Warta

Pesantren Langitan Tolak Sidik Jari dan Perubahan Kurikulum

Selasa, 13 Desember 2005 | 02:28 WIB

Jakarta, NU Online
Dua pondok pesantren di Jawa Timur yakni Ponpes Langitan, Tuban, dan Ponpes Roudlotul Ulum, Pasuruan, menolak wacana pengambilan sidik jari santri dan perubahan kurikulum pendidikan terkait langkah penanggulangan terorisme.

"Kami tidak akan bersedia jika para santri diambil sidik jarinya. Itu tidak sopan dan tidak tahu diri," kata pengasuh Ponpes Ponpes Rooudlotul Ulum KH Mas Muhammad Subadar menjawab pers di Jakarta, Senin.

<>

Menurut kiai yang memiliki sekitar 3.500 santri itu, jika benar pengambilan sidik jari santri dilakukan guna menanggulangi terorisme maka itu merupakan suatu penghinaan terhadap pesantren yang merupakan lembaga pendidikan yang lebih tua dari usia republik ini.

"Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua. Lebih tua dari negara ini. Tidak ada pesantren, khususnya pesantren salaf yang mengajarkan terorisme," kata Kiai Subadar. Ponpes Roudlotul Ulum sendiri berdiri sejak tahun 1881.

Hal senada dikemukakan pengasuh Ponpes Langitan KH Ubaidillah Faqih. Ia yakin pesantren yang terbuka dan diketahui umum tidak mengajarkan terorisme. Karena itu, ia juga menolak wacana pengambilan sidik jari santri tersebut.

"Mungkin yang mengajarkan terorisme itu hanya berkedok pesantren," tutur putera kiai senior NU KH Abdullah Faqih tersebut. "Saya yakin Kapolri lebih mengerti pesantren dan tidak akan gegabah mengambil tindakan itu," katanya menambahkan.

Sementara terkait wacana perlunya perubahan kurikulum pesantren, baik Kiai Subadar maupun Kiai Ubaidilah menyatakan, pesantren merupakan lembaga yang mandiri, termasuk dalam hal kurikulum, sehingga pihak luar tidak berhak mengubahnya.

"Kurikulum itu hak pengasuh pesantren, mau diubah atau tidak terserah pengasuh. NU pun tidak mungkin mengutak-atik pesantren," kata Kiai Subadar yang pesantrennya berafiliasi pada NU.

Pendapat Kiai Subadar tersebut diamini Kiai Ubaidilah yang pesantrennya memiliki sekitar 4.000 santri tersebut. Dikatakannya, pesantren tidak dapat diintervensi oleh siapapun, termasuk pemerintah, karean pesantren bukan lembaga formal.

"Siapapun tak bisa mengubah kurikulum kecuali pesantren itu sendiri menghendaki. Pesantren itu mandiri, tidak terkait pemerintah ataupun lembaga yang lain," katanya.

Wacana perlunya perubahan kurikulum pesantren antara lain dilontarkan mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono. Dikatakannya, pemerintah harus turun tangan menertibkan kurikulum pesantren.

"Pemerintah harus turun tangan dalam masalah penentuan kurikulum, tidak bisa tiap-tiap pesantren bikin kurikulum sendiri-sendiri. Tidak boleh. Nanti mau dibawa kemana hari depan bangsa kita ini kalau tidak ada yang bertanggung jawab," kata Hendro dalam wawancara khusus dengan ANTARA beberapa waktu lalu.(ant/mkf)