Perdamaian Bisa Dicapai dengan Peningkatan Ekonomi dan Kesejahteraan
Rabu, 30 Juli 2008 | 05:31 WIB
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan untuk mewujudkan perdamaian di dunia musim, peningkatan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan merupakan salah satu kunci yang harus dilaksanakan.
Demikian dikatakan dalam pembukaan Internatinal Conference of Islamic Scholars (ICIS) III Rabu (30/7) di hotel Borobudur Jakarta.<>
Dikatakannya, samai saat ini, dunia muslim masih tertinggal jauh dengan kelompok lainnya. Merujuk laporan yang dikeluarkan PBB dalam Human Development Index (HDI), hanya terdapat 9 negara muslim yang masuk kategori high development.
Laporan yang memprihatinkan, 40 persen populasi dewasa di negara-negera muslim masih buta huruf, hanya 7 persen perdagangan antar negara muslim dan 13.5 persen perdagangan perdagangan dunia.
“Dengan kondisi seperti ini, kita tidak bisa bersaing dalam dunia yang sudah mengglobal. Kita di luar lingkaran ekonomi global dan jauh dari pusat kesempatan-kesempatan ekonomi,” katanya.
Dalam situasi ketika terdapat tantangan globalisasi, situasi di dalam negara muslim sendiri juga menghadapi tantangan mikro nasionalisme yang didasarkan pada etnis, budaya, bahasa dan agama.
“Kondisi seperti ini merupakan tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai perdamaian dan kemajuan yang berkelanjutan,” tandasnya.
Sebenarnya, jika dikelola dengan baik, negara muslim memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya karena mensuplai 70 persen kebutuhan energi dunia dan 40 persen kebutuhan bahan mentah untuk industri. Pasar muslim sendiri mencakup 20 persen populasi dunia.
“Jika kita bisa bersatu, potensi-potensi itu bias ditransformasikan untuk produksi, perdagangan dan investasi, untuk pencapaian perdamaian di antara kita sendiri dan di dunia,” terangnya.
Terkait dengan peran ulama dalam perdamaian dunia, SBY menegaskan komunitas muslim telah terbukti berulangkali menjadi mediator untuk menciptakan perdamaian ketika sejumlah budaya terlibat konflik, atau pemerintah terlibat konflik dengan kelompok minoritas.
“Banyak diantara kita yang memiliki pengalaman luas dan keahlian khusus dalam dialog untuk mengurangi kesedihan dan menyembuhkan kebanggaan kelompok yang terluka,” tandasnya.
Sejumlah konflik di kawasan Asean saat ini juga sudah reda, seperti pemberontakan MNLF di Philipina Selatan, dengan mediasi dari Indonesia melalui OKI, setelah 20 tahun berontak dan yang paling dekat adalah konflik di Aceh yang telah mencapai rekonsiliasi, good governance, penghargaan pada HAM yang akhirnya masyarakat bisa meningkati kesejahtaraan. Tanda factor-faktor fital itu, perdamaian akan sangat rentan. (mkf)
Terpopuler
1
Meninggal Karena Kecelakaan Lalu Lintas, Apakah Syahid?
2
Menag Nasaruddin Umar akan Wajibkan Pramuka di Madrasah dan Pesantren
3
Hukum Quranic Song: Menggabungkan Musik dengan Ayat Al-Quran
4
Surat Al-‘Ashr: Jalan Menuju Kesuksesan Dunia dan Akhirat
5
Haul Ke-15 Gus Dur di Yogyakarta Jadi Momen Refleksi Kebijaksanaan dan Warisan Pemikiran untuk Bangsa
6
Mariam Ait Ahmed: Ulama Perempuan Pionir Dialog Antarbudaya
Terkini
Lihat Semua