Risalah Redaksi

Menghadapi Dunia yang Kacau

Jumat, 16 Januari 2009 | 10:52 WIB

Berbagai kecelakaan sistem transportasi kita yang terjadi baik di darat, laut maupun udara, seolah tidak ada cara untuk menyelesaikannya. Padahal, dalam setiap kecelakaan, tidak hanya rakyat yang dirugikan tetapi juga negara karena ikut membiayai operasi penyelematan yang menghabiskan dana milyaran rupiah. Tetapi semuanya itu juga akibat dari ulah para pengusaha transportasi yang bersekongkol dengan aparat pemerintah sehingga berbagai pelanggaran terjadi sepeti overload (kelebihan muatan) dan membiarkan kendaraan tidak jalan untuk beroperasi.

Setiap kali terjadi kecelakaan laut adalah akibat kelebihan penumpang, pengusaha ingin mencari untung sebesar-besarnya. Perilaku semacam itu kerap terjadi di depan mata para penegak hukum transportasi, tetapi saying mereka cenderung mengabaikan. Ambruknya sejumlah jembatan terjadi karena truk bermuatan berat dibiarkan melintasi jembatan di luar kapasitasnya. Bus-bus termasuk bus way yang katanya transportasi elite, nyatanya juga mengangkut penumpang melebihi kapasitas, sehingga penumpang dibuat tidak aman. Manusia tidak lagi dimanusiakan, hanya dianggap sebagai barang.<>

Ternyata perilaku seperti itu bukan monopoli pengusaha swasta. Pemerintah sendiri juga melakukan hal serupa. Dalam perjalanan kereta api antarkota di musim libur atau akhir pekan misalnya, pemerintah menjual karcis tidak hanya melebihi tempat duduk, tetapi juga melebihi tempat berdiri, sehingga penunmpang berdiri di bordes, toilet dan di bawah kolong. Padahal, setiap kereta punya keterbatasan sendiri. Tentunya penjejelan muatan semacam itu justru membuat semua penumpang tidak nyaman.

Apalagi di kereta kota di mana penumpang masih saja duduk di atasnya. Pemandangan seperti itu pun terus saja dibiarkan dan dirazia hanya ketika ada kecelakaan. Mestinya walaupun menjual tiket berdiri, semetinya tetap ada batas toleransi. Padahal mereka harus membayar tarif sama. Ujung dari korupsi ini adalah terjadinya kecelakaan dan setelah terjadi kecelakaan pemerintah terpaksa mengeluarkan cadangan negara untuk melakukan pertolongan.
Ini di Indonesia. Di Timur tengah sana, kekacauan politik terjadi seolah dunia tidak lagi ada nilai-nilai moral, aturan atau hukum.

Bagaimana di dunia yang katanya modern dan beradap dengan komando PBB yang telah mendeklarasikan berbagai konvensi internasional tentang kemanausiaan dan perdamaian dunia itu tidak berdaya menghadapi kebrutalan Israel. Bayangkan, tentara agresor yang berperang atas nama agama dan tanah air itu tidak hanya memborbardir tentara musuh, tetapi juga warga sipil. Kalau dalam hukum internasional terdapat tempat yang tidak boleh diserang, maka semua itu tidak berlaku bagi Israel. Seperti tempat ibadat dibom, rumah sakit dihancurkan, bahkan gedung perwakilan PBB sendiri juga diluluhlantakkan.

Ketika semua aturan tidak dihiraukan berarti tidak ada lagi atuaran sehingga tidak ada keteraturan. Artinya, dunia telah mengalami kekacauan. Kalau dulu tujuan hidup manusai adalah untuk memayu hayuning bawono (menjaga ketertiban dunia), inilah kosmologi manusia beradab. Ketika masyarakat sudah tidak memiliki kesadaran kosmologi, berarti tidak memiliki kesadaran alam. Maka yang terjadi adalah kekacauan-kekacauan alam. Akibatnya,  kesadaran ini akan  membawa pada kekacauan alam semesta.

Dalam masyarakat, adat sangat dijaga agar tidak melakukan tindakan asusila dan berbagai tabu, karena hal itu akan mengundang kemarahan alam. Dalam masyarakat modern, hal itu sebenarnya masuk akal. Ketika masyarakat telah mulai serakah, tidak memperhatikan norma sosial, maka alam akan termakan oleh keserakahannya sehingga masyarakat ini akan cenderung merusak alam. Akibatnya mereka ditimpa longsor, dilanda banjir, diterpa badai dan sebagainya. Semua kerusakan di udara, darat dan laut ini sebagai kasabat aidinnas (ulah manusia sendiri).

Menjaga norma kehidupan, menjaga etika sosial merupakan kunci melakukan perubahan, sebab di situ letak pengendalian sikap dan perilaku. Persoalan moral ini tidak pernah dibenahi tetapi orang malah menawarkan berbagai manajemen teknis untuk menyelesaikan berbagai kekacauan ini. Ini namanya salah diagnosa akhirnya juga salah dalam memberikan  solusi.  Tetapi ada juga sikap orang yang terlalu moralis. Mereka percaya bahwa di dunia ini tidak ada lagi kekacauan setelah ditemukan ilmu pengetahuan, sehingga mereka lengah. Terbukti di tengah dunia beradab ini, perang seperti yang dilakuakn Israel masih saja terjadi.

Kewaspadaan terhadap situasi tetap diperlukan, daya kritis sebagai penunjang, sehingga orang tidak mudah terkecoh oleh berbagai ajaran atau ideologi yang menyesatkan yang  sengaja untuk meninabobokkan. Pada umumnya, masyarakat modern dihinggapi mitos itu, sehingga terperangah dan bingung ketika situasi dan realitas berbicara lain. Kejahatan kapanpun akan muncul dan bertarung dengan kebaikan. Karena itu agama menganjurkan adanya sikap saling menasehati. Agama sendiri adalah sebuah nasehat. Hanya saja ada orang yang peduli, tetapi banyak yang abai. (Abdul Mun’im DZ)