Warta

PBNU: Ada Intervensi Asing atas Konflik Antar-Etnis di Cina

Rabu, 15 Juli 2009 | 12:18 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menduga kuat ada intervensi asing atas konflik antar-etnis di Xinjiang, Cina, pada pekan lalu. Pasalnya, selama ini, dua etnis yang berseteru itu: Uighur dan Han, tak pernah ada masalah dan selalu hidup harmonis.

Pendapat tersebut dikatakan Ketua PBNU, KH Said Aqil Siroj, kepada wartawan usai berbicara pada sebuah forum diskusi di Jakarta, Rabu (15/7) sore.<>

Namun, Kang Said—panggilan akrabnya—tak menyebutkan pihak asing mana yang diduga mengintervensi konflik berdarah tersebut. “Pasti (ada intervensi asing). Siapa-siapanya saya tidak tahu,” ujarnya.

Ia hanya mencontohkan, konflik dengan pola serupa terjadi saat meletusnya kekerasan di Tibet yang melibatkan ratusan pendeta Buddha pada Maret 2008 silam.

Kang Said juga menyakini bahwa konflik yang memakan ratusan korban tewas itu tidak bermula dari konflik bernuansa agama, yakni antara muslim dan nonmuslim. “Kalau akhirnya dibawa-bawa ke masalah agama, mungkin iya. Tapi, saya yakin, konfliknya tidak disebabkan oleh masalah agama,” terangnya.

Keyakinannya itu didasarkan bahwa selama ini, dua etnis yang berbeda agama: Uighur (minoritas muslim) dan Han (mayoritas nonmuslim) itu, tak pernah ada masalah serta selalu hidup berdampingan. Karena itu, katanya, menjadi aneh ketika tiba-tiba kedua etnis itu bertikai.

Selain itu, imbuh Kang Said, pemerintah Cina pun selama ini tampak cukup bisa menghormati keberadaan kalangan muslim di negaranya. “Buktinya, di Beijing (ibukota Cina) itu banyak muslimnya. Di sana ada sekitar 26 masjid. Kalau tidak salah hanya ada satu gereja di sana. Dan, selama ini, muslim di Beijing tidak pernah ada masalah,” urainya.

Pendapat Kang Said itu senada dengan pernyataan resmi pemerintah Cina yang disampaikan Jurubicara Kementrian Luar Negeri Cina, Qin Gang. Ia mengatakan, kekerasan di Xinjiang bukan sengketa agama, khususnya Islam, tapi tindakan pemisahan diri.

"Kekerasan di Xinjiang bukan merupakan pelanggaran agama tertentu atau hak asasi manusia, tapi disebabkan oleh keinginan sejumlah pihak memisahkan diri dari Cina," kata Qin Gang dalam keterangan pers berkala di Beijing, Selasa kemarin

Ditegaskannya, Cina sangat menghormati agama Islam, yang dipeluk masyarakat Uighur, yang merupakan masyarakat besar di Xinjiang, dan menghormati keberadaan agama itu di wilayah Cina baratlaut tersebut.

Qin Gang mengatakan pula bahwa tindakan keras pihak berwenang di kawasan itu terhadap pemberontak juga bukan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, tapi semata ingin menegakkan hukum.

"Kita tidak memberikan ruang terhadap gerakan pemisahan di Xinjiang. Sekali lagi, kekerasan itu bukan sengketa agama atau pelanggaran hak asasi manusia, tapi akibat pemberontakan," katanya.

Untuk itu, katanya, Cina berharap negara dengan sebagian besar penduduk beragama Islam memahami keadaan di Xinjiang, karena kekerasan itu bukan bentuk kekerasan terhadap Islam. (rif)