Bincang Eksklusif ‘Menjadi Indonesia’

Prof Mitsuo Nakamura: Kajian Antropologi dan Pergerakan Muhammadiyah

Kamis, 2 Oktober 2025

Dalam program Menjadi Indonesia episode 27, NU Online menghadirkan Prof. Mitsuo Nakamura, antropolog asal Jepang yang meneliti gerakan Islam di Indonesia. Ia mempertahankan disertasi di Cornell University, AS, pada awal 1970-an ketika kampus tersebut sedang jaya-jayanya sebagai pusat kajian Indonesia terkemuka di Barat. Disertasinya tentang dinamika Muhammadiyah di Kotagede, Yogyakarta, pada kurun 1912-1971.

Nakamura lahir pada 19 Oktober 1933 di Dallan, sebuah kota di timur laut Manchuria, ketika ayahnya bertugas sebagai pegawai perusahaan listrik Jepang.  Saat itu, Manchuria berada dalam cengkeraman imperialisme Dai Nippon. “Ayah saya adalah petugas kolonial di Manchuria,” kelakarnya sembari tertawa.

Di kota tersebut, ia menyaksikan sendiri penderitaan rakyat Manchuria akibat penjajahan Jepang dan, menurut pengakuannya, inilah yang menumbuhkan simpatinya terhadap orang-orang tertindas—simpati yang kemudian membawanya menjadi aktivis kiri semasa kuliah. Pada waktu ini pula, Nakamura membaca berita-berita mengenai Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung. Ia mengaku sangat terinspirasi oleh muktamar negara-negara pascakolonial yang kompak menentang imperialisme itu.

Dipandu Pemimpin Redaksi NU Online Ivan Aulia Ahsan, Nakamura membahas gerakan dan kontribusi Muhammadiyah dalam kehidupan sosial-politik. Lelaki yang hampir berumur 92 tahun itu juga menceritakan kisah di balik layar tentang penelitian lapangan untuk disertasinya yang kemudian dibukukan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pada 1983 dengan judul “Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin: Studi tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede, Yogyakarta”, dan kini dianggap sebagai karya klasik dalam studi Indonesia.

Satu hal yang unik dari Nakamura: sebagai peneliti Muhammadiyah, ia bersahabat karib dengan Gus Dur. Persahabatannya dengan Gus Dur bukan sebatas intellectual friendship, tapi juga sangat personal. Berkat Gus Dur, Nakamura kerap hadir di Muktmar NU yang diawali dari Muktamar 1979 di Semarang. Atas dorongan Gus Dur pula, ia menulis dua makalah panjang tentang NU setelah mengikuti Muktamar 1979 dan Muktamar 1984. Dari makalah itulah frasa ‘tradisionalisme radikal’ bergema dalam diskursus keislaman di Indonesia.

Pada awal bulan ini, Nakamura meluncurkan buku berisi kumpulan esai, artikel, dan wawancara di berbagai media massa yang disusun secara kronologis. Buku berjudul “Mengamati Islam di Indonesia, 1971–2023” itu ia sebut sebagai wasiat untuk generasi muda.
Penasaran dengan wawancara ini? Saksikan tayangan selengkapnya pada Jumat, 26 September 2025 pukul 20.00 WIB di kanal YouTube NU Online.

Spoiler: wawancara ini mengalir jernih, menyenangkan, dan bertabur tawa.

[Segmen 1: Perkenalan: latar belakang keluarga dan pendidikan ]
00:00:00 - Intro dan cuplikan
00:01:07 - Lahir dan besar di Manchuria
00:12:58 - Korban bom atom AS di Nagasaki
00:14:19 - Sangat terkesan  KAA di Bandung
00:22:24 - Dari Filsafat ke Antropologi
00:25:53 - Ketertarikan mengambil studi Indonesia

[Segmen 2: Pergerakan Muhammadiyah ]
00:25:53 - Awal mula memilih topik penelitian Muhammadiyah
00:41:52 - Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin
00:50:36 - Trikotomi Geertz: Santri, Abangan, Priyayi
00:53:26 - Mitsuo: Saya kurang senang cultural studies
00:55:33 - Islam, kekuasaan dan Muhammadiyan di Kota Gede

[Segmen 3: Islam Indonesia ]
 01:09:09 - Wasiat: Buku Mengamati Islam di Indonesia 1971-2023
 01:14:50 - Mitsuo Nakamura berteman dengan Gus Dur
 01:15:57 - Muhammadiyah dan NU dalam pandangan Mitsuo 
 01:22:33 - Bagaimana agar Muhammadiyah dan NU tetap relevan?
 01:25:03 - Penutup dan credit video