Yogyakarta, NU Online
Kemunculan berbagai macam metode pengajian Al-Quran patut disambut secara terbuka. Tapi di sisi lain dikhawatirkan, karena banyak metode pangajian Al-Qur’an yang tidak memenuhi standar periwayatan yang sahih.
Hal di atas menjadi salah satu latar belakang halaqoh nasional Al-Qur’an dilaksanakan di Pesantren Al-Munawir Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (14/5).
<>
“Banyaknya orang yg mengklaim punya program tahfidz padahal tidak layak disebut itu dari sisi kefasihan, kelancaran dan kebenaran bacaannya, dan sanadnya,” jelas salah seorang panitia halaqoh, Dr. KH Hilmy Muhammad.
Halaqoh yang digelar bertepatan dengan haul KH Muhammad Munawwir yang ke-72 dan seabad usia pesantren Krapyak ini diikuti para pengasuh pondok pesantren Al-Qur’an.
Di antaranya yang hadir KH Basthul Birri (pengasuh Al-Qur`an, Pesantren Lirboyo), KH Faqih Usman dari Mojokerto, KH Ulil Albab rwani dari Kudus, KH Harir Muhammad dari Pesantren Bentengan Demak, KH Muhsin dari Magelang, KH Adib dari Purworejo, Ny. Ma`unah Ahsan dari Mranggen-Demak, Ny. Hindun Anisah dari Jepara, dan beberapa kiai dan ibu nyai dari daerah DIY sendiri, seperti ibu Ny. Nafisah Ali, Ny. Luthfiyah Ali (Krapyak), serta Ny. Barokah Nawawi dari Pesantren Nurul Ummah, Kotagede.
Di bawah ini hasil dan rekomendasi Halaqah Nasional Pengasuh-pengasuh Pondok Pesantren Al-Qur'an:
I. Yang disebut dengan “qira`ah shahihah” adalah bacaan yang memenuhi tiga syarat:
(a) Kesahihan sanad atau صِحَّة السند (b) Kesesuaian bacaan dengan Rasm ‘Utsmani atau موافقة القراءة بالرسم العثماني
(c) Kesesuaian bacaan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab (موافقة القراءة باللغة العربية ولو بوجه)
Berdasar prinsip-prinsip di atas, kami para peserta Halaqah menyatakan:
1. Sanad riwayat Qira`ah Simbah al-Marhum KH. Muhammad Munawwir adalah sanad qira’ah mutawatirah. Sedang apabila terdapat beberapa versi jalur riwayatnya, maka hal itu merupakan kelaziman yang biasa terjadi. Peserta Halaqah sepakat untuk mencari titik temu perbedaan versi-versinya dengan melakukan kajian dan perbandingan antara jalur-jalur yang ada.
2. Pengajian al-Qur`an harus tetap dilakukan dengan cara “talaqqi” atau “musyafahah” (bertemu langsung, bertatap muka) antara murid dengan guru. Adanya metode-metode cara membaca al-Qur`an yang baru, atau alat bantu pengajaran al-Qur`an semacam video atau audio dapat ditolelir dan diterima, selama masih dalam kerangka pembelajaran bagi para murid pemula (mubtadi`in). Untuk kelancaran dan kebenaran bacaan pada tahap selanjutnya haruslah tetap dengan cara talaqqi/musyafahah agar dapat dipertanggungjawabkan dan diperoleh hasil yang sebaik-baiknya.
3. Merekomendasikan kepada Kementerian Agama c.q. Lembaga Tashih Mushaf al-Qur`an, agar menggunakan Rasm Utsmani dalam penulisan dan pencetakan mushaf-mushaf al-Qur`an produksi Indonesia.
II. Para peserta sepakat membentuk semacam Paguyuban Pondok-Pondok al-Qur`an yang memiliki jalur sanad “almarhum KH. Muhammad Munawwir” agar dapat lebih berdaya guna dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan Qur`ani yang muncul di kalangan internal Pondok Pesantren al-Qur`an maupun masyarakat luas pada umumnya.
Redaktur : Hamzah Sahal
Kontributor : H Muhammad
Terpopuler
1
LAZISNU Gelar Lomba dengan Total Hadiah Rp69 Juta, Ini Link Pendaftarannya
2
Kolaborasi LD PBNU dan LTM PBNU Gelar Standardisasi Imam dan Khatib Jumat Angkatan Ke-4
3
Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh
4
UI Minta Maaf soal Disertasi Bahlil Lahadalia, Kelulusan Ditangguhkan, Moratorium SKSG
5
Hukum Merokok saat Berkendara di Jalan Raya
6
Hukum Cukur Alis Wanita Bersuami
Terkini
Lihat Semua