Warta

Frans Magnis: Pluralisme adalah Kemampuan Menerima dan Menghargai Orang Lain

Kamis, 29 Desember 2005 | 11:01 WIB

Jakarta, NU Online
Maraknya aksi terorisme dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya di Indonesia akhir-akhir ini cukup membuat nama Islam tercoreng. Islam dianggap sebagai biang terorisme. Belakangan ada anggapan kaum minoritas merasa tidak aman hidup di Indonesia.

Tapi ternyata tidak semua kaum minoritas yang merasakan hal itu. Setidaknya hal itu dialami oleh rohaniawan Katolik, Frans Magnis Suseno. Dikatakan bahwa sebagai kaum minoritas, ia tidak merasa ada ancaman berada di tengah umat Islam Indonesia yang mayoritas.

<>

“Di kalangan Islam, saya merasa aman, tenteram. Saya tidak merasakan ada ancaman terhadap keamanan saya,” demikian diungkapkan Magnis saat hadir sebagai pembicara pada acara Silaturrahmi Alim Ulama dan Renungan Akhir Tahun, di Hotel Nikko Jl. MH. Thamrin, Jakarta, Rabu (28/12) lalu.

Hadir pula pada acara bertema “Menebar Perdamaian, Menolak Terorisme” itu antara lain mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI), dan Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Masdar F Mas’udi.

Menurut Magnis, Islam memang harus menjadi agama yang ramah dan terbuka bagi umat beragama lain. Dengan keterbukaan itu, ia ingin terwujud kebersamaan, persaudaraan dan perdamaian di tengah pluralitas agama.

Ditambahkannya, memang tidak mudah menerima keberagaman umat beragama. Hanya orang yang mau terbuka saja yang bisa menerimanya. Baginya, pluralisme adalah kemampuan menerima dan menghargai umat beragama lain. Tapi, ditegaskannya, sikap menerima itu bukan berarti juga menerima akidah agama lain.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya komunikasi antar agama dan suku, dengan paradigma yang sama untuk sama-sama memikirkan agar bangsa ini lepas dari keterpurukan. "Sekarang yang terjadi justru kecenderungan pengkotak-kotakan kelompok-kelompok yang ada, sehingga komunikasi menjadi lebih buruk," terang Magnis.

Berkaitan dengan rasa aman bagi seluruh pemeluk agama di Indonesia, Magnis mengatakan sebenarnya bukanlah tanggungjawab agama yang mayoritas saja. Kaum minoritas juga memiliki tanggungjawab yang sama.

“Jadi, bukan hanya Islam saja yang bertanggungjawab dalam menciptakan rasa aman bagi pemeluk agama. Kristen juga bertanggungjawab, misalkan tidak melakukan provokasi yang bisa menimbulkan konflik umat beragama,” terang pengajar STF Driyakarya, Jakarta ini. (rif)