Dakwah Multikultural ala Gus Zaim
Selasa, 23 Agustus 2011 | 06:30 WIB
Rembang, NU Online
“Orang Tionghoa di Kauman menganggap kyai dan para santrinya itu disebut kaum galak. Tapi setelah Abah Zaim buka pondok di sini, kami jadi mengerti kyai dan santrinya itu baik, pandai bergaul, suka lucu-lucu.”
Demikian dikatakan Thiam Pie (67 tahun), warga Kauman, Lasem, Rembang-Jawa Tengah. Thiam Pie adalah keterunan Tionghoa yang menjadi Muslim. Ia mengaku kepincut dengan Islam dengan model dakwah yang dilakukan pengasuh pesantren Kauman KH Zaim Ahmad Syakir, alias Gus Zaim.
<>Thiam Pie mengatakan, kelompok jelek ada di mana-mana, tapi juga pasti ada orang baiknya. Islam, kata Thiam Pie, ya ada yang jadi teroris, tapi tidak mewakili Islam sedunia.
“Situ boleh saja bicara orang Islam galak. Mungkin karena ketemunya orang galak. Jangan digebyahuyah. Kan begitu tho Mas?” jelasnya.
“Saya bergaul dan mempraktekkan Islam. Jadi saya merasakan kedamaiannya. Orang yang menganggap Islam jelek itu karena ndak gaul. Lihat saja di sini, antara Islam dan yang bukan ndak ada problem. Saling mengisi di sini. Tolong menolong biasa saja,” lanjut Thiam Pie bin Nyoo Eng Tjong.
Di Jawa, Lasem-Rembang merupakan daerah yang kental nuansa Tiongkok, selain Surabaya dan Semarang. Menurut catatan sejarah, mereka sudah mulai bermukim di Jawa sekitar abad ketigabelas, semasa Dinasti Mieng, di bawah Laksamana Cheng Ho.
Di Kauman, jejak orang-orang Tiongkok masih sangat kental. Di sana, aristektur bangunan, tradisi, ritual, makanan, hingga Klenteng masih dapat ditemui dengan mudah. Warga Tionghoa Lasem kebanyakan bermarga Tan dan Liem, sisanya Nyoo, Koo, Tjan, Oei, Han, dan lain-lain
“Kebersamaan masyarakat Jawa dengan orang China, Arab sudah berlangsung lama. Akulturasi dan asimilasi berjalan hingga hari ini. Dari mulai perpaduan arsitek. Banyak arsitek Jawa ada ornamen Chinanya, banyak bangunan China disentuh ornamen Jawa dan sebagainya. Dan hingga urusan perkawinan ada di sini,” papar Gus Zaim, yang pesantrennya menempati bangunan bekas orang Tionghoa.
Gus Zaim mengatakan, orang Tiongkok yang datang ke Jawa kebanyakan kaum Adam. “Saya membayangkan, yang datang bawa istri cuma hanya para perwira saja. Dari situ masuk akal kalau mereka pada kawin campur,” jelasnya.
“Sekarang kita bingung, ini orang Lasem asli, campuran, atau Tionghoa? Itu, Yusril Ihza Mahendra pernah datang ke sini. Dia bingung membedakan. Jangankan dia, kita yang di sini saja bingung. Ya akhirnya kita bilang, manusia itu sama, kecuali keimanannya,” lanjutnya.
Pesantren Kauman di Lasem, mungkin satu-satunya pesantren yang ada di tengah-tengah komunitas Tionghoa. Dan Gus Zaim mungkin satu-satunya pengasuh pesantren yang menyowankan santri barunya pada ketua rukun warga setempat yang notabene, Tionghoa dan bukan Islam.
Gus Zaim bercerita, “Tiap santri baru, pasti diantar sowan ketua RW. Ketua RW di sini namanya King Ho, orang di sini memanggilnya Semar. Santri-santri di sini saya anjurkan berbaur dengana China. Saya waktu pertama kali datang ke sini ya sowan-sowan mereka. Alhamdulillah mereka terima dengan baik. Insya Allah dapat pahala..hahaha..”
“Tapi jangan salah ya, saya datang ke Kauman tidak berniat bangun pesantren. Tujuanya bener-bener pindah rumah. Tidak ada terbersit pengen bangun pesantren. Saya hampir dua tahun nolak santri. Kalau ngajar ya ke pesantren Al-hidayah, Soditan sana,” tegasnya.
Tidak berhenti sekedar bergaul, para santri pesantren Kauman juga ikut layat jika ada tetangga Tionghoa meninggal. Gus Zaim mewajibkan santri putranya untuk takziyah.
“Kalau ada China yang meninggal, santri laki-laki saya wajibkan takziyah. Dan saya suruh mereka mendoakan mayit. Begini doanya, ’semoga si mayit mendapatkan tempat yang layak. Itu saja,” jelasnya.
Dari keramahan Gus Zaim dan para santrinya, empat keluarga Tionghoa masuk Islam, dua keluarga dari Kecamatan Lasem dan dua keluarga dari Rembang. Keluarga Thiam Pie adalah salah satunya. Ia masuk Islam tahun 2005 bersama seorang istri dan seorang anaknya.
“Bapak masuk Islam namanya ditambah Muhammad. Jadi Muhammad Thiam Pei,” uangkap Halimah, istri Thiam Pie.
“Dulu di sini ndak ada kiai. Setelah ada Abah Zaim suasananya lain. Beliau merangkul kami dengan baik. Hebat Abah Zaim itu, layat, silaturahim, menjenguk orang sakit. Kalau tidak bisa suruh Munawir mewakilinya. Mereka di rumah duka hingga sampai kuburan,” jelas Thiam sambil mengacungkan ibu jarinya.
Thiam yang bermarga Nyoo bercerita tentang perubahan dirinya, “Abah Zaim itu senang bimbing orang jahat. Setelah saya punya agama jadi tidak mudah terpengaruh. Kita orang biasa main perempuan, judi, dan sebagainya. Tapi sekarang tidak. Saya sekarag hidup sehat, meski kena struk.”
Thiam mengaku tidak pernah aktif di partai politik. Mereka selamat dari kejaran Orde Baru karena tidak terlibat PKI. Orang China di Lasem, kata Thiam, tak memiliki pekerjaan selain mencari uang. “Sejak kecil saya itu bangun jam tiga, bantuin orang tua. Matahari terbit itu rejeki datang. Ini ajaran orang kuna dulu,” ungkapnya.
“Partainya ikut kiai. Abah Zaim NU ya ikut NU. Orang seneng Abah Zaim karena beliau tidak ikut partai,” tambahnya.
Gus Zaim melakukan semuanya dengan kesederhanaan. Tanpa ada rugumen yang mendakik-dakik. “Podo-podo menungso. Titik,” kata Gus Zaim. Pastinya ia memiliki landasan normatif, tapi ia hanya mengungkapkan satu hadits yang sudah dikutip di bagian awal tulisan ini.
Ada satu hal yang berkesan di hati Gus Zaim, yaitu uswatun hasanah yang diberikan almarhum KH Bisri Musthofa, ayah dari KH Musthofa Bisri. Lalu Gus Zaim cerita.
“Gus Mus pernah bercerita. Ketika ada orang Tionghoa yang meninggal. Anaknya datang ke Mbah Bisri (KH Bisri Musthofa, ayah Gus Mus, red.) dan mengatakan bapaknya berwasiat kalau meninggal agar dishalati santri.”
“Mbah Bisri tidak bingung. Ia mencari santrinya yang belum shalat Ashar. Lalu disuruhlah para santri shalat Ashar di dekat mayit yang China tadi. Di dekatnya lho ya, bukan di depannya. Wah, itu keluarga si mayit seneng sekali, ayahnya meninggal dishalati para santri, ada sujudnya, ada rukunya, ada duduknya..hahaha...”
Penulis: Hamzah Sahal
Terpopuler
1
Menag Nasaruddin Umar akan Wajibkan Pramuka di Madrasah dan Pesantren
2
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
3
Pilkada Serentak 2024: Dinamika Polarisasi dan Tantangan Memilih Pemimpin Lokal
4
Perbedaan Tradisi Pengamalan Dalailul Khairat di Indonesia dan Maroko
5
Menag Bertemu Mendikdasmen, Bahas Percepatan Pendidikan Profesi Guru
6
Sidang Paripurna DPR Sahkan 41 Prolegnas Prioritas 2025: Ada RUU Penyiaran dan PPRT
Terkini
Lihat Semua