Warta JELANG MUKTAMAR THARIQAH

Mengenal Ponpes Al Munawariyah Tempat Muktamar Thariqah

Sabtu, 31 Desember 2011 | 08:51 WIB

Jakarta, NU Online
Di Malang selatan, tepatnya Kecamatan Bululawang, desa Sudimoro, terdapat pesantren yang agak unik. Para santrinya kebanyakan masih seusia anak-anak sekolah dasar, bahkan setingkat Taman Kanak-Kanak. Pesantren ini lebih mengkhususkan pada kegiatan menghafal al Qur'an, orang sekitar menyebut pesantren tahfidz al Qur'an bagi anak-anak.

Pesantren ini, satrinya cukup banyak, berasal dari berbagai propinsi di Indonesia. Ada beberapa santri dari Sumatera, Jakarta, Kalimantan, dan bahkan ada berasal dari Papua. Pesantren ini memiliki santri lebih dari 1000 anak, dan lebih separo dari mereka masih usia kanak-kanak.
<>
Akhir-akhir ini, pesantren yang dikenal dengan nama al-Munawariyah ini membuka sekolah formal, hingga jenjang SMK. Tetapi semua santrinya, memiliki kegiatan khusus menghafal al Qur'an.

Banyak putra putri orang kota, termasuk kiai pesantren, dititipkan belajar mengahafal al Qur'an di pesantren ini. Sampai-sampai, tidak terkecuai, putra KH Hasan Sahal, pengasuh pesantren Gontor, Ponorogo.

Menurut Kiai Maftuh Said, putra pengasuh Pondok Gontor berhasil menghafal al Qur'an 30 juz hanya dalam waktu 15 bulan. Memang ada santri lainnya yang berhasil menghafal al Qur'an hingga khatam dalam waktu sesingkat itu, tetapi kebanyakan lebih lama, antara tiga sampai empat tahun.

Pesantren itu dirintis dan diasuh oleh Kiai Maftuh Said. Kiai yang mengaku kelahiran Gresik ini, menikah dengan wanita Sudimoro dan kemudian mendirikan pesantren.

Kiai Maftuh mengkisahkan, dulu orang tuanya, dalam mendidik putra-putrinya, selalu mengawali dengan menghafal al Qur'an. Setelah hafal kitab suci 30 juz, mereka dipersilahkan belajar apa saja yang bermanfaat dan di mana saja. Sebelum belajar pengetahuan lainnya, kitab suci al Qur'an harus dihafal terlebih dahulu. Dengan cara itu, akhirnya seluruh keluarga Kiai Maftuh hafal al Qur'an 30 juz.

Bagi saya pesantren al Munawaiyah ini sangat menarik. Pesantren yang kata pengasuhnya, Kiai Muhammadi Maftuh Said, sering disebut sebagai pesantren Unyil, karena sebagian santri-santrinya masih kecil-kecil, mulai umur 5 tahun. Sejak umur kanak-kanak itu, para santri diajak menghafal al Qurán.

Para santri yang belajar di pesantren ini berasal dari berbagai kota atau wilayah di seluruh Indonesia. Anak-anak yang masih berada di bawah umur 10 tahun dikirim oleh orang tuanya, agar mulai menghafal al Qurán. Saya menjadi ikut senang, ternyata kesadaran tentang betapa pentingnya menghafal al Qurán sejak dini, ternyata telah dimiliki oleh banyak orang di negeri ini.

Menurut Pengurus Idaroh Aliyah Jam'iyyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (Jatman) KH. Mirza Hasbullah, pilihan Pondok Pesantren Al Munawariyah sebagai tempat kegiatan muktamar karena di samping tempatnya cukup memadai, juga pengasuhnya secara pribadi sangat dekat dengan Habib Muhammad Luthfy.

Dengan kegiatan muktamar di Malang, diharapkan akan lebih mengenalkan Al Munawariyah tidak saja sebagai tempat kegiatan tahfidz Al Qur'an saja, akan tetapi di ponpes ini juga dikembangkan thariqah yang mu'tabar bernaung di Jatman, ujarnya.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Abdul Muis