Warta

Nilai Nasionalisme dan Militansi Mulai Pudar

Senin, 13 Agustus 2007 | 23:55 WIB

Bandung, NU Online
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Djoko Santoso berpendapat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belakangan ini nilai-nilai nasionalisme dan militansi mulai memudar.

"Di tengah-tengah gerak reformasi dan demokratisasi sekarang ini, juga terjadi erosi kepercayaan terhadap pilar-pilar bangsa dan negara, yaitu Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika," katanya dalam sambutan pembukaan Lokakarya "Kepemimpinan yang Berwawasan Kebangsaan dalam Rangka Revitalisasi Nasionalisme" di Bandung, Senin (13/8) malam.

Menuru<>t Djoko, pudarnya nilai nasionalisme, militansi dan erosi kepecayaan terhadap pilar bangsa itu tercermin pada ketidaktertiban praktek-praktek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hampir satu dasawarsa ini.

"Adalah suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, majemuk sukunya, agamanya, etnisnya, adat istiadatnya dan bahasanya, yang disimbolkan dalam semboyan negara, Bhineka Tunggal Ika. Tetapi ironisnya, sudah menjadi fenomena di negeri ini, bahwa konflik yang terjadi di tanah air saat ini justru berbasis pada perbedaan-perbedaan tadi," paparnya.

Itu artinya, kata dia, kualitas pemahaman terhadap wawasan kebangsaan dan nasionalismenya, mengalami erosi, luntur dan menjadi rendah dibanding masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan 62 tahun silam.

Djoko berpendapat masalah-masalah kebangsaan belum tuntas, karena rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, lunturnya nasionalisme, rendahnya solidaritas bangsa, militansi bangsa yang mendekati titik kritis, serta jatidiri dan kultur bangsa yang sudah terkikis.

"Saya berpandangan, bila tidak ada upaya signifikan untuk membangun kualitas sumber daya manusia, merevitalisasi/mereaktualisasikan nasionalisme, membangkitkan militansi bangsa, menegakan dan mengaktualisasikan jatidiri dan bangsa, maka akan mempercepat terjadinya disintegrasi bangsa," ujar dia.

Belajar dari sejarah bangsa Indonesia pada masa lalu dan pengalaman negara-negara lain, kata dia, pihaknya berpendapat bahwa tidak ada alternatif lain bagi bangsa Indonesia selain "Bangkit bersatu, bekerja keras bersama-sama membangun negara Kesatuan Republik Indonesia yang maju, berdaulat, aman, adil, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945".

Untuk Bangsa Indonesia dapat bangkit dan bersatu harus digugah kesadarannya, pahamnya, dan semangatnya nasionalismenya. Dimana nasionalisme yang roh jiwa dan spiritnya berasal dari makna dan hakekat Sumpah Pemuda 1928.

Guna merevitalisasi/mereaktualisasi nasionalime seperti itu, kata dia, dapat dilakukan dengan cara menggugah, meningkatkan kesadaran, pemahaman, semangat dan komitmen terhadap wawasan kebangsaan.    

Sedangkan untuk mampu membangun wawasan kebangsaan yang bermuara kepada terwujudnya integrasi nasional yang kuat, diperlukan banyaknya jumlah pemimpin yang memiliki kepemimpinan yang berwawasan kebangsaan.

Pemimpin yang berwawasan kebangsaan adalah pemimpin yang berpancasilais, setia pada NKRI dan UUD 1945 serta memahami karakter dan kultur bangsa Indonesia.    

Pemimpin yang mampu membangkitkan, menyatupadukan dan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya untuk memperbaiki kualitas diri melalui pendidikan sehingga kita memiliki keunggulan kompetitif yang mau dan mampu berbuat terbaik untuk bangsa dan negara.

Pemimpin yang dapat mendorong tumbuhnya wawasan kebangsaan pada diri orang yang dipimpinnya, melalui implementasi nasionalisme yang sesuai dengan tantangan zamannya sehingga solidaritas bangsa semakin kuat, mencintai bangsa dan tanah airnya.

Pemimpin yang mampu meneguhkan dan mengaktualisasikan jatidiri dan kultur bangsa bagi orang-orang yang dipimpinnya, setia kepada Pancasila yang tecermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pemimpin yang mampu membangkitkan militansi bangsa yang tinggi sehingga mau dan mampu bekerja keras, rela berkorban dan pantang menyerah untuk mencapai cita-cita dan tujuan bersama, ujar Djoko. (ant/dur)