirasi politik warga NU, dan dengan difasilitasi dari PBNU dan dihadiri oleh KH. Muchit Muzadi, KH. Mustofa Bisri dan founding fathers KH. Abdurrahman Wahid mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa.

Dengan lahirnya PKB, NU memberikan kelonggaran bagi warganya dan tidak memaksa warganya untuk memilih partai politik tertentu. PKB tidak lepas dari NU sehingga jumlah perolehan suara merupakan representasi dari jumlah pengikut NU yang tersebar di Indonesia. Ternyata loyalitas warga NU terhadap induk organisasinya tidak sama kuat dengan loyalitas yang diberikan kepada PKB, sehingga jutaan bahkan ribuan warga nahdliyin tidak cukup menyumbangkan suara yang signifikan bagi PKB.

Dinamika internal yang terjadi di NU sebagai organisasi sosial-keagamaan dalam kaitannya dengan PKB merupakan kajian khusus yang tersaji dalam buku ini, kenyataan bahwa NU yang di luar jawa memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan NU di Jawa. Baik terkait dengan loyalitas warga NU terhadap partai maupun pemilu legislatif dan pemilu presiden 2004 juga menjadi suatu hal yang menarik.

NU yang berdiri pada tahun 1926 mengklaim sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, dan lebih dari 40 juta muslim adalah pengikut NU. Akhir-akhir ini studi Islam semakin didominasi oleh dikotomi “radikal” versus “moderat, NU diletakkan sebagai organisasi moderat sebuah klaim yang membutuhkan eksaminasi ulang lebih jauh. NU memiliki peran yang penting dalam perpolitikan di Indonesia dan banyak disorot dari perspektif demokrasi dan civil sosiety.

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani tahun 2002, sekitar 66% santri Indonesia adalah 18 % warga Indonesia adalah pengikut Muhammadiyah, dan 48 % warga Indonesia adalah pengikut NU. Sehingga jelaslah bahwa kedua organisasi ini memainkan peran penting, baik dalam memobilisasi maupun dalam memediasi massa . Hubungan antara NU dan Muhammadiyah adalah modernis-puritanis dan muslim tradisionalis berdasarkan, pertama; keanggotaan kelompok. Kedua; cara kaum muslim melakukan ibadah. Mengenai hubungan Muhammadiyah dengan Islam modernis-puritanis ada tiga hal, yakni; anggota, pengikut dan jamaah.

Para pengikut NU dan Muhammadiyah berdasarkan dari ritual agamanya (ibadah) yang dijalankan sebagian besar para pengikut NU adalah kaum muslim yang banyak mempraktikan ritual ibadah model madzhab Safi’I (w. 204 H/ 820 M). sedangkan sebagian besar pengikut Muhammadiyah merupakan kaum muslim yang mempraktikkan ibadahnya yang serupa dengan madzhab Hanbali (w. 241 H/ 855 M). Menyambut pemilihan umum 1999, Amien Rais pemimpin umum Muhamnmadiyah (1995-2000) mendirikan PAN (Partai Amanat Nasional).

Sementara KH. Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PBNU (1984-1998) beserta kiai lainnya mendirikan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Meski platform PKB dan PAN menyatakan bahwa keduanya merupakan partai politik terbuka dan sekuler. Banyak pengamat politik yang berharap kedua partai menjadi penyambung lidah parlemen bagi aspirasi warga NU dan warga Muhammadiyah. Dengan demikian warga NU memilih PKB dan para pengikut Muhammadiyah akan memilih PAN.

Studi tentang NU dan Muhammadiyah dengan cara mengeksaminasi perannya dalam politik sosial-keagamaan Indonesia dengan melihat basis perkembangan awal mereka yang kuat, yaitu gagasan ijtihad (interpretasi yang bebas), penolakan madzhab versus ijma’ (konsensus), pengakuan terhadap madzhab. Secara teoritis NU penganjur ijma’ dan Muhammadiyah adalah penganjur ijtihad. Muhammadiyah yang berdiri tahun 1912, adalah sebagai organisasi “Islam Puritan” yakni organisasi keagamaan yang perkembangannya berhubungan langsung dengan para pengikutnya dan sangat sesuai dengan karakteristik awal organisasi serta penyesuaian karakteristik dengan perubahan sosial dan politik di Indonesia yang berlangsung lama.

Buku ini menyajikan fakta mengenai dinamika dan peran penting Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai organisasi massa Islam terbesar di Indonesia dalam kehidupan politik dan proses demokratisasi di Indonesia . Pasca runtuhnya rezim orde baru sebuah tema kajian tentang Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang sering luput dari perhatian para ilmuan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Peresensi adalah Peneliti Sosial, Mantan Pemimpin Perusahaan LPM Paradigma UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.