Risalah Redaksi

Drama Kemiskinan

Kamis, 18 September 2008 | 11:02 WIB

Pengumuman pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini selalu mengatakan bahwa angka inflasi bisa ditekan dan perekonomian terus tumbuh dengan meyakinkan, sehingga kemiskinan terus mengalami penurunan.

Namun orang tidak peduli dengan pengumuman yang tidak jelas metodenya itu. Hitungan berdasarkan pendapatan perkapita itu telah dianggap sebagai kebohongan sistematis, tetap saja dilakukan oleh pemerintah. Sementara masyarakat dijamin tidak pernah akan percaya pada indikator semacam itu, karena hari demi hari daya beli masyarakat semakin melemah.<>

Sejak pemerintah menaikkan harga bahan baker minyak (BBM) bersamaan melambungnya harga minyak dunia, yang semestinya kita mendapat keuntungan besar karena sebagai negara penghasil minyak, tetapi nyatanya masyarakat harus membeli BMB seperti negara lain yang tidak memiliki sumber BBM. Akhirnya semua kebutuhan hidup naik. Kenaikan ini akhirnya membuat satu sector dengan sector lain saling mencekik, yang membuat rakyat semakin sulit.

Maka kemiskinan terus terjadi di mana-mana. Kasus kekurangan gizi, kelaparan terjadi di mana-mana, akhirnya masyarakat yang telah jatuh miskin itu menjadi pengemis, ini kelihatan saat menerima bantuan tunai langsung (BLT), mereka dengan segala cara menengadahkan tangan meminta bantuan karena tidak punya sumber ekonomi lain. Ini terjadi karena pemerintah yang berorientasi elitis, kapitalistik, yang lebih mengutamakan pengusaha besar ketimbang usaha rakyat, membiarkan perusahaan besar untuk menjarah sector ekonomi rakyat, mulai dari pertanian, industri kecil hingga perdagangan eceran.

Tragedi pembagian zakat yang menewaskan beberapa orang yang terjadi di Pasuruan memperlihatkan betapa parahnya kemiskinan itu menderita kemiskinan, sehingga rela datang dari tempat jauh dengan susah payah hanya untuk mendapatkan bantuan Rp. 30.000.

Drama kemiskinan yang memakan korban itu tidak hanya terjadi di Pasuruan, tetapi terjadi juga di tempat lain hampir setiap tahun. Sekali lagi pemerintah masih berkilah ini bukan persoalan kemiskinan, tetapi soal kesalahan prosedur pembagian zakat yang tidak profesional. Kemudian argumen itu segera diiyakan oleh lembaga amil yang tidak dipercaya umat itu untuk merebut kesempatan.

Alibi pemerintah semacam itu tentu saja tidak hanya tidak bertanggung jawab, tetapi sangat tidak bermoral, bayangkan kalau mereka tidak miskin tentu mereka tidak akan berebut uang Rp. 30.000. Jumlah mereka itu sangat banyak tidak hanya di kota kecil seperti Pasuruan, tetapi di kota lain di hampir semua tempat di negeri ini. Rakyat miskin terus bertambah, harga barang semakin meningkat, sementara pendapatan mereka tidak pernah naik, ini kenyataan yang ditutupi oleh berbagai survei ekonomi.

Pemerintah telah tidak berdaya menghadapi persoalan kemiskinan, kecuali hanya mengutak-atik hasil survei badan pusat statistik, lalu kembali berbohong dengan menghitung pendapatan perkapita. Sementara kenyataan para kapitalis itu sangat eksploitatif, tidak mungkin meratakan pendapatan, sebaliknya malah merampas kesempatan usaha rakyat. Pemerintah sendiri sudah tidak pegang kendali ekonomi nasional. Sektor keuangan dan perbankan yang merupakan urat nadi perekonomian nasional, telah dikuasai asing. Kemudian sektor riil yang banyak digeluti oleh masyarakat yakni pertanian, saat ini hamper sepenuhnya dikuasai asing.

Ketika pemerintah telah tidak mengendalikan sistem ekonomi nasional karena telah diswastanisasi melalui mekanisme divestasi itu, sebenarnya pemerintah ini telah kehilangan kedaulatan, baik secara politik dan kebudayaan. Karena seluruh kebijakan, tidak hanya kebijakan ekonomi, tetapi kebijakan politik dan kebijakan kebudayaan akan ditentukan oleh pemilik modal, karena pemilik modal itulah yang akan membiayai kegiatan sosial politik dan kebudayaan.

Usaha mengatasi masalah kemiskinan itu tidak bisa diselesaikan secara karitatif, apalagi pada masa emergensi seperti sekrang ini. Tetapi kemiskinan itu harus diselesaikan secara mendasar. Dan ini harus dilakukan oleh pemerintah atau kekuatan politik nasional yang dominant. Karena langkah ini harus dimulai dengan mengubah struktur politik yang ada, sebagai jalan untuk mengubah struktur ekonominya, sehingga renasionalisasi perusahaan negara yang telah dijarah oleh perusahaan asing itu bisa dilakukan secara efektif.

Riset di bidang pertanian, di bidang industri di bidang perdagangan menjadi sangat penting dilakukan, tetapi negara tidak hanya harus membiayai kegiatan dasar tersebut, tetapi tidak kalah pentingnya adalah melindungi mereka, sebab kalau tidak dilindungi, akan dibabat habis oleh hasil penelitian negara lain. Pencurian data dan informasi sangat lazim terjadi dalam dunia ilmiah yang berpotensi bisnis ini. Karena itu proteksi mesti dilakukan.

Dengan adanya kedaulatan bangsa dan kedaulatan negara ini maka usaha rakyat akan bisa dibiayai dan dilindungi, sehingga mereka akan bekerja secara kreatif. Dengan kreativitas dan kemandiriannya itu mereka bisa mengatasi kemiskinannya sendiri, bukan dengan cara menengadahkan tangan berebut jatah yang tidak seberapa itu. Bangsa ini perlu diangkat mentalnya menjadi bangsa yang terhormat dan bermartabat, kaya harta dan kaya rohani. (Abdul Mun’im DZ)