Situasi nasional dan internasional baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan agama semakin ruwet. Pandangan bahwa dunia akan berkembang semakin baik karena meningkatnya jumlah kaum terpelajar sama sekali tidak memberi bukti. Justeru sebaliknya, semakin banyak terpelajar di dunia ini kejahatan dan kebiadaban juga bertambah tinggi. Karena itu bisa dipahami kala ada beberapa komuniatas di Nusantara berpandangan ekstrem yang mengharamkan sekolah, mereka berpandangan sekolah akan membuat orang jahat.
Berbagai hukum dan tatakrama nasional dan antar bangsa dibentuk dalam berbagai konvensi. Tetapi semuanya dilanggar tanpa ada yang menghalangi, karena yang melanggar kelompok kuat, pengusaha besar atau negara yang memiliki kekuatan besar. Pasca 1965 Indonesia tidak memiliki lagi pemimpin yang kauat, baik pemimpin partai, pemimpin, masyarakat apalagi pemimpin negara, semuanya orang lemah yang tunduk pada kemauan asing.
<>Apalagi saat ini ketika gelombang persaingan antar bangsa begitu sengitnya, negara yang tidak memiliki pemimpin yang kharismatik, berwibawa akan menjadi permaianan, baik dipermainkan oleh cukong dan bandit yang ada di dalam negeri juga akan menjadi permainan negara lain yang ingin merampas kekayaan dan kedaulatan negara. Bangsa ini telah lama kehilangan rasa kebangsaan dan komitmen kenegaraan, karena pendidikan telah melunturkan semua komitmen bersama, menjadi komitmen individual.
Dalam situasi seperti ini tidak ada pemimpin yang memikirkan kepentingan bersama, baik kepentingan partai, kepentingan ormas apalagi kepentingan negara. Dalam kondisi ini negera lain dengan mudah merampas kekayaan alam dan budaya. Beberapa wilayah negara kita terancam lepas, dan beberapa sudah hilang. Tetapi para pimpinan partai dan pimpinan negara hanya diam. Tentara yang biasanya galak pada rakyat, tidak berkutik menghadapi para agresor, karena tentara masih berebut kekeyaan di daerah konflik. Beberapa kekayaan budaya juga sudah dikaliam Malaysia secara memalukan. Bagaimana negara yang tidak memiliki sejarah dan tidak memiliki kebudayaan itu ingin berbudaya, dengan cara tidak berbudaya. Itu adalah perangai negara boneka, yaitu bonekanya imperialis Inggris. Karena pada waktu itu kita berkonfrontasi dengan negara sarang imperialis itu.
Masa depan Indonesia perlu dipikirkan kembali, dengan berupaya menyiapkan pemimpin yang berpengaruh dan memiliki komitmen kebangsaan dan kerakyatan yang kuat. Adalah sangat memalukan bagaimana negara kita diembargo oleh Amerika Serikat mengenai pasukan suku cadang senjata. Sementara kita dengan rajinnya mengirimkan aneka tambang, mulai daeri minyak sampai emas ke negara kapitalis itu. Demikian juga negara uni Eropa, dengan enaknya mengembargo pesawat kita, sementara kita dengan hina masih mengizinkan penerbangan mereka masuk ke wilayah kita.
Kalau negara tidak memiliki pemimpin yang kuat, tidak memiliki partai politik yang kuat dan ormas yang kuat, maka jadinya seperti ini. Ditindas oleh negara lain tidak memberontak, tetapi menerima dengan tulus ikhlas tanpa berani membalas. Kerana pemimpinnya berwatak budak, para pemimpinnya tidak ubahanaya seperti TKI, yang tidak punya pilihan, tidak bisa mengelak paksaan. Masyarakat dididik secara saalah oleh para imperialis, diajari tentang sopan santun agar tidak berani menggertak mereka, diajari ketertiban agar tidak melakukan pemberontakan, diajari hokum agar menjadi penurut. Bukan untuk mempertinggi niali etis atau untuk meningkatkan tertib sosial.
Model kepemimpinan seperti itu harus diakhiri, kita perlu pemimpin yang memiliki integritas moral, mampu mengorganisir dan menggerakkan potensi rakyat dan negara, dengan demikian pemimpin akan berani ambil keputusan dan sekaligus berani ambil risiko. Untuk memerdekakan negara dan bangsa ini diperlukan pemimpin yang tegas yang benar-benar mampu berpikir untuk rakyat, bukan pemimpin yang yang pikirannya cupet yang hanya peduli pada kepentingan sendiri.
Apa lagi negara dan bangsa ini banyak pembenahan, maka tampilnya memimpin kharismatik mememiliki integritas sangat diperlukan. Pemimpin seperti ini tidak hanya mampu membimbing rakyat, tetapi berani mengayomi dan mampu memberikan harapan, ,mampu memotovasi rakyat sudah apatis dan putus asa, sehingga rakyat kembali optimis. Dengan modal optimisme itu rakyat dan bangsa akan kreatif. Dengan kreativitas yang masif itu bangsa dan negara akan maju, karena didukung oleh seluruh komponennya.Situasi ini membutuhkan pemimpin yang kuat dan dihormati. (Abdul Mun’im DZ)
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
4
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
5
Kongres Pendidikan NU 2025 Akan Dihadiri 5 Menteri, Ada Anugerah Pendidikan NU
6
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
Terkini
Lihat Semua