Warta

Gus Mus : Fatwa MUI Perlu Dikaji Ulang

Rabu, 10 Agustus 2005 | 01:49 WIB

Rembang, NU Online
Kiai karismatik Rembang KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) mengatakan, Ulama Indonesia (MUI) sebaiknya mengkaji kembali fatwa kontroversial seperti doa bersama, paham pluralisme dan sekulerisme serta fatwa Ahmadiyah yang telah dikeluarkan dalam Munas.

"Fatwa seperti itu dirasakan kurang tepat untuk diterapkan di Indonesia," katanya ketika ditemui di kediamannya di Desa Leteh, Kecamatan Kota Rembang, kemarin.

<>

Khusus mengenai fatwa MUI tentang ajaran Ahmadiyah, Gus Mus menilai, MUI boleh saja mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah sebagai aliran yang sesat. Hanya saja fatwa tersebut sebatas dipergunakan untuk melindungi umat dari kesesatan.

Yang disesalkan Gus Mus adalah sikap MUI setelah mengeluarkan fatwa tersebut dengan mendesak kepada pemerintah untuk segera melarang ajaran Ahmadiyah. "Fatwa MUI mengenai ajaran Ahmadiyah bisa diterapkan di negara-negara yang menganut dasar negara Islam seperti di Pakistan ataupun di Arab Saudi. Tetapi untuk diterapkan di Indonesia yang berdasar Pancasila, fatwa itu tidak semestinya dikeluarkan," katanya.

Gus Mus mengharapkan agar MUI bisa lebih bersikap bijaksana dalam mengeluarkan fatwa. "Sebaiknya fatwa yang kontroversial tersebut dikaji ulang. Kalau tidak segera dikaji ulang, nanti malah akan menimbulkan pertentangan di masyarakat," tegas Gus Mus yang mengaku belum bertemu langsung dengan Ketua Umum MUI KH MA Sahal Mahfudh ini.

Sebelumnya Aliansi Masyarakat Madani  (AMM) yang dimotori Gus Dur dan tokoh lintas agama ini menuntut Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencabut fatwa yang memandang sesat jamaah Ahmadiyah. Pasalnya, semua fatwa MUI yang memandang sesat aliran lain sering memancing tindakan kekerasan.

"MUI perlu mencabut semua fatwa yang memandang sesat aliran lain yang berbeda, karena fatwa tersebut seringkali dijadikan landasan untuk melakukan tindakan kekerasan dan keresahan," tulisnya dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi. (cih)