Warta

Dosa Korupsi Lebih Besar daripada Zina

Senin, 4 Desember 2006 | 11:43 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pror Dr Said Aqil Siradj mengatakan, perbuatan zina merupakan dosa besar. Namun, melakukan korupsi dosanya jauh lebih besar, karena dampak dari perbuatan itu lebih besar dan menyangkut masyarakat luas, yakni bangsa Indonesia.

“Ya, zina itu dosa besar, tapi dosa korupsi itu lebih besar lagi karena berkaitan dengan hak anak Adam dan dampaknya yang sangat besar,” ungkap Kang Said--begitu panggilan akrabnya--di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (4/12).

<>Kang Said mengatakan hal itu menanggapi maraknya pemberitaan media massa terkait beredarnya rekaman video mesum seorang anggota DPR RI Yahya Zaini dengan penyanyi dangdut Maria Efa.

Menurut doktor jebolan Universitas Ummul Quro Mekkah itu, perlakukan publik dan aparat penegak hukum terhadap pejabat negara yang melakukan korupsi seharusnya lebih berat dari pada pelaku perbuatan zina.

“Kalau orang melakukan zina, dia harus bertobat dengan sungguh-sungguh agar dosanya diampuni. Nah, kalau orang melakukan korupsi, ia tidak hanya cukup membaca istighfar, tapi juga harus mengembalikan uang yang dikorupsi karena itu hakkul adami,” katanya.

Kang Said menambahkan, orang yang melakukan korupsi seharusnya harus lebih punya rasa malu karena perbuatannya. Ia melihat, para pejabat negara yang merampas uang rakyat banyak yang tidak punya rasa malu, karena masih bebas berkeliaran ke mana-mana. ”Orang berzina harus malu, tapi melakukan korupsi juga harus lebih malu lagi,” tandasnya.

Hal senada dikatakan Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), KH AN Nuril Huda. Menurutnya, dampak yang ditimbulkan korupsi uang milyaran atau triliunan rupiah lebih besar daripada perbuatan zina. Pernyataan itu, bukan berarti ia membela orang yang melakukan zina.

“Bukan bermaksud membela orang yang berzina, dosa orang korupsi itu lebih besar. Negeri ini hancur karena korupsi. Jadi, pejabat Negara yang melakukan perbuatan zina dan korupsi harus diperlakukan sama. Jangan sampai korupsi dipandang sebagai masalah remeh,” ungkap Kiai Nuril, demikian ia akrab disapa.

Kiai Nuril mengatakan, di negeri ini orang yang melakukan korupsi tidak punya rasa malu. Bahkan, banyak pejabat yang melakukan korupsi, tapi masih bangga tampil di depan umum, dan tetap menjadi pejabat. Padahal, selain dosa besar, korupsi juga merugikan orang banyak.

”Mestinya orang yang korupsi juga punya malu. Sekali lagi, ini bukan berarti membela orang yang zina. Kita ingin setiap pejabat negara yang bersalah diperlakukan sama, baik melakukan perbuatan asusila maupun mengambil hak milik orang lain,” tegasnya. (rif/amh)