Warta

Massa Pengunjuk Rasa Datangi Markas FPI Bogor

Kamis, 5 Juni 2008 | 00:19 WIB

Bogor, NU Online
Puluhan massa pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Bogor (APB) mendatangi Masjid Al-Muslim yang ditengarai sebagai markas Front Pembela Islam (FPI) Bogor, Jawa Barat, di kawasan Perumahan Indraprasta, Bogor Utara, Rabu (4/6).

Namun, sesampainya di lokasi, massa tidak mendapati Ketua FPI setempat, Achmad Afif. Pengurus masjid itu mengatakan, Afif tak ada di tempat. “Ke rumahnya saja,” katanya seraya menunjukkan rumah yang berjarak sekitar 100 meter dari masjid tersebut.<>

Massa pun kecewa karena rumah yang dimaksud sudah lama dikosongkan. Dengan berbekal informasi, masih ada beberapa rumah lagi yang sering dijadikan markas FPI, puluhan massa terus mencari. Lagi-lagi orang yang dimaksud tidak ada di tempat.

“Kami hanya ingin berdialog dengan baik-baik. Sesama muslim, kami ingin mengingatkan bahwa kekerasan yang sering dilakukan FPI salah, karena tidak sesuai ajaran Islam. Islam mengajarkan kedamaian, persaudaraan bahkan toleransi terhadap mereka yang berbeda agama sekali pun,” terang perwakilan massa, Zaenal, seperti dilaporkan Kontributor NU Online, Ahmad Fahir.

Di tempat terpisah, Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKAPMII) Cabang Bogor, menyampaikan dukungan pembubaran FPI. “FPI telah menghancurkan citra Islam dan bangsa Indonesia di mata internasional. Islam itu agama penuh kesejukan, bukan agama yang sangar dan kejam seperti yang sering dipertontonkan FPI. Karena itu, keberadaan FPI sudah tidak layak lagi dipertahankan, karena hanya membawa persoalan bagi agama dan bangsa,” kata Ismatul Hakim, mewakili IKAPMII Bogor.

Ia menambahkan, “Perbuatan dan karya jauh lebih efektif dari pada kata-kata. Kita jangan merusak, tapi harus membangun peradaban dengan karya nyata,” ujar mantan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama itu.

“Kekerasan yang sering dilakukan FPI merupakan cermin kedangkalan beragama. Paham yang menganggap diri dan kelompoknya paling benar dan tidak dapat hidup berdampingan dengan kelompok lain yang berbeda, harus diusir jauh-jauh. Orang-orang seperti itu tidak layak hidup di negara ini yang memiliki kontitusi dan menjamin kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan beragama,” imbuh Hakim. (hir)