Warta GEMPA YOGYAKARTA-JATENG

Bangunan Bersejarah Jadi Korban

Ahad, 28 Mei 2006 | 11:19 WIB

Yogyakarta, NU Online
Gempa berkekuatan 5,9 skala richter yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (27/5) pagi, bukan hanya meluluhlantakkan rumah penduduk. Sejumlah bangunan bersejarah pun ikut ikut roboh. Padahal, di bangsal ini tersimpan beberapa pusaka keraton seperti gamelan peninggalan jaman Majapahit.

Kontributor NU Online di Yogyakarta, A Riyadi Amar melaporkan, di Keraton Yogyakarta, Bangsal Trajumas yang dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I itu ambruk dan rata dengan tanah. Bangsal Trajumas berada persis di depan pintu gerbang Donopertopo yang merupakan pintu sebelum memasuk komplek utama keraton.

<>

”Bangsal Trajumas ambruk saat gempa terjadi. Saya kebetulan ada di lokasi karena sedang menjalankan tugas,” tutur Roso Sudadio, petugas keamanan Keraton Yogyakarta, Sabtu (27/5).

Roso menambahkan, bukan hanya prihatin melihat bangunan keraton rusak. Dia juga mengaku sedih karena salah satu rekan jaga yang mestinya menggantinnya ikut tertimpa musibah. Bangunan rumah kawan Roso itu juga ambruk. ”Teman saya juga ikut kembrugan tiang rumah,” tuturnya dengan wajah sedih.

Selain Bangsal Trajumas, tiang penyangga Bangsal Srimanganti yang lokasi ada di sisi baratnya juga mirip. Gempa juga mengakibatkan belasan pot bunga yang ada di teras Bangsal Kencono berserakan.

Bangsal Kencono merupakan salah satu bangunan utama keraton, di samping Gedong Jene (tempat tinggal mendiang Sultan HB IX) dan Bangsal Proboyekso (ruang menyimpan pusaka keraton jenis tombak dan keris). Di tempat inilah raja keraton Yogyakarta mulai Sultan HB I- HB X, sering menggelar berbagai upacara penting. Bangunan keraton lain yang mengalami kerusakan adalah Museum Sultan HB IX. Pintu utama museum yang terbuat dari kaca setebal 2 sentimeter pecah.

Sementara itu, GBPH Yudhaningrat, salah satu adik Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, dari sekian banyak bangunan yang rusak, Bangsal Trajumas tergolong yang paling banyak menyita perhatian. Alasannya, di tempat itu tersimpan dua jenis gamelan peninggalan zaman Kerajaan Majapahit. Yakni Kanjeng Kyai Guntur Laut dan Kanjeng Kyai Mahesa Ganggang. Dua gamelan itu diperoleh pendiri Keraton Jogja Pangeran Mangkubumi usai meneken perjanjian Giyanti.

Isi perjanjian Giyanti ini mengakibatkan Kerajaan Mataram pecah menjadi dua, Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. ”Gamelan itu hasil palihan negari (pembagian negara, Red). Kedua gamelan itu masih ada di tengah reruntuhan Bangsal Trajumas,” tutur Gusti Yudha, sapaan akrabnya.

Selain kedua gamelan itu, Gusti Yudha yang menjabat Pengageng Kawedanan Hageng Kridho Mardowo (urusan kesenian) juga mencatat ada tandu Kanjeng Kyai Lawak. Tandu ini merupakan peninggalan Sultan HB II.

Dalam sejarahnya, tandu Kanjeng Kyai Lawak pernah dipakai Sultan HB II saat berjuang melawan Belanda bergerilya hingga Gunung Semeru Jawa Timur.

Di tengah wawancara NU Online, Gusti Yudho juga mendapatkan laporan dari salah satu abdi dalemnya tentang kerusakan yang menimpa Museum Kereta. Kereta tertua milik keraton Kanjeng Kyai Jimat tertimpa reruntuhan atap bangunan museum.

Sementara itu, kerusakan juga terjadi di Puro Pakualaman. Langit-langit Bangsal Sewotomo terlihat mengelupas. Sebagian tembok juga terlihat retak. Adik Paku Alam IX, BRAy Retno Widanarni mengatakan kerusakan yang terjadi di Puro Pakualaman terbilang tidak begitu parah. ”Syukur alhamdulillah kerusakannya hanya ringan,” jelasnya.

Retno yang tinggal di Perum Wirosaban terpaksa mengungsi ke Puro. Gara-garanya, pagi kemarin terdengar isu tsunami melanda Jogja. ”Saya mengungsi ke sini bersama beberapa warga Kasongan yang berpapasan di jalan,” ceritanya.

Selain bangunan keraton, empat kawasan candi di DIY dan Jawa Tengah juga rusak berat akibat gempa kemarin. Empat kawasan candi tersebut yakni Candi Plaosan, Sojiwan, Brahma, dan Siwa. Arca dan stupa yang ada di keempat candi ini roboh ke tanah.

Sementara itu, di komplek Candi Prambanan, tiga candi juga mengalami rusak berat. Ketiga candi itu adalah Candi Brahma, Candi Nandi, dan Candi Apik. Batu-batu yang ada di candi ini jatuh ke tanah. Bahkan, pagar bagian selatan dan barat juga ikut runtuh. Untung, tidak ada korban jiwa. Sebab, belum ada pengunjung yang datang ke kawasan Prambanan.

”Untung belum ada pengunjung. Padahal, jika tidak terjadi gempa pasti banyak pengunjung yang hadir. Sebab, bertepatan dengan libur bersama,” ujar Karyadi, salah seorang petugas penjagaan di Candi ini.

Tidak hanya itu, kawasan di luar bangunan candi juga mengalami rusak berat. Puluhan rumah penduduk juga rata dengan tanah. Bahkan, tugu perbatasan antara