Warta BAHTSUL MASAIL

Bagi NU, Penyerapan Hukum Islam Tetap Mengacu Semangat Kebhinnekaan

Jumat, 12 Februari 2010 | 10:14 WIB

Jakarta, NU Online
NU memandang bahwa penyerapan hukum Islam dalam hukum nasional adalah suatu keniscayaan, karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam. Namun bagi NU, penyerapan hukum Islam dalam hukum nasional tetap harus sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Demikian dalam draft materi Bahtsul Masail Diniyah Qonuniyah yang akan dibahas dalam Muktamar ke-32 NU di Makassar. Pembahasan ini terdapat dalam tema besar “Qawaidut Taqnin NU” atau tata aturan penetapan perundang-undangan menurut NU yang merupakan satu dari 11 masalah yang akan dibahas dalam Komisi Qonuniyah ini.<>

Draft ini dirumuskan dalam bahtsul masail Pra Muktamar NU di Cirebon, 29-31 Januari lalu. Disebutkan bahwa hukum Islam membawa kemaslahatan bagi umat manusia dan alam semesta. Karena itu, tidak akan terjadi diskriminasi terhadap warga negara yang berbeda budaya maupun agama.

NU berpandangan bahwa seluruh praktek penyelenggaraan negara tidak saja mempunyai dimensi kepentingan sesaat akan tetapi hendaklah memiliki pandangan yang jauh ke depan. Dalam pandangan NU, kepentingan ke depan itu adalah harus selalu didasarkan kepada pertimbangan kepentingan pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam karena pelaksanaan ajaran Islam pada dasarnya tidak hanya penting bagi umat Islam saja akan tetapi bermanfaat bagi keluhuran sifat dasar kemanusiaan.

Secara umum pembuatan peraturan perundangan di Indonesia harus mengacu kepada suatu kaidah bahwa Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus berdasarkan kepada kemaslahatan.

Secara  lebih khusus, sesuai dengan dasar filosofi ajaran Islam (maqashidus syari’ah) maka bagi NU semua peraturan perundang-undangan hendaklah dapat memperkuat lima tujuan yaitu hifdzud din, hifdzun nafs, hifdzu nasl, hifdzul mal, dan hifdzul aql atau mencacu pada pemeliharaan lima hal yakni agama, keberlangsungan hidup, keturunan, harta benda dan akal sehat.

Terkait dengan pemberlakuan hukum nasional, NU mengambil inisiatif  untuk mengawal dan mengkritisi berbagai undang-undang maupun peraturan yang berskala nasional maupun daerah guna menjamin terwujudnya tujuan hukum Islam (maqashidus syari’ah) yang menimbulkan kontroversi di masyarakat sehingga umat Islam memperoleh ketenangan dalam mengamalkan ajaran Islam. Demikian dalam draft materi Qonuniyah.

Komisi Bahsul Masail Diniah Qanuniyah sendiri, sebagaimana dijelaskan dalam pengantar draft, merupakan baru dibentuk pada Muktamar ke-32 ini sebagai pengembangan dari  Komisi Bahsul Masail Diniyah Waqi’iyah dan Komisi Bahsul Masail Diniah Maudu’iyah yang diharapkan menjadi forum untuk melakukan pembahasan terhadap berbagai persoalan ketatanegaraan yang dipandang penting untuk kemaslahatan warga NU maupun bangsa Indonesia secara keseluruhan. (nam)