Risalah Redaksi

Perjuangan Kemerdekaan yang Belum Selesai

Selasa, 15 Agustus 2006 | 11:41 WIB

SEBAGAI hak semua  bangsa, kemerdekaan mesti diperjuangkan, karena kemerdekaan tidak datang dari langit, sebaliknya selalu mendapat ancaman dari pihak lain yang ingin melakukan penjajahan. Mengingat kenyataan itu, konstiusi kita dengan tegas mengamanatkan bahwa bangsa Indonesia hurus berperan aktif dalam menghapus segala bentuk penjajahan dari muka bumi yang dianggap tidak sesuai dengan perikedilan dan perikemanusiaan.

Dalam kenyataannya kemerdekaan itu diperoleh melalui sebuah pergulatan dan perjuangan panjang. Itu pun yang dicapai belum tentu substansinya, melainkan hanya simbolnya yang kena. Walaupun kemerdekaan sudah dproklamasikan tetapi Bung Karno masih menyerukan kemerdekaan lebih sempurna, karena itu revolusi harus dilanjutkan untuk memperoleh kedaulatan ekonomi dan kedaulatan budaya secara total.

<>

Langkah strategis itu dipenggal oleh Soeharto sebaga rezim komprador dari imperialisme asing, yang menjajah Indonesia dengan program pembangunan. Maka kemerdekaan Indonesia dari sudut ekonomi dan kebudayaan kembali sirna. Dan kemerdekaan itu semakin sirna ketika imperialisme global menguasasi Indonesia melalui kudeta politik yang disebut dengan reformasi. Setelah reformasi itu tidak ada kedaulatan yang dimiliki bangsa ini, tidak secara politik, tidak secara ekonomi, apapagi kebudayaan, semuanya ditentukan oleh pihak asing penjajah melalui lembaga dunia, baik yang berada dalam jaringan PBB maupun lembaga-lembaga liar lainnya.

Di tengah ketiadaan kemerdekaan itu kita masih disuguhi tragedi kemanusiaan yang dijalankan atas nama demokrasi, yang mengakibatkan ribuan warga sipil Lebanon dibantai oleh Israel dan amerika serikat. Dalam drama kemanusiaan ini tidak ada lagi hukum, tidak lagi ada moralitas apalagi kemanusiaan. Kalau zaman perang dunia kedua, ketika manusia masih semi primitif, masih ada hukum internasional tentang perang, maka zaman modern ini hukum itu tidak ada.
Kretiadaan hukum internalsional yang ditaati itu tidak hanya mengakibatkan Israel dan Amerika bebas mebantai warga sipil, tetapi juga bebas membantai tim relawan kemanusiaan, tim perdamain, bahkan palang merah internasional juga boleh di lenyapkan. Rumah sakit dan universitas pun menjadi sasaran brutal agresi. Agresor yang tidak beradab itu masih bisa membanggakan diri sebagai manusia beradab. Anehnya semua kejahatan itu tidak pernah menggerakkan PBB untuk melakuakan tindakan tegas apalagi sanksi politik, seperti yang pernah dikenakan pada negara lain.

Mengingat kondisi seperti itu maka setiap bangsa harus memperkuiat pertahannannya, tidak hanya dari segi militer, tetapi dari segi ideology, segi politik, segi pengetahuan Negara yang selama ini mengajarkan anti kekerasan, anti perang, justru melakukan tindakan sangat kejam yang tidak mengenal kemanusiaan. Kaum pro demokrasi yang selama ini terkecoh pada program kemanusiaan yang tidak beradab itu sering melecehkan soal pertahanan negara. Padahal ketiadaan kekuatan militer untuk pertahanan itu sebuah bangsa dan sebuah negara tidak ada artinya dan akan menjadi negara budak, yang hanya menjadi suruhan bangsa lain.

Bersamaan dengan peringatan kemerdekaan ini selayaknya bangsa ini melihat kembali tugas perjuangannya yang ternyata masih jauh dari harapan. Ketika semua orang sudah merasa mapan, persoalan perjuangan dilupakan, karena mereka dimabokkan oleh berbagai fasilitas dan keuangan. Sementara perjuangan memerlukan pengorbanan, tidak hanya harta tetapi pikiran dan tenaga, juga termasuk nyawa.

Perjuangan merupakan suatu hal yang langka ada dalam jiwa masyarakat saat ini. Karena itu di tengah suasana peringatan proklamasi ini semangat juang mesti ditegakkan kembali, agar Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat, sehingga rakyat dan bangsa ini bisa menetukan masa depannya sendiri. Sekarang ini setiap ada persoalan selalu minta bantuan negara lain yang harius menbayar mahal. Untuk bisa merdeka bangsa ini harus bisa mandiri, harus bisa berpikir mandiri, sehingga bisa bertindak secara mandiri. Dulu ketika belum banyak orang terpelajar bangsa ini bisa merdeka sendiri tanpa bantuan orang lain, karena memiliki kebenaranian dan  keprcayaan diri yang tinggi. (Mun’im DZ)