Warta

PBNU Dukung Seleksi Ulang Hakim Agung

Senin, 9 Januari 2006 | 12:51 WIB

Jakarta, GNPK PBNU
Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi setuju terharap usulan dari Komisi Yudisial untuk melakukan seleksi ulang terhadap 49 hakim agung di Mahkamah Agung. Tindakan ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki citra korps kehakiman yang saat ini dinilai sangat buruk oleh masyarakat.

”Sebaiknya dibubarkan saja komposisi yang ada sekarang ini, baru dipilih lagi. Dulu zaman orde baru, hakim dipilih untuk memenuhi keinginan para penguasa. Sekarang ini, mereka bertindak untuk kepentingan diri sendiri,” tandasnya ketika ditemuid NU Online di Gd. PBNU, Senin.

<>

Pengasuh Ponpes Mahasiswa Al Hikam Malang tersebut menunjukkan betapa banyak keputusan pengadilan yang sangat tidak sinergis seperti kasus narkoba di Bali yang menimpa Leslie yang hanya diganjar 3 bulan penjara sedangkan WNI asal Jember dihukum 4 tahun.

Sebelumnya, pada Rabu (4/1) pagi ketika bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Komisi Yudisial (KY) mengeluarkan gagasan untuk melakukan seleksi ulang terhadap 49 hakim agung yang ada di Makamah Agung (MA) sebagai bagian dari upaya mereformasi dunia peradilan di Indonesia yang saat ini dianggap dalam titik nadir.

Muqoddas mengatakan, Presiden pada intinya menyambut baik gagasan seleksi ulang tersebut, dan dalam waktu dekat akan dibentuk Peraturan Penganti UU atau Perppu yang merupakan payung hukum dari rencana tersebut.

Muqoddas juga mengatakan, dalam pertemuan tersebut Presiden menyampaikan keprihatinannya dengan situasi ketidakadilan yang tercermin dalam putusan peradilan di tanah air.

Ia mengharapkan ada integrasi yang baik antara KY dengan lembaga terkait dalam rangka menyusun rencana aksi yang bermuara pada terciptanya tata kelola yang baik melalui penyehatan badan peradilan.

Sementara Ketua MA Bagir Manan pada Rabu (4/1) mengatakan bahwa ia memahami sepenuhnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk menyeleksi ulang hakim agung hanya bisa dilakukan pada keadaan darurat.

"Perpu itu wewenang Presiden. Saya mengerti Perpu dikeluarkan dalam keadaan darurat.  Tetapi jangan tanya saya, tanya pembantu Presiden yang mengerti soal-soal kegentingan memaksa karena itu sepenuhnya kewenangan Presiden," kata Bagir.

Ia mengatakan seleksi ulang terhadap 49 hakim agung harus ada dasar hukumnya dan harus diteliti apakah undang-undang yang ada sekarang memungkinkan seleksi ulang terhadap hakim agung. "Jadi kembali lagi, kalau ada usul Perpu atau sebagainya itu wewenang khusus presiden," ujarnya.

Meski demikian Mahkamah Agung (MA) akan menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden soal usulan Komisi Yudisial (KY) agar 49 hakim agung yang ada di MA diseleksi ulang sebagai bagian dari reformasi peradilan.(mkf/ant)