Dalam sistem modern dengan sarana komunikasi yang hebat dan canggih, sebuah kebudayaan yang besar bisa memaksakan keberadaannya pada bangsa lain, sehingga memaksa orang lain hidup di luar kebudayaannya sendiri. Ketercerabutan budaya mewarnai kehidupan masyarakat modern, yang terjadi karena proses migrasi, kemudian masuk ke wilayah budaya lain. Tetapi yang repot ketercerabutan itu adalah akibat proses hegemoni.<>
Hegemoni kebudayaan itu berjalan melalui media massa, kesenian, pendidikan dan penerbitan berbagai buku. Dengan mengadopsi budaya luar yang hegemonim itu suatu bangsa akan kehilangan persentuhan bahkan rujukan dengan budayanya sendiri. Padahal berpijak pada tradisi sendiri merupakan pangkal kemajuan, bukan sebaiknya, kemajuan ditempuh dengan meninggalkan tradisi sendiri. Karena dengan cara itu pembaruan tidak mengakar, sehingga tidak akan bisa tumbuh subur dan kuat.
Kita bisa saksikan sebuah bangsa besar seperti Turki dengan kekhalifahan Dinasti Usmani yang sangat besar itu, tiba-tiba diganti oleh Kemal Attaturk dengan tradisi Barat secara total, sejak dari sistem pemerintahan, sistem pendidikan dan perekonomiannya. Hingga saat ini Turki tidak menjadi negara besar, bahkan semakin kecil, mau masuk ke Uni Eropa saja gagal baik karena diskriminasi maupun karena kemajuan negara itu yang tidak berarti walaupun sudah membaratkan diri mereka secara total. Justeru karena pembaratannya, damn imitasinya itu Turki kehilangan kepribadiannya. Dengan tanpa kepribadian tidak mungkin suatu bangsa bisa berkembang dan disegani orang.
Sebaliknya bangsa Jepang, ketika ditaklukkan Amerika hanya satu permintaan Kaisar yaitu bangsa Jepang ingin dibolehkan hidup dengan tradisi bangsa Jepang: Sistem politik Jepang, sistem pendidikan Jepang, sistem kalender Jepang dan penggunaan huruf Jepang. Berbeda dengan Turki yang terpuruk, Jepang dengan kejepangannya mampu menampilkan diri sebagai Negara yang maju bisa berdiri dan duduk sejajar dengan peradaban Barat, tetapi tidak meninggalkan tradisi, justeru Jepang maju dengan modal tradisi.
Sementara kita sejak awal melakukan modernisasi terutama sejak Orde Baru langkah yang dilakukan adalah menghancurkan tradisi, karena tradisi dianggap sebagai penghalang kemajuan. Maka sekarang ini sedikit sekali tradisi yang tersisa. Apalagi dengan gencarnya siaran media, hampir tidak lagi mengapresiasi tradisi sendiri, semuanya menyuguhkan budaya asing yang dianggap lebih modern. Setiap hari kebudayaan sendiri semakin tersisih, sementara budaya asing semakin mendominasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kejadian itu bukan terjadi dengan sendirinya, melainkan direkayasa dengan harapan bangsa ini bisa bersaing dengan bangsa lain kalau bangsa ini telah mengambil budaya lain. Maka yang terjadi adalah peniruan atau imitasi dan penjiplakan, sementara tidak mungkin orang bisa besar dengan menjiplak, pasti kualitasnya di bawah budaya utama. Maka akhirnya daya saing yang diharapkan tidak pernah muncul, sementara kebudayaan sendiri terlanjur sudah dikesampingkan, tidak dihormati oleh bangsa sendiri.
Baru ketika bangsa lain menghormati kebudayaan kita, kita buru-buru ikut mengapresiasi kebudayaan sendiri, yang sudah kita tinggalkan, akhirnya bangsa asinglah yang menguasai kebudayaan kita. Sementara imperialisme kebudayaan ini adalah bagian penting dari imperialisme politik dan ekonomi, maka imperialisme kebudayaan dijalankan dalam rangka memperlancar imperialisme politik dan ekonomi itu.
Dengan imperialisme kebudayaan itu kita tercerabut dari kebudayaan sendiri, akhirnya kita sebagai gelandangan budaya dan mengalami kemiskinan budaya. Sehingga menjadi bangsa yang tidak memiliki imajinasi, bangsa yang kehilangan mimpi sehingga tidak bisa menjadi bangsa yang cerdas dan kreatif. Memang hidup dengan basis kebudayaan sendiri yang sudah terlanjur diremehkan, dihinakan agak repot, kecuali bagi orang yang penuh percaya diri. Padahal hidup dengan kebudayaan sendiri itulah kunci kemajuan, dengan budaya sendiri seseorang atau suatu bangsa akan memiliki kepribadian. Dengan berkepribadian itulah bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain.
Bangsa kita yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya dan bahasa, memiliki berbagai sumber kebudayaan yang bisa dikembangkan. Baik dikembangkan menjadi sistem pemerintahan, kenegaraan, sistem pendidikan, sistem pertahanan dan sistem ekonomi. Bangsa ini pernah menjadi bangsa besar sebelum dihancurkan oleh penjajah, justeru karena dengan sistem pemerintahan sendiri, sistem pendidikan sendiri. Dalam proses ini selain dibutuhkan keberanian mengangkat budaya sendiri, juga dibutuhkan kemampuan untuk menafsirkan kembali kebudayaan sendiri, setelah itu dibutuhkan keberanian moral dan keberanian politik untuk melakukan perubahan kebudayaan.
Kebudayaan bagi bangsa yang memiliki kepribadian, bukan sekadar konsep akademik, tetapi sudah merupakan strategi perubahan. Dengan cara pa suatu kebudayaan ditransformasikan dan menuju arah mana kebudayaan itu ditransformasikan. Politik kebudayaan mempersyaratkan adanya aktor kebudayaan yang memiliki kepribadian, hanya dengan cara itu mereka memiliki keberanian moral untuk melakukan pendobrakan dari kejenuhan dan kebuntuan, untuk menerobos berbagai kemungkinan, untuk menciptakan peluang dan harapan. (Abdul Mun’im DZ)
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Rahasia Mendidik Anak Seperti yang Diajarkan Rasulullah
4
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
5
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
6
5 Masalah Bakal Dibahas Komisi Maudhu'iyah di Munas NU 2025, Berikut Alasannya
Terkini
Lihat Semua