Warta

Perang Saudara dan Konflik Aliran di Irak adalah Kebohongan AS

Kamis, 4 Januari 2007 | 12:05 WIB

Jakarta, NU Online
Kekhawatiran berbagai kalangan terhadap masa depan Irak pasca eksekusi mati mantan Presiden Irak Saddam Hussein juga dirasakan oleh Iran. Duta Besar Iran untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi menyatakan, propaganda tentang perang saudara dan konflik aliran yang terjadi di negeri kaya minyak itu merupakan kebohongan besar yang dibuat Amerika Serikat (AS)

“Yang dipropagandakan di Irak adalah perang saudara di antara aliran-aliran di dalam agama Islam di Irak. Tetapi, menurut kami, propaganda itu adalah kebohongan yang dibuat oleh negara adikuasa, terutama AS,” kata Behrooz usai bertemu dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (3/1).<>

Behrooz menilai, kekacauan dan maraknya tindak kekerasan yang terjadi setelah tergulingnya Saddam, tidak lain adalah perbuatan AS sendiri. “Pembunuhan dan peledakan di Irak itu sangat profesional dan tidak bisa dilakukan oleh orang-orang biasa. Menurut kami, peledakan dan pembunuhan di Irak, semuanya dimotori oleh AS. Tapi pelaksananya adalah anak buah Saddam dari Partai Baath,” terangnya.

Dalam kunjungan yang memang bertujuan membahas nasib Irak dan masalah-masalah besar yang sedang dihadapi umat Islam saat ini pada umumnya, Behrooz menyebut AS beserta sekutunya telah melakukan upaya sistematis untuk memperburuk citra Islam. Menurutnya, AS terus mempropagandakan bahwa Islam adalah agama kekerasan.

Selain itu, katanya, apa yang dilakukan AS juga dalam rangka memertahankan sekaligus memerluas ketidakamanan di negeri 1001 Malam tersebut. Pertengkaran di antara kelompok Syiah-Sunni dan Kurdi—sebagaimana dipropagandakan AS, menurutnya, sangat tidak berdasar.

“Dalam propaganda itu, mereka (AS dan sekutunya) selalu bilang bahwa di Irak itu terjadi konflik Syiah-Sunni dan Kurdi. Padahal itu adalah sangat tidak benar. Karena kebanyakan warga Kurdi di Irak itu adalah ahlussunnah wal jamaah. Oleh karena itu umat Islam harus sadar akan fitnah itu,” urainya.

Sebagai negeri yang cadangan minyaknya sangat besar, lanjut Behrooz, AS beserta negara-negara Barat yang menjadi sekutunya tak akan membiarkan Irak menjadi aman. Negara adikuasa itu akan terus menebar ketidakamanan pada rakyat Irak agar mudah dalam upaya menguasai sumber daya alam yang melimpah itu.

“Irak terus diperhatikan oleh negara adikuasa, khususnya Inggris dan AS. Irak adalah negara yang punya cadangan minyak yang kaya dan terletak di daerah penting. Sayangnya, yang dihadapai rakyat Irak adalah ketidakamanan dan Barat terus memperluas ketidakamanan di Irak,” paparnya.

Usulkan Konferensi Internasional

Sementara itu, KH Hasyim Muzadi menyatakan bahwa dirinya telah mengusulkan kepada pemerintah Iran agar menggelar konferensi internasional yang khusus membahas masa depan Islam pasca-hukuman mati mantan pemimpin Partai Baath itu. Tujuannya, katanya, adalah untuk menetralisir opini yang berkembang di masyarakat internasional bahwa hal itu bukanlah persoalan yang diakibatkan oleh agama.

“Saya menyampaikan usulan dan masukan kepada Iran melelaui Yang Mulia Dubes Iran di Indonesia untuk mengadakan konferensi Internasional tentang solusi dan peredaan konflik di Iraq,” ujar Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP).

Menurut Hasyim, hal itu penting dilakukan supaya pemutarbalikan isu tidak semakin ‘meracuni’ dunia. Saat ini, katanya, yang selalu diberitakan di media massa adalah pertikaian antar-aliran di dalam Islam. “Padahal faktor yang melatarbelakangi pertikaian tadi, bukan Kurdi Syiah dan Sunni. Tetapi adalah masalah kekuasaan Saddam, intervensi asing dan masalah pemecahbelahan. Nah ini harus dikembalikan duduk masalahnya,” ungkapnya.

Hasyim mengaku merasa perlu bahwa Iran cukup tepat untuk menyelenggarakan konferensi internasional tersebut, karena selain memiliki kompetensi dan kewenangan, negara pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad itu memiliki keterkaitan sejarah dengan Irak, yakni perang selama 8 tahun sejak tahun 1980.

Meski demikian, dalam kesempatan itu, Hasyim menyatakan tidak keberatan jika NU diminta untuk memfasilitasi konferensi internasional itu. “Apabila NU diminta memfasilitasi konferensi itu, sepanjang NU mampu, insyaallah akan dilaksanakan. Karena ini untuk keselamatan umat Islam dan juga dalam rangka perdamaian dan keadilan dunia,” tandas Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) itu. (rif)