Warta

Eropa Ingin Mengenal Keberagamaan Indonesia

Selasa, 22 Februari 2011 | 07:30 WIB

Jakarta, NU Online
Sekitar dua ratus lima puluh juta orang yang hidup di Indonesia dengan berbagai latar belakang suku, agama, ras, budaya dan golongan yang hidup berdampaingan secara damai selama puluhan bahkan ratusan tahun itu, menjadikan parlemen Eropa ingin mengenal keberagamaan dan kebhinnekaan negeri ini.

"Rabu besok kami akan berdialog dengan kalangan masyarakat sipil, dengan tokoh-tokoh lintas agama. Kami ingin mengetahui apa saja masalah lintas agama di Indonesia. Kami ingin belajar dari Indonesia bagaimana cara Indonesia mengatasi masalah-masalah lintas agama," ujar Ketua delegasi Eropa untuk Hubungan Negara-negara Asia tenggara dan ASEAN Dr Werner Langen pada wartawan di Jakarta, Selasa (22/2).&<>lt;br />
Sejumlah pihak yang akan terlibat dalam pertemuan dengan delegasi parlemen UEitu antara lain dari Setara Institute, The Wahid Institute, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), juga pengamat sosial Romo Mudji Sutrisno dll.

Menurut Wakil Ketua Delegasi Eropa, Robert Goebbels, Uni Eropa (UE) hanya akan mendengarkan pemaparan tokoh-tokoh lintas agama di Indonesia. "Kami hanya ingin mendengar bukan memberi kuliah. Kami ingin belajar dengan mendengar semua," katanya.

Goebbels berpendapat jika pertemuan akan berlangsung tertutup. Sedangkan menyinggung kekerasan atas nama agama menurutnya, sudah ditegaskan di semua kitab suci bahwa memeluk agama dan keyakinan adalah hak asasi setiap orang.

"Dalam konstitusi Indonesia dikatakan percaya kepada satu Tuhan, dan saya lihat ini di sini. Terkadang memang ada pertentangan terkait interpretasi kitab suci, tapi banyak orang yang tidak setuju terhadap kekerasan," tuturnya.

Khusus masalah kasus kekerasan di Cikeusik, Pandeglang, Banten dan Temanggung Jateng, parlemen UE menyampaikan bahwa hal itu adalah masalah internal Indonesia. Karenanya parlemen UE tidak akan terlibat dalam penyelesaian masalah itu. Apalagi UE memang tidak terlalu banyak tahu tentang peristiwa tersebut.

Langen menambahkan, kekerasan yang terjadi di Indonesia bukanlah benturan peradaban melainkan konflik internal antar agama. "Kami menanti ada perkembangan yang baik sebagai akhir masalah ini," tandas Langen.

Yang pasti lanjut Langen, UE melihat ada kesamaan dengan Indonesia di mana sama-sama memiliki keberagaman. UE memiliki 27 negara anggota sedangkan Indonesia memiliki 33 provensi. UE mempunyai 23 bahasa resmi sedangkan Indonesia memiliki sekitar 700 bahasa yang digunakan di berbagai daerah. Karena itu UE ingin belajar banyak dari Indonesia.(amf)