Warta

Menag: Budaya Pesantren Perlu Ditingkatkan

Kamis, 15 Juni 2006 | 01:38 WIB

Kediri, NU Online
Menteri Agama Maftuh Basyuni meminta kalangan pesantren mempertahankan sistem pembelajaran yang ada di pesantren. Hal itu dimaksud agar beberapa keilmuan pesantren dapat diturunkan dari generasi ke generasi.

"Ini penting karena pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Pesantren adalah tempat pembelajaran awal,” kata Menag saat memberikan sambutan Pembukaan Musabaqah Qira’atil Qutub (MQK) Nasional II di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Rabu (14/6) malam.

<>

Menurut Menag, sistem pembelajaran di pesantren seperti sorogan (santri mempresentasikan kemampuan di hadapan sang kiai), bandongan (sang kiai memberikan pengajian kitab di hadapan para santri), dan lalaran (santri membaca/mengkaji ulang pelajaran secara bersama-sama) adalah ciri khas pesantren yang harus ditingkatkan untuk memacu keilmuan pesantren.

“Budaya itu perlu ditingkatkan. Fungsinya untuk memompa keilmuan pesantren. Jadi nanti tidak hanya barokah (berkah) atau hikmah yang kita ambil dari pesantren, tetapi juga fikriyahnya pun di perketat,” kata Menag.

Pada kesempatan itu Menag juga berharap kalangan pesantren tidak menutup diri dari berbagai hal baru ke dalam pesantren. “Pesantren akhirnya tidak hanya mendapatkan pengetahuan dari satu pintu tapi dari banyak pintu,” kata menag.

Hadir dalam acara pembukaan itu, para peserta MQK II dari 35 propinsi dan para kiai pendampingnya, para kiai Pesantren Lirboyo dan beberapa kiai di Jawa Timur, serta para fungsionaris Departemen Agama seluruh Indonesia.

Menurut sekretaris pelaksana MQK II Ali Imron, para delegasi didampingi oleh sedikitnya tiga kiai kharismatik di daerahnya masing-masing. Pada kesempatan itu Menang berjanji dihadapan para peserta dan kiai, Depag akan mengadakan MQK Nasional setiap tahun, sama halnya dengan Musabaqah Tilawatil Qur’an atau MTQ. (nam)