Jakarta, NU Online
Kemiskinan yang muncul di Indonesia saat ini bukanlah masalah sosial, tetapi akibat kebijakan sosial ekonomi pemerintah yang tidak pro rakyat. Hal tersebut diungkapkan oleh direktur ekslusif LSM Partnership HS Dillon dalan seminar ”Mencari Format Baru Kebijakan Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial” yang diselenggarakan oleh LP3ES di Jakarta, Kamis.
Secara umum kemiskinan dapat dibagi menjadi dua kategori, kemiskinan struktural atau kemiskinan buatan dan kemiskinan alamiah. Secara struktural, kemiskinan ini disebabkan oleh tatanan kelembagaan. Dillon mengungkapkan bahwa pemerintah tidak pro rakyat karena para pejabat yang kaya saat ini menikmati kondisi yang ada saat ini.
<>Pemerintah tidak berfihak pada rakyat. Misalnya dalam impor beras, sawah di Jawa produktifitasnya tidak kalah dengan Thailand. Jika kebijakannya people driven, semua kebijakan yang disusun, kelembagaan yang dibangun, teknologi yang dirakit didorong oleh kebutuhan dan kemampuan pasti sukses, kita dulu pernah swasembada beras kok,” tandasnya.
Perubahan kabinet yang ada saat ini juga belum tentu membawa perubahan yang bagus pada rakyat. Dillon mengakui bahwa ia mengenal beberapa anggota tim ekonomi memang memiliki kredibilitas yang baik. ”Masalah sekarang bukan orang per orang, tim itu punya visi yang sama dha, bisa dha mereka menyusun seperangkat kebijakan yang utuh,” paparnya.
Berdasarkan data yang diungkapkannya perkembangan kemiskinan di Indonesia sangat dinamis. Pada tahun 1976 angka kemiskinan mencapai 54.2 juta atau 40 persen dari total penduduk. Angka tersebut turun menjadi 22.5 juta jiwa atau tinggal 11.3 persen dari total penduduk pada tahun 1996. Namun akibat krisis, kembali naik tajam menjadi 49.5 juta atau mencapai 24.3 persen pada tahun 1997. Artinya masyarakat miskin terutama di perkotaan juga sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, sosial dan politik.
Sementara itu Ketua Komisi VI DPR RI Didik J. Rachbini mengungkapkan perlunya pengembangan UKM sebagai strategi untuk pengentasan kemiskinan. Ia mencontohkan keberhasilan Taiwan dalam mengembangkan sektor ini sehingga ekonomi nasionalnya menjadi kuat. Didik juga mengkritik kebijakan pemerintah yang tak mau menerima pemotongan utang hanya karena alasan gengsi padahal disisi lain rakyat kelaparan.(mkf)
Terpopuler
1
KH Miftachul Akhyar Ungkap Dua Pusaka Keramat yang Harus Dipegang Teguh Pengurus dan Warga NU
2
Sedekah Maulid saat Utang Belum Terbayar: Bagaimana Hukumnya?
3
Wisuda 531 Mahasiswa, Rektor IIQ Ingatkan Pentingnya Miliki Kepekaan Sosial yang Tinggi
4
LFNU Jakarta Ungkap Fenomena Ekuinoks pada Ahad esok, Momen Tepat untuk Deteksi Arah Mata Angin
5
Gus Kikin Jelaskan Alasan KH Hasyim Asy'ari Menulis Kitab Tipis tentang Pernikahan
6
Rektor UNU Blitar Ingatkan Wisudawan untuk Tunjukkan Sikap Santun Agar Sukses
Terkini
Lihat Semua